"Ibu kemari?" Raya buru-buru mengambil tas yang tengah dijinjing oleh Bu Titin, mertuanya. Mencium punggung tangan wanita itu dengan penuh hormat.
"Memangnya ibu tidak bisa datang ke rumah ini? rumah anak ibu sendiri?" hardiknya melangkah masuk.
"Bukan begitu maksud aku, Bu. Tentu saja aku senang ibu bisa datang kemari. Aku hanya kaget karena ibu tidak kasih kabar. Kalau gak kami kan bisa jemput ibu ke terminal," Raya mengikuti langkah Titin masuk ke dalam rumah. Memilih kursi yang menghadap ke arah pintu keluar, dan duduk dengan nyaman.
"Dika mana?"
"Mas Dika di kamar, Bu. Sebentar aku bangunkan, ya, Bu."
"Jam segini masih tidur? matahari sudah ada di atas kepala. Walau hari libur, jangan dibiasakan untuk bangun siang. Gak bagus!"
Raya hanya mengangguk hormat, lalu permisi ke dalam kamar. "Mas, bangun. Ada ibu di depan." Raya menggoyangkan tubuh Dika, hingga berhasil membuat pria itu membuka matanya.
"Ibu datang, ayo temui di depan," ulang Raya. Kini Dika yang terkejut tampak bangun, terduduk di ranjang.
"I- ibu? datang? di sini?" tanyanya pucat. Raya hanya mengangguk tanpa beban. Dia bisa menebak apa yang membuat suaminya tampak khawatir. Tapi maaf, Raya tidak peduli dan tidak ingin menolong.
Hanya dengan mencuci wajahnya, Dika menemui ibunya yang kini ada di ruang tamu, sementara Raya bergegas membuat teh hangat untuk mertuanya.
"Mana dia?" tanya Titin menerima teh hangat dari tangan Raya. Dia memang ingin minum air hangat. Perutnya kembung setelah semalaman berada di bus menuju kota Jakarta ini.
"Lagi ke kamar mandi sebentar, Bu. Aku siapkan makanan? ibu pasti sudah lapar?" tawar Raya ramah.
"Nanti saja. Kau duduk dulu, ada yang mau ini sampaikan pada kalian. Terlebih padamu."
Raya kembali duduk di samping Titin. Dia selalu berusaha mendekatkan diri pada mertuanya, meskipun dia tahu Titin tidak terlalu menyukainya sebagai menantu.
Sentuhan tangan Titin yang lembut di tangan Raya membuat gadis itu tersentak. "Kenapa kau tidak mengabari ibu kalau saat ini kau sedang mengandung? kalau tidak bapakmu yang memberitahukan pada ibu, sampai bayi ini lahir, ibu pasti tidak akan tahu," ucap Titin masih dengan suara tegasnya, mengusap permukaan perut Raya lembut.
Raya hampir menangis terharu. Dia sudah tidak memiliki ibu lagi, perhatian dari Titin begitu menggetarkan hatinya.
"Maafkan aku, Bu," sahutnya dengan nada bergetar.
"Bodoh! Kenapa kau menangis? hapus air matamu. Ingat, selama hamil, jangan jadi ibu yang cengeng, nanti anakmu jadi cengeng. Ibu gak mau cucu ibu jadi anak yang cengeng."
Mendengar perkataan Titin, Raya semakin terenyuh, hingga tangisnya pecah. Titin merangkul pundak Raya yang bergetar akibat tangisnya.
Dika yang tiba dan melihat pemandangan itu, berubah khawatir. Dia takut kalau Raya menangis karena bentakan dan amarah ibunya.
"Ibu..." Dika mendekat dan mencium punggung tangan ibunya. "Raya kenapa nangis, Bu?"
"Kau ini! Apa kau pikir ibu yang membuatnya menangis? ibu tidak memarahinya. Harusnya kau yang ibu marahi. Kenapa kalian menyembunyikan perihal kehamilan Raya dari ibu?"
Wajah Dika berubah santai. Dia lega, tangis Raya bukan karena amarah ibunya. "Maaf, Bu. Karena sibuk jadi lupa ngabarin ibu. Tapi kok ibu udah tahu sekarang?"
"Mertuamu yang kasih tahu ibu, makanya ibu datang."
Mertua? kapan Mertuanya menghubungi Raya? kenapa istrinya tidak cerita padanya. Apakah istrinya sudah mengatakan semuanya pada ayahnya? Apakah niatnya menikahi Lani juga sudah diberitahukan Raya pada ayahnya?
Lani? tiba-tiba tubuh Dika menegang. Dia lupa kalau Lani saat ini tinggal di rumah ini bersama mereka. Bagaimana kalau ibunya tahu Lani ada di sini? bahkan semakin parah jika ibunya tahu kalau dia berhubungan dan akan menikah dengan Lani. Bagaimana ini?
Nasib sial mulai mengikuti Dika. Baru ada dalam pikirannya, Lani muncul dengan rambut acak-acakan, dan mulut menguap, tepat saat Titin melayangkan pandangan padanya. Tatap tajam Titin pada Lani tentu saja menjelaskan rasa tidak suka nya pada gadis itu. "Sedang apa dia di sini?"
"Bu..." Dika bangkit dan duduk di samping Titin. Wanita yang kini diapit anak mantunya itu masih menatap tajam pada Lani yang kini wajahnya tampak pias, seolah rohnya sudah lepas dari tubuhnya.
Ini yang dia takutkan dan alasan ingin memaksa Dika segera menikahinya. Jangan sampai ibu Dika datang ke rumah ini sebelum dia sah menjadi istri Dika. Bisa-bisanya rencananya hancur seketika, seperti sekarang ini.
"Lani di sini karena ingin mencari pekerjaan. Kebetulan kita butuh karyawan di laundry, jadi Raya meminta izin untuk memperkerjakan Lani di sana," terang Dika sebelum amarah Titin naik.
"Raya, apa kau sudah gila membawa masuk wanita seperti ini ke dalam rumah tanggamu? kau sadar wanita seperti apa ibunya? kau tahu kenapa dia dan ibunya sampai di usir dari kampung?" kali ini Titin benar-benar marah pada Raya.
Tampak kebencian di mata Titin. Melihat wajah Lani yang sangat mirip dengan ibunya mengingatkan peristiwa kelam yang telah menghancurkan keharmonisan keluarganya. Rahasia yang dia simpan demi keutuhan rumah tangganya. Ibu Lani adalah seorang pekerja komersial di desa mereka.
Banyak suami oran yang dirayu, dan tidak malu menjadi simpanan suami orang yang berduit di desa itu, seperti para rentenir, atau pejabat daerah kerap memakai jasanya yang memang bekerja di sebuah rumah bordil berkedok cafe dan tempat karoke sederhana pertama di desa itu.
Suatu hari, sepulang dari sawah, Titin menemukan suaminya sedang bercinta dengan Rahayu, ibu Lani di kamar tidur mereka. Hati Titin hancur saat itu juga. Namun, setelah suaminya meminta maaf, dan berjanji tidak akan berhubungan lagi dengan Rahayu, Titin memaafkan demi keutuhan rumah tangganya. Hanya dia, suaminya dan Rahayu lah yang tahu persoalan itu. Bahkan hingga kini Dika pun tidak mengetahui masalah itu.
Dan kini, dia kembali melihat Lani, seolah kembali melihat Rahayu. Cuih, dia tidak akan sudi melihat Lani lebih lama lagi.
"Maaf, Bu. Waktu itu aku hanya berniat menolong." Raya meremas tangannya. Dia pun geram pada Dika, kenapa sembunyi di balik dirinya. Kenapa pria itu tidak berani mengungkapkan arti Lani untuknya saat ini. Jangan berani selingkuh dan ingin menikah, tapi tidak berani berkata terus terang pada ibunya sendiri.
"Kau, segera angkat kaki dari rumah ini. Dasar wanita jala*ng. Jangan pernah mendekati anak dan menantuku lagi. Kau mungkin bisa mengelabui menantuku, tapi tidak dengan aku. Kau sama saja dengan ibumu, wanita sundal itu!" maki Titin berdiri. Kini dia berhadapan tepat di depan Lani.
Cuih! Titin meludahi wajah Lani tanpa sempat menghindar. Baik Raya atau pun Dika begitu terkejut akan apa yang dilakukan Titin.
"Ibu, apa yang ibu lakukan?" Dika sudah berdiri di tengah mereka. Menjadi tameng untuk Lani.
"Minggir. Ibu ingin mengusir wanita ini!"
***
Hai, terima kasih sudah mampir. Ibunya Dika seram ya... yuk dukung aku terus, kasih hadiah dan vote dong, biar aku semangat up nya. Oh, iya mau rekomen novel teman, siapa tau suka
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Windarti08
like mother like daughter...
pelako lahir dari rahim pelakor juga.
ternyata gen pelakor bisa diturunkan.
2023-01-26
0
Diana
ternyata kelakuan Rani sm kyk ibu nya...amit2 cabang baby
2022-12-06
1
Alfrida Mande
mampus Lo ran, gak perlu kau kotorin tangan mu raya , biarkan mertuamu yg Hajar.....
2022-10-29
1