1.(Pov Rain)

Dua hari yang lalu bisa dikatakan hari keberuntunganku, karena bertemu dengan seorang nenek yang umurnya mungkin sekitar 59 tahun.

Namanya nenek Inah, beliau bekerja sebagai penjual pisang dan beberapa sayur seperti kacang panjang.Tidak banyak yang beliau jual.

Nek Inah mengajakku tinggal digubuknya, awalnya aku menolak karena akan merepotkan.Tapi beliau memaksa kami untuk tinggal dirumahnya. Karena iba dengan Zabi, aku memutuskan untuk tinggal bersama mereka.

Rumah yang tidak terlalu jauh dari kota ini. Aku dan nek Inah memetik kacang panjang disamping gubuknya.Tidak terlalu banyak, hanya dua baris saja.Tapi karena tanahnya subur,sehingga tanaman ini banyak menghasilkan buah.

Sedangkan Zabi, ia terlelap didalam gubuk itu.Entah sudah berapa jam dia terlelap, hingga jam segini masih belum juga bangun dari alam tidurnya.

Mungkin dia terlalu lelah.

Selama ini tidur dipunggungku saat lagi bekerja, tentu saja posisi itu tidaklah nyaman.

Pak Sobirin,suami nek Inah yang berusia 62 tahun.Dengan kulit keriput dan rambut yang memutih, beliau masih saja berusaha bekerja sebagai penjual kerupuk milik tetangga untuk menafkahi istrinya.Dengan upah tak seberapa,beliau tetap sabar menjalaninya.

Anaknya?

Yaa,beliau memiliki sepasang anak yang bekerja diluar kota.Kata nek Inah, anak perempuannya sudah menikah dengan orang malaysia.

Karena ia orang yang sangat sibuk, sehingga tidak ada waktu untuk pulang ke Indonesia tempat orang tua nya,walau hanya sekedar berkunjung saja.

Bahkan untuk menghubungi Nek inah saja ia tidak pernah, hanya sekali saja saat mengatakan ia akan menikah.

Sungguh miris bukan...

Sedangkan anak Laki-lakinya merantau ke kota Bandung.Ia memang jarang pulang, namun selalu mengirim uang untuk nek Inah dan suaminya.Walau uang yang dikirimnya tidak seberapa.

Sebenarnya tanah ini uang hasil dari kiriman anak laki-laki nenek. Ia selalu mengirimkan uang kepada beliau tiap bulan. Tapi sayangnya,ia tidak pernah pulang ke kampung ini.

Terlihat raut sedih terpancar diwajah nek Inah.Aku mengusap punggung renta nek Inah untuk memberi kekuatan dan ketangguhan.

"Lima tahun lalu nenek membeli tanah ini, waktu itu harganya tidak terlalu mahal seperti sekarang."katanya mulai bicara

"Dan setahun setelah itu,Rendra anak nenek menikah dengan orang asli sana.Semenjak itu pula, ia tak lagi mengirim uang kepada kami."

Raut sedih dalam kerinduan.

Tetesan air mata itu keluar dari pelupuk mata yang sudah keriput dimakan usia.

Aku menatapnya, banyak kesedihan dan kerinduan yang tersimpan dimata itu.

Nek inah melihatku dan tersenyum.

"Nenek memang sedih dan rindu dengan anak nenek, tapi itu dulu .Sekarang,nenek bahagiaaaa...sekali karna ada yang menemani nenek dan kakek disini."ucap nenek sambil mengusap kepalaku.

"Iya nek, terima kasih karena nenek telah mengajak kami tinggal disini. Kalau tidak,aku tidak tahu bagaimana nasib kami saat ini.Nek,aku janji untuk tetap disini menemani nenek.Biar nenek dan kakek tidak sedih lagi seperti ini."jawabku mengusap air mata nenek.

"Terimakasih ya Nak, nenek senang mendegarnya"

"Oh iya nek,kita makan yuk.Perutku sudah lapar soalnya."

Aku mengajak nenek untuk makan.

Aku dan nenek masuk kedalam usia mencuci tangan dan kaki.

Nek inah berjalan menuju lemari kayu, mengambil nasi, sambal cobek plus sayur daun singkong .Nenek menaruhnya diatas alas lantai yang terbuat dari karung bekas disambung dan dijahit.Sedangkan aku pergi memanggil kakek yang sedang duduk dibelakang rumah,beliau terlihat sedang mengipas-ngipas dengan topi yang dipakainya.

"Kek ayo kita makan, masakanya udah siap."

kataku kepada kakek.

Kakek berdiri dan jalan mendahuluiku,begitupun denganku. Kami masuk kedalam dan melihat makanan yang sudah terhidang.Disana nenek dan zabi sudah duduk rapi bersiap untuk makan.

Kami makan begitu lahap,sekali-kali bercanda gurau.Sedangkan nenek sekali-kali menyuapi Zabi yang sebenarnya sudah memakan nasi campur sedikit rasa cabe.

Suasana ini begitu menyenangkan bagiku. Beginikah rasanya memiliki kedua orangtua,makan bersama walau itu apa adanya.

"Terimakasih Tuhan, engkau telah menghadirkan orang yang begitu menyayangi kami seperti orang tua kami sendiri.Walau, mereka tidak sedarah dengan kami."doaku dalam hati.

Setelah makan aku membawa piring kotor kesumur dan mencucinya.Sedangkan nenek mengalih nasi, sambal dan air minum kemeja agar tidak diganggu oleh Zabi.

Kakek duduk didepan jendela sambil menusuki giginya.Yaa,kebiasaan orang tua dulu setelah siap makan.

Keberadaan zabi yang masih kecil membuat mereka senang.

"Tanpa anak kecil, rumah ini terasa sepi."

Begitulah kata kakek saat kami mengobrol.

Hari berganti minggu.Seperti biasa, nenek mengajak kami ikut kepasar. Disana nenek mengajariku cara berjualan,sedangkan zabi, sibuk memainkan permainan anak - anak yang dibelikan kakek kemarin.

Dia begitu gembira mendapat mainan dari kakek.

Jam 8 pagi kami pulang kerumah menaiki becak. Dagangan nenek hari ini bersisa namun masih dapat sedikit untung.Cukup untuk membeli beras dan lauk.

Sampai dirumah aku memandikan Zabi dan mengganti bajunya dengan baju yang diberi tetangga.

Yaa, aku dan zabi dapat pakaian dari pemberian tetangga yang merasa iba melihat pakaian yang kami pakai sudah pada lusuh.

Selama ini,kami memang hanya memiliki baju yang sebenarnya sudah tak layak untuk dipakai.Tapi ya mau bagaimana mana lagi.Hanya itu yang kami miliki.

Mungkin karena pakaian kami seperti itu ,sehingga mengundang rasa simpati mereka untuk memberi kami pakaian.Biarpun bekas anak-anak mereka namun masih bagus dan layak untuk dipakai.

Walau begitu, aku bahagia memakai pakaian pemberian mereka.

Nenek dan kakek bahagian melihat kami bahagia.Meski mereka tak pernah memberikan kami pakaian. Tapi, dengan telah menghidupi dan menerima kami seperti ini saja, itu sudah lebih dari kata cukup.

Dengan kebaikan beliau yang telah mengajariku berjualan. Aku kini bisa membantu meringankan pekerjaan mereka, walau belum semuanya bisa.

Tapi akan aku usahakan.

Contoh saja hari ini.Aku belajar menjual sayur di pasar,dari tempat nenek jaraknya hanya berkisar empat meja saja.

Aku mencoba menawarkan daganganku kepada pembeli yang berlalu lalang. Dua tiga sayuranku mulai ditawari orang dan alhamdulillah,beberpa orang membelinya walau dengan harga yang murah.

Tapi menurutku pas untuk ikat sayur yang tak begitu besar.

Nenek memperhatikanku dan tersenyum.Aku yang melihat itu tersenyum dan mengacung jempol OK.

Hanya setengah jam saja daganganku habis terjual.Yaa..bagaimana tidak, aku hanya menjual khusus sayur saja.Jadi tidak terlalu sulit.

Aku membereskan barang dan pergi menuju lapak nenek.Aku melihat Zabi tertidur pulas dengan selimut tebal ditubuhnya.

Pagi-pagi sekali kami sudah berangkat menuju pasar,aku mangendong zabi dari belakang dengan kain panjang.Sedangkan nenek memikul sayur dan menenteng barang dagangan.Kami berjalan kepasar di subuh hari,karena udara masih segar dan membuat kaki tak mudah lelah.

Kami melakukan pekerjaan ini untuk memenuhi kebutuhan dan sesuap nasi.Pengeluaran dirumah tidak seberapa, hanya saja,kebutuhan seperti minyak tanah, beras dan cabe.

Itu sangat perlu dan kebutuhan pokok.

Rumah kami tidak memiliki lampu, hanya ada beberapa lampu corong yang berbahan minyak tanah.Untuk memasak kami memakai kayu bakar yang bisa dicari ke kebun sebelah.

Rumah kami dekat dengan perkebunan tanaman keras. Kami juga diizinkan untuk sekedar mengambil ranting kayu oleh pemiliknnya.

Jadi tidak terlalu banyak biaya yang harus dikeluarkan.

...****Hello kaka semua yang sudah singgah di novel saya,saya mohon untuk kakak kasih vote-like-komentar dan masukan.Agar authornya lebih semangat lagi.Author ucapkan Terima kasih untuk semuanya.*****...

Terpopuler

Comments

Van Official

Van Official

mntab. lanjut

2022-08-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!