Tuan andi berjalan dengan tenang, di sebelahnya gadis mungil terus memeluk kopernya. kepalanya tertutup tudung jaketnya dan rambutnya mengurai menutupi wajahnya.
mereka sampai di depan pintu kafe dan berdiri sambil mengamati hujan yang masih turun. penampilan gadis di sebelahnya tampak sangat menyedihkan. Tuan andi mendesah pelan dan menatap ke dalam kafe "apa kau lapar?" Dia bertanya sambil menatap tubuh risa yang hanya mencapai dadanya. mata gadis itu terpancang pada etalase yang memamerkan kue kue.
tubuh gadis ini kurus dan ringkih membuat tuan andi takut, jika ada angin besar dia akan terbawa. rasanya tuan andi ingin memberikan makan yang banyak agar tubuh risa sedikit lebih baik.
risa mendongkak untuk menatap tuan andi yang tinggi. matanya bersinar seperti bintang saat terkena sinar lampu jalan, ada kepolosan di matanya dan senyuman kecil di bibirnya, membuatnya tampak seperti gadis kecil yang tersesat di jalanan "aku hanya haus," dia menjawab pelan. suaranya jernih dalam hembusan angin yang dingin.
seorang pelanggan keluar dari dalam Cafe, dia terkejut melihat risa dan buru buru memalingkan wajahnya, dia ketakutan bahwa dengan melihat wajah buruk itu hidupnya akan menjadi sial. dia bergegas pergi dengan tubuh bergidik jijik.
tatapan mata risa menjadi redup. bibirnya yang rusak melengkung ke bawah dan hatinya tiba tiba terasa dingin. dia menatap tetesan hujan dengan kosong. bahunya merosot ke bawah dan memeluk koper di dalam bajunya dengan erat.
matanya berkabut dan tetesan hujan membawa kenangan yang lalu kembali ke permukaan. ini masih segar dan membekas di pikirannya. hatinya seperti di remas dengan kejam.
"Lihat wajahnya yang menjijikan itu"
"aku ingin muntah saat melihat wajahnya"
"sial! bisakah kau pergi mengganggu pemandangan saja!"
"menjijikan, jangan tunjukkan wajah burukmu itu,"
kata kata kutukan itu bergema di telinganya, tangannya mencengkram koper di pelukannya dengan sekuat tenaga. membuat buku buku tangannya memutih karena kerasnya cengkraman tangannya.
bibir tuan andi menjadi kaku dia menatap risa dan bertanya tanya di dalam hatinya sendiri, kenapa dia begitu gelisah dan merana saat melihat sosoknya yang menyedihkan. perasaannya di penuhi rasa bersalah dan simpati. padahal gadis ini meskipun berwajah cacat tapi dia tidak menampilkan wajah sedih. darimana perasan ini? wajahnya dengan tenang menatap tetesan air hujan. tubuhnya juga tidak tampak kedinginan karena berbalut jaket yang tebal. Tuan andi sekali lagi menyapu pandangan matanya menatap risa dengan lebih dalam. perasaan apa ini? kenapa rasanya dia ingin menggenggam tangan gadis ini dan memberitahukan bahwa semuanya akan baik baik saja "tunggu disini" dia berbalik dan kembali masuk ke dalam Cafe untuk membelikam kue untuk Risa.
risa masih menatap punggung tuan andi dan merasa tidak ada gunanya dia menunggu pria itu. Dia mengeratkan mantelnya dan segera berjalan. langkahnya awalnya pelan tapi semakin lama itu berubah menjadi lari lari kecil. risa menatap jalan di depannya yang di penuhi cahaya. udara dingin dan rintik air hujan menghantam wajahnya. dia menghentikan langkah kakinya, lalu menatap langit malam yang gelap. dia berjongkok lalu kembali menatap langit yang masih sama gelapnya suara angin berderu di telinganya dan rintik air hujan masih menetes di atas wajahnya.
ini berakhir sampai disini. semua penderitaan ini akan dia akhiri sampai disini. tapi ini juga menjadi jalan buntu untuknya. jalan yang di ambilnya, membuatnya Tidak akan pernah ada jalan untuk kembali. mulai saat ini da hanya bisa berlari dan terus berlari. risa menjernihkan matanya yang berkabut. tanpa bisa melihat ke belakang lagi.
ibu maafkan aku.
risa menatap dengan sedih saat melihat seorang wanita yang tertidur di atas ranjang pasien. wanita itu belom terlalu tua tapi karena setalah bertahun tahun hanya tidur di ranjang pasien. tubuhnya menjadi lemah dan kuyu. Risa tidak berani mendekati ranjang pasien. dia takut saat melihat wajah itu dia akan merasakan perasaan ragu. dan semua yang telah di rencanakannya akan berantakan.
risa menatap napas ibunya yang damai. orang yang melihat ibunya akan berpikir bahwa ibunya saat ini sedang tidur panjang. tapi tidur panjang ibunya adalah mimpi buruk bagi risa......
ibu teruslah seperti ini. beristirahat dengan tenang. bangunlah saat semuanya sudah selesai agar kamu tidak tahu bahwa anakmu telah mengotori tangannya untuk membalaskan dendam hidupnya.
dengan hembusan napas yang berat, dia berbalik dan pergi dari depan ruangan ibunya. dia tidak berbalik untuk melihat ibunya lagi. karena dia tahu sudah tidak ada jalan untuk kembali.
tuan andi menatap kantong roti dan teh hangat di tangannya dengan bingung. dia mencari cari risa tapi tidak menemukannya, akhirnya dia hanya bisa kembali ke ruangan mahesa dan membawa minuman dan makanan yang telah di belinya.
"kenapa lama sekali?" Mahesa bertanya
Tuan andi meliriknya, mahesa sedang duduk santai dan menikmati secangkir teh dengan tenang dan menatap hujan. dia tampak seperti tuan muda pemalas yang sedang menikmati cuaca buruk dengan secangkir teh. bibir tuan andi kembali kaku saat mengingat perasaan yang terjadi di depan Cafe dia ingin bertanya kepada mahesa tapi dia merasa itu akan memalukan. yang bisa dia lakukan hanya meremas kantong makanan di tangannya, menunjukan rasa frustasi di hatinya.
"ada apa denganmu?" Mahesa menatap bingung Tuan andi. yang tampak seperti kehilangan jiwanya.
Tuan andi menarik napasnya sebelum bertanya dengan bingung "apa kau, tidak merasa malam ini terlalu melankolis?"
mahesa menatap tuan andi dengan aneh, dia tidak mengerti maksud pertanyaan tuan andi yang di luar dugaanya, dia merenung dan melihat kue yang di remas Tuan andi. matanya bersinar ada pemahaman dalam tatapannya "apa gadis itu melakukan hal aneh di depan tadi?" mahesa bertanya malas. pikirannya mengarah pada risa yang telah membuat Tuan andi, tampak aneh. hanya gadis itu yang berinteraksi dengannya.
Tuan andi, mendesah dan meletakan kue kue di tanganya dengan ekpresi marah yang dia sendiri tidak tahu apa penyebabnya "Aku tidak tahu kenapa, tapi gadis ini terus mengeluarkan suasana aneh, dia tampak menyedihkan tapi aku sendiri tidak tahu apa penyebabnya. kau harus melihat tadi saat dia berdiri di depan Cafe. aku sempat berpikir dia tampaknya ingin bunuh diri" suara tuan andi terdengar sedikit liar.
ketika kata kata di ucapkan ekpresi mahesa menjadi serius dia menatap pada jendela dan tampak merenung "ku pikir hanya aku yang merasakannya?" Dia berguman
Tuan andi langsung menatap mahesa dan berkata "kau, merasakannya juga?" Dia bertanya ragu ragu . Mata tuan andi memperhatikan wajah mahesa dengan lebih seksama ada perasaan dingin di hatinya. saat melihat senyuman mahesa. mata mahesa menyorot tajam pada pemandangan di luar ruangan.
Mahesa mengangguk dan meneguk tehnya dengan wajah tanpa ekpresi "gadis ini tidak sesederhana yang terlihat" mahesa mengungkapkan pikirannya "aku menduga bahwa dia memiliki identitas lain" dia berkomentar dengan tajam.
"maksudmu?" Tuan andi menatap mahesa dengan mata terkejut.
mahesa menatap cangkir teh di depannya yang semakin dingin. penampilan gadis ini terlihat begitu menyedihkan membuat mahesa tidak terlalu waspada, dia tidak terlalu memikirkan darimana gadis ini menemukn informasi yang bisa di jualnya dan selalu berpikir bahwa yang di katakannya adalah fakat. tapi semakin mahesa memikirkan informasi yang di katakan risa. hati mahesa menjadi dingin. ini benar benar bukan fakta yang baik-baik "tidakkah kau merasa aneh dengan semua informasi yang di kataknnya?" tangannya memutar mutar cangkir di depannya dengan wajahbdingin. senyum kejam hadir di bibirnya. membuat tampilannya berubah dari tuan muda malas menjadi pria tampan yang arogan "kita telah meremehkannya dan terjatuh dalam skema yang di buatnya, kita telah di tipu mentah mentah olehnya"
Tuan andi mengangguk setuju "apa dia mata mata lawan" dia berbicara dengan dingin. matanya kembali membayangkan sosok risa dan merasa rasa simpatinya hilang untuk gadis itu, bisa bisanya dia di bodohi dengan tampilan anak kecil itu.
orang seperti ini tidak akan masuk dalam kelompok lumpur milik wanita itu. jadi mahesa dengan yakin mengatakan bahwa risa bukan dari pihak lawan. dan juga informasi yang di jualnya adalah informasi selly, rahasia ini telah tertutup rapat dan mahesa sendiri yakin dia tidak akan bisa menemukannya. Rahasia ini adalah kunci pintu dari sarang selly. yang bisa membuka semua kebusukannya.
mahesa menggelengkan kepalanya, tangannya masih memutar cangkir di depannya. tapi tatapan matanya berubah jauh ke depan "dia bukan berasal dari mereka. gadis ini terlalu licin dan mereka tidak akan menempatkan mata mata secara langsung di depan wajahku" mahesa menggeram ganas. kekejian hadir di wajahnya. matanya menatap ampas teh di dalam cangkir.
"kita bisa bertanya pada Tenggara, bukankah dia bilang mengenalnya" tuan andi mengingat kembali kata kata risa
Mahesa tidak setuju dengan saran tuan andi. tangannya meletakan cangkir di tangannya dengan kasar, lalu dia bergerak bangun dan berdiri di depan jendela. kata kata tuan andi sama sekali tidak berguna. jika mereka saja bisa di tipu gadis itu dengan mudah, maka tenggara bisa di tanganinya dengan menutup mata. dan juga mahesa merasa kata kata gadis itu sebenernya sedikit tulus. dia menjual informasi berharga untuk mahesa dan dia meminta uang sebagai imbalannya. ini adalah motif yang jelas dan dia merasa itu masuk akal dengan kondisi risa saat ini. uang adalah sesuatu yang di butuhkannya saat ini.
"Tenggara. tidak akan mengetahuinya"
"tapi bukankah dia mengatakan tuan tenggara pernah membantunya" Tuan andi berseru bingung
mahesa melirik tuan andi dengan tegang "dengan kelicikannya, aku takut bahwa Tenggara juga telah ditipu seperti kita"
Tuan andi menatap mahesa dengan serius, mahesa mengabaikan tatapan itu dan kembali berkata "dia mungkin saja menggunakan identitas yang lain saat berkomunikasi dengan tenggara. dan akan sia sia bagi kita untuk mencarinya"
"Lalu apa kita akan melepaskannya?" Tuan andi bertanya dengan kesal, dia rasanya ingin mencubit risa saat ini atau memarahinya dan membuat gadis itu menangis keras.
mahesa mendongkak lalu menatap tuan andi dengan malas, "biarkan saja, jika apa yang di katakanya benar, dia tidak akan muncul di hadapan kita lagi"
"jika dia muncul?" Tuan andi bertanya dengan wajah keruh.
mahesa melirk tuan andi dingin ada senyuman keji samar di bibirnya, membuat tampilan mahesa sedikit liar tapi itu membuatnya semakin menarik. matanya bersinar seperti mutiara hitam mahal "maka kita harus memanfaatkannya, uang yang ku berikan bukan di gunakan untuk menipuku" kata katanya seperti angin di musim dingin, tenang Tapi menusuk.
3 bulan kemudian,
bau alkohol dan obat mendominasi di udara cahaya matahari menerobos dari jendela yang lebar, hari ini masih masuk dalam musim panas. cuaca sudah panas di waktu pagi hari.
perawat itu mendorong jendela untuk memghalau sinar matahari pada pasien di depannya, dia tersenyum lembut sebelum berkata dengan hangat "sebentar lagi perbannya bisa di buka"
dia memandang gadis kurus di depannya, dia mendesah pelan saat melihat anggukan kepalanya, sudah dua bulan lebih pasien ini datang untuk mengoperasi wajahnya yang cacat, tapi tidak ada yang datang menjenguknya. dia masih muda usianya mungkin baru awal dua puluhan tapi kenapa dia sendirian. apakah semua saudaranya meninggal karena kebakaran yang merusak wajahnya. jika demikian tidak heran dia menjadi sangat tertutup.
"Apa kau mau melihat matahari?" perawat itu masih bertanya dengan ramah, tangannya kembali mendorong gorden di tangannya.
gadis itu menggeleng pelan "suster bisa pergi, aku sendiri tidak apa apa"
suster itu menganguk patuh, dan pergi dari ruangan. setelah suster pergi gadis itu segera bangun dan membuka buku di bawah bantalnya, dia membaca buku itu dengan serius dan penuh perhatian tidak membiarkan satu huruf pun terlewat oleh matanya.
Tulisan di dalam buku mengingatkan semuanya, akan penderitaan yang telah di laluinya. kenangan samar samar kembali segar di pikirannya.
bibirnya tersenyum dingin saat melihat sebuah foto yang tampak harmonis, dia merapatkan bibirnya dan jari jarinya menyentuh wajah wajah di dalam foto. bisakah dia kembali? tapi jika dia kembali, dia tidak akan bisa membalas semua perbuatan mereka.
riaa bergerak menatap jendela, rumput rumput luas dengan cahaya matahari hangat membuat matanya terasa berkabut. tangannya terkepal, dia tidak akan kembali karena dia ingin bebas.
risa melirik kembali menatap foto di dalam buku, senyumnya merekah tapi matanya begitu dingin. sudah saatnya dia menggigit anjing anjing. agar mereka sadar langit itu masih luas.
penderitaan, penghinaan, perbuatan buruk mereka di masa lalu adalah hutang yang harus mereka bayar sekarang. mereka harus mendapatkan pembalasannya. gigi di ganti gigi, mata di ganti mata.
pria itu berdiri dengan malas, bersandar pada meja di depan jendela, tangannya membolak balik kertas di depannya. matanya tampak tenang dan bibirnya terkatup dengan sempurna. tubuhnya yang tinggi bermandikan cahaya matahari yang hangat membuat dia terlihat sangat bersinar. wajahnya yang tampan begitu tenang dan hangat, sepasang matanya yang seperti mutiara hitam yang langka bersinar mengeluarkan cahaya.
pria muda yang hadir di depannya berdiri dengan patuh tidak membuat suara ataupun gerakan apapun. mereka berdiri dengan tenang tapi tidak berani menatap pria muda yang bermandikan cahaya.
ketenangan ini sebenarnya terasa menyiksa. jantung semua orang berdebar debar, tapi merek hanya bisa menunggu. tidak ada yang berani mengusik pemuda tenang di depannya. mereka mengenal dengan jelas seperti apa pria di depannya. dia adalah singa muda yang buas. Dia adalah mahesa bhaskara.
"galih"
pria yang di panggil galih maju dengan kepala tertunduk tidak berani mengangkat kepalanya sedikitpun "Tuan, nyonya bhaskara, sudah mengundang tuan handika" suaranya penuh keluhan
mahesa mengangguk dan masih menatap kertasnya, kata katanya tajam dan terdapat sedikit nada ejekan "cepat sekali dia datang"
tidak ada yang berani menjawab kata kata mahesa. mereka hanya bisa saling melirik penuh arti.
"tuan" galih berbicara ragu ragu. keringat hadir di punggungnya saat melihat mata mahesa yang begitu bersinar "Tuan handika, sudah memesan tiket ke kalimantan"
mata mahesa menatap semua orang yang hadir dan mengerutkan keningnya "kapan rencananya?" Dia bertanya rendah
"seminggu yang lalu" galih merunduk tidak berani menatap mehesa, tangannya berkeringat dingin.
mahesa memiringkan kepalanya lalu menatap ke arah jendela luar, dia menghempaskan kertas di tangannya, membuat hati semua orang berdebar debar karena cemas. galih yang mendapatkan tugas mengawasi tuan handika hanya bisa menunduk pasrah akan nasibnya, dia benar benar lengah "dia sudah memesan tiket itu selama seminggu yang lalu dan kalian baru melaporkanya sekarang?" Suara mahesa begitu tenang tapi nadanya begitu dingin,
semua orang merunduk tidak berani menjawab, mereka takut jika mereka menjawab akan semakin memprovokasi mahesa,
Tuan andi yang melihat itu mendesah pelan, mahesa mungkin masih muda tapi kekejamannya sungguh luar biasa. orang orang yang tidak mengenalnya akan berpikir bahwa mahesa adalah tuan muda sombong dan pembuat onar. dia lahir dalam keluarga yang berkuasa dan memiliki kekayaan berlimpah membuatnya menjadi pribadi sombong dan arogan, tapi bagi orang orang yang mengenalnya mereka tidak akan pernah berani menggertak singa muda ini. dia akan langsung menggigit dan mencabik cabik siapapun yang menghalangi jalannya.
pria di sebelah galih mendesah pelan dia maju sedikit dan berbicara dengan rendah "Tuan, yang memesan perjalanan kali ini tuan mahendra, jadi kami tidak bisa melacaknya" dia memberikan alasan. galih menatap temannya lalu mendesah lega, meski masih merasa cemas.
bibir mahesa berkedut, matanya bersinar seperti mutiara hitam yang langka dia melirik tuan andi yang masih diam lalu mendengus dengan dingin "Sejak kapan mereka berdua menjadi dekat?" Dia bertanya tajam.
"mereka bertemu pada acara pemakaman anak pertama tuan adiguna" Tuan andi menjawab dengan tegas
mahesa terdiam sebentar, seperti mencoba memikirkan sesuatu "apa hubungan handika dengan anak pertama adiguna?" adiguna adalah pemilik firma group dan handika adalah adalah pemilik legas, firma dan legas bukan rekan kerja. ini terdengar sangat mustahil.
"bukan handika yang bertemu, tapi anaknya" Tuan andi menjawab dengan sabar
semua orang yang hadir menatapku kagum dan kasihan pada Tuan andi, seberapa sering tuan andi melihat dan menerima kekejaman mahesa hingga dia sudah tidak terpengaruh lagi
"gadis itu?" keningnya berkerut tidak memahami kondisinya
"mereka bersekolah bersama, wajar baginya untuk ikut dalam pemakaman, dan juga tuan mahendra datang sebagai perwakilan king group untuk berbela sungkawa" Tuan andi menjelaskan.
"apa mereka sering bertemu?" tubuh mahesa bermandikan cahaya hangat, tapi matanya begitu dingin membuat semua orang berkeringat di bawah tatapan tajamnya.
"kami tidak mengetahui seberapa sering mereka bertemu"
mahesa merileksan wajahnya dan tersenyum dengan tenang, matanya menari narikan cahaya "retas handphonenya, aku ingin laporannya besok pagi sudah ada di mejaku"
galih dan pria di sebelahnya ali, langsung mendesah pelan. mereka berdua saling berpandangan dan mengetahui bahwa mereka berdua akan menderita malam ini, tapi itu lebih baik daripada mahesa memberikan hukuman yang biasa di berikannya akibat kelalaiannya "baik tuan" galih dan Ali menjawab kompak
"semua boleh pergi" mahesa melambaikan tangannya, meminta semua anak buah meninggalkannya. suasana menjadi agak kacau. jika mahendra terlibat ini akan semakin rumit. dia pasti sudah menyiapkan jebakan yang lainnya.
semua orang mengangguk kompak dan segera pergi dari ruangan. Tuan andi yang sejak tadi memeriksa berkas menatap mahesa yang masih menatap jendela dengan serius. tubuh pria itu terkena cahaya matahari membuatnya tampak mempesona. matanya liar seperti sedang mengawasi mangsa dan ada senyuman keji yang muncul di wajahnya.
"sangat di sayangkan gadis itu mati muda"
seorang pria datang dan berbicara dengan wajah penuh penyesalan dia mengambil tempat di sebelah tuan andi. Matanya menatap mahesa yang tampak tidak perduli, ekpresinya di buat serius tapi matanya begitu cerah membuat penampilannya terlihat seperti tuan muda sombong tapi manja.
mahes melirik tuan andi dengan bibir lurus kaku "suruh Adrian datang" mahesa memberi perintah, mengabaikan gosip yang di bawa temannya.
Tuan andi menyambar handphonenya, sementara pria yang baru datang kini sibuk dengan handphonenya dia tidak peduli dengan apapun lagi dan tenggelam dalam handphonenya.
"bukankah kau mengenal marisa?" Pria itu menatap mahesa penuh antusias
mahesa meliriknya sebelum berbicara dengan enggan "kenapa kau membicarakannya?"
"ku dengar dia sangat cantik dan pintar. tapi agak sedikit dingin"
kepala mahesa merunduk sebelum menatap wajah bagas, atau temannya yang berbicara sejak tadi "dia memang cantik dan pintar" mahesa menjawab dengan ringan. tapi untuk kata kata dingin marisa tidak dingin dia ramah dan baik. mahesa baru pertama kali mendengar orang menyebut marisa dingin.
bagas mendesah penuh drama sebelum berkata "gadis yang mati satunya lagi juga cantik dan pintar, tapi ku dengar dia lebih lembut dan baik hati. tidak seperti marisa yang dingin"
"Siapa yang berkata marisa dingin?" mahesa bertanya basa basi.
"mahen dan seno, seno dulu satu sekolah dengannya dan di mengenal marisa"
mahesa meluruskan wajahnya lalu menarik pulpennya, dia tiba tiba sadar kenapa dia harus ikut bergosip dengan bagas. membuang waktu "kapan kau bertemu mereka?"
"tadi pagi, di cafetaria kakak. okh ku dengar dari kakak ipar kau akan menikah"
Tuan andi yang sejak tadi diam menatap pada bagas dengan bingung. siapa yang di ajak bagas bicara hingga mendapat gosip aneh seperti itu "Siapa yang kau ajak bicara?" Tuan andi bertanya mewakili mahesa
bagas memiringkan kepala pada satu sisi dan menatap mahesa dengan terkejut "kakak ipar berbicara dengan ibu, dia berkata bahwa gadis itu cukup cantik dan dia berasal dari golongan seperti kita"
Tuan andi menatap mahesa dengan was was, melihat tatapan dingin mahesa tuan andi tahu bahwa mahesa sudah sangat marah
"benar benar omong kosong yang tidak berguna" mahesa menggeram kasar. pulpen di tangan patah menjadi dua
Bagas yang melihatnya menciut tanpa sadar
"mereka semakin menjadi kurang ajar" mahesa berkata dengan dingin. cahaya matanya bersinar dengan niat membunuh yang jelas
"ambil alih legas," mahesa berkata pada tuan andi
Tuan andi menarik napasnya "ini masih dini, legas belom kita kuasai" Tuan andi memberikan saran dengan ragu
maheda melirik tuan andi dingin "Lalu aku harus membiarkan mereka?" mahesa bertanya dengan tajam
Tuan andi menarik lehernya "sebentar lagi, tunggu tuan kencana berhasil memeriksa semuanya. kita tidak bisa mengambil alih sekarang. legas adalah sarang bandit. jika kita mengambil legas dan Bandit itu masih ada. semuanya akan sia sia"
mahesa melirik tuan andi dengan wajah niat menyerang "suruh Bima pergi ke legas, selamatkan yang menguntungkan dan singkirkan bandit bandit itu"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments