Tempat itu lebih cocok disebut kuburan dari pada rumah. Angker karena penuh amarah dari Titin dan juga Lani yang masih tidak terima perlakuan ibunda Dika.
Malam ini, Dika meminta semua anggota keluarga untuk berkumpul di ruang tengah. Lagi-lagi dia ingin memantapkan niatnya untuk menikahi Lani.
"Untuk apa lagi kau bicarakan? Toh, seperti yang kau katakan, walau ibu tidak setujui, kau akan tetap menikahi Wanita jala*ng ini, kan?" hardik Titin menarik tegak dagunya dan membuang muka ke arah lain. Tidak sudi melihat wajah Lani.
"Jaga lisan ibu, ya. Aku ini wanita baik-baik!" sambar Lani menggebrak meja. Saat ini dia merasa posisinya di atas awan karena Dika sudah mengatakan niatnya untuk segera menikahi dirinya.
"Dasar perempuan sun*dal! Kau lihat Dika, belum jadi istrimu saja dia sudah berani bersikap tidak sopan. Lebih baik ibu pulang hari ini juga. Tidak sudi melihat kau memelihara manusia laknat itu!" umpat Titin semakin marah.
Ubun-ubunnya sudah memanas, mungkin kalau di film-film kartun, akan tampak asap yang keluar dari atas kepala.
"Ibu, aku mohon. Aku memerlukan restu ibu. Ada tidak adanya restu dari ibu, aku akan tetap menikahi Lani, tapi jika ibu memberi restu, maka itu akan sangat membahagiakan diriku, Bu." Dika sudah bangkit, sujud di kaki ibunya, dan menciumi tiap jengkal kaki wanita yang sudah dia sakiti hatinya.
Titin diam. Hatinya pedih melihat kegigihan Dika yang ingin menikahi Lani. Dika anak kebanggaannya, jika tidak merestui pun, anaknya akan tetap menuntun apa kata hatinya. Tapi untuk merestui mereka, hati Titin sangat sakit.
"Lani, kemari. Aku memang mencintaimu, tapi perlu kau ingat, omongan ibu dan restu ibu sangat penting bagiku. Sini, sujud memohon pada ibu."
Entah terbuat dari apa hati manusia itu. Dika begitu tenangnya mengatakan kalau dirinya mencintai Lani di depan Raya, tanpa memikirkan perasaannya sedikit pun. Raya hanya bisa meremas sisi dasternya, geram, marah dan kesal, semua bercampur menjadi satu. Muak, ingin sekali segera pergi dari rumah ini, meninggalkan segala kenangan pahit yang melukai hatinya.
Sekilas Titin melirik ke arah Lani. Wanita itu menyentuh kakinya walau dia tahu semua itu sandiwara, dia terpaksa mengikuti perintah Dika, hanya untuk melancarkan niatnya. Titin yakin, wanita itu tidak benar-benar mencintai Dika, dia hanya silau oleh harta dan uang Dika.
Siapa yang tidak mengenal Rahayu dan Lani. Janda itu memelihara anaknya dari uang haram, hasil menjadi simpanan suami orang dan juga menjajakan tubuhnya, tidak heran jika Lani mempunyai sifat jala*ng seperti ibunya.
Sejenak Titin berpikir, untuk membuka niat jahat Lani. Titin menatap Dika dan Lani bergantian untuk sekali lagi, lalu menarik nafas panjang dan membuangnya. "Baiklah, ibu akan menyetujui pernikahan kalian...."
Dika dan Lani serentak mengangkat wajahnya, sinar binar terpancar di mata keduanya. Sementara Raya, jantungnya hampir copot, jatuh hingga ke dasar lantai.
Tega sekali ibu mertuanya mengizinkan anaknya untuk menikah lagi. Hari wanita begitu rapuh. Walau sudah dikhianati, jujur do lubuk hati Raya yang terdalam, dia masih berharap ada satu mukjizat, kalau Dika tersadar dan membatalkan niatnya untuk menikah lagi. Nyatanya, semua harapannya semakin menjauh. Baiklah, ini hanya akan bertahan enam bulan saja, dia akan minta cerai!
"Ray, jangan nangis," ucap Dika yang kini sudah duduk di samping wanita itu. Aku janji akan bersikap adil pada kalian berdua.
Ingin rasanya Raya menarik tangannya dari genggaman Dika. Jijik! Tapi dia tidak berdaya. Justru dia ingin dipeluk oleh pria itu. Entah bawaan bayi, dia ingin dimanja dan disayang oleh suaminya.
"Ibu memang mengizinkan kalian menikah. Tapi ibu punya syarat."
Lani menatap kesal ke arah Titin, dia tahu tidak mungkin wanita tua itu dengan mudahnya melepaskannya. Dan benar tebakannya, ada syarat dibalik kemurahan hatinya.
"Syarat apa, Bu?" Dika mewakili rasa penasaran Lani dan juga Raya.
"Pertama, sebelum menikah, ibu ingin lihat apa kau bisa bersikap adil dalam bersikap, tentu saja kau belum boleh tidur dengannya!"
"Baik, Bu," sahut Dika tegas dan penuh semangat. Gerbang keberhasilan sudah terbuka lebar.
"Kedua, ibu mau, dia...".ucap Titin sambil menunjuk ke arah Lani, sungguh tidak sudi menyebutkan nama wanita itu. "Harus melayani Raya yang sedang hamil, dan patuh terhadap perintah Raya selaku istri tua," ucap Titin ingin melihat reaksi Lani. Dan tahu, wanita itu pasti menolak. Tidak setuju menjadi budak Raya.
Namun, kali ini Titin salah. Lani mengangguk lemah. Dia menyanggupi syarat Titin. Tidak penting jika dia harus jadi babu, dia akan anggap ini masa training, nanti setelah sah menikah dengan Dika, dia akan menindas bahkan mengusir Raya dan juga anaknya di sini.
"Lihat saja, kalian boleh menghina dan juga menjadikanku babu, tapi nanti, suatu hari nanti, kalian akan mengemis belas kasihku sembari mencium kakiku," batinnya tertawa puas.
"Ketiga, dan syarat yang paling utama. Harta mu saat ini, harus dibuatkan ahli waris atas nama anak yang dikandung Raya. Sama halnya saat kau menikah dengan Raya, kalian jatuh bangun bersama, memulai dari nol, maka ibu minta semua harta ini harus atas nama calon anakmu. Setelah menikah dengan Lani, apa yang kau hasilkan baru boleh kau bagi dengannya. Bagaimana? kau sanggup?" tanyanya pada Lani yang pucat seketika. Tentu saja dia tidak mungkin bisa menerima hal ini.
Dika memang tampan dan bersinar, namun cahaya yang membuatnya tampak menawan adalah harta dan juga uangnya. Tapi kalaupun menolak, Lani bisa apa? tidak jadi menikah dengan Dika, dia akan jadi gembel di luar sana. Bahkan bisa jadi hanya untuk mengisi perut dia harus jual diri.
"Ah, nikah aja dulu. Toh, anaknya masih dalam kandungan ini. Nanti sedikit demi sedikit, aku bisa kuras, minta beli ini dan itu. Amanlah itu, yang penting wewek gombel ini bisa diam dan setuju kami menikah," batinnya berperang.
"Lan, gimana? kau sanggup, kan?" ucap Dika menatap wajah Lani. Senyum kaku muncul di bibir Lani, sembari menganggukkan kepala.
***
Satu Minggu lagi, acara nikah siri itu digelar. Raya tidak lagi berkomentar apa pun. Dia bersikap sangat biasa, tidak ada menunjukkan penolakan agar tidak siapa pun curiga.
Begitu pun Lani, menyempurnakan sandiwaranya menjadi calon madu yang baik. Dia membantu Raya mengerjakan urusan rumah tangga yang dulu ogah dia kerjakan.
Bagaimana pun perlakuannya pada Raya, hari kecil Raya mengatakan semua itu palsu. "Mau kemana?" tanya Dika yang melihat Raya menapaki lantai kamar.
"Sebentar, Mas. Mau ke ruang makan, tadi aku buat susu, tapi karena panas aku letak di meja makan," ucap Raya mengelus-elus perutnya.
"Sudah, kau rebahan saja. Mas yang ambil." Dika sudah berlalu, tidak sampai lima menit kemudian, kembali dengan gelas berisi susu di tangannya. "Nih..."
Satu kali tegukan Raya menghabiskan isi gelas itu, dan sembari menyerahkan gelasnya pada Dika. "Ayo, kita tidur," ucap Dika menarik tubuh Raya berbaring di dadanya.
Malam larut, dan hujan pun turun dengan deras. Putaran yang terasa dari dalam perut Raya menyentak, membuatnya terbangun, dah merintih kesakitan. Dia melirik ke samping, Dika tertidur dengan pulas.
Dia mencoba meraih air putih di nakas dekat tempat tidur, tapi jemarinya masih tidak bisa menjangkau. "Mas... Mas Dika...." rintihnya menahan sakit. Keringat mengucur deras di kening hingga lehernya. Panas dan terasa melilit yang sangat menyakitkan terasa di perut, sakit yang belum pernah dia rasakan.
"Mas Dika... bangun..."
***
Waduh, Raya kenapa, ya? Hai, makasih udah mampir, jangan lupa dukung aku, biar semangat. Kalau banyak kasih hadiah, aku crazy up. Oh iya, mampir di karya teman, siapa tau suka
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
juendidi
rika diracun si thorrr wkwkwk
2023-07-26
0
Siti Aisyah
waah kayak nya raya di racun sama si lani ..biar keguguran..dugaan ku di dlm susu itu dicampur nya
2023-02-11
0
Partini Maesa
rayq keguguran diksh obat sama lano
2023-02-01
0