"Benar, Mas? dia sudah setuju kalau kita akan menikah?" pekik Lani kaget. Penuh antusias dia mencium bibir Dika. Keduanya tidak merasakan kesal lagi saat jalanan macet pagi ini. Secepat itu amarah Lani mereda pada Dika, setelah semalam dia marah besar.
Lani mengirim pesan, mengatakan dia sedang tidak enak badan, bukannya memberi perhatian, Dika bahkan pergi bersama Raya pagi itu. Amarah Lani sudah berada diujung tanduk, dia sudah memutuskan untuk melabrak Raya, membeberkan hubungan gelapnya dengan Dika, suami Raya.
Namun, saat kembali dari rumah, keduanya pulang sudah sangat larut. Lani sudah tertidur, karena demam yang menyerangnya.
Tibalah pagi ini, Lani diam-diam sudah masuk ke dalam mobil Dika sebelum pria itu berangkat, berencana ikut dengan pria itu. Mau kemana lagi dia, kemarin sudah mengatakan pada Koko gembul kalau dia akan berhenti dari laundry.
"Iya, Benar. Jadi sekarang, kita tidak perlu takut ketahuan sama Raya."
"Asyik... tapi kenapa tiba-tiba si norak mengizinkan kita Mas nikah dengan ku?" tanya Lani penasaran. Tapi belum sempat Dika menjawab, "Aku tahu, dia pasti takut Mas ceraikan, kan? Dih, dasar wanita gak tahu malu."
Dika hanya menelan salivanya. Benar kata Raya, untung saja mereka sudah mengubah akte tanah dan surat rumah, kalau tidak nasib Raya dan anaknya pasti sudah terlantar.
"Mas, kita rayakan ke hotel aja, yuk?" tawar Lani, mulai menciumi leher Dika yang tengah serius menyetir di antara mobil yang melaju kencang dan kendaraan bermotor yang menyelip diantara mobil-mobil.
"Tapi aku ada meeting siang ini, Lan. Aku harus ketemu sama bagian humas dikantor walikota. Mau merampungkan renovasi kitchen set di pantry mereka." Dika bukan tidak berga*irah, dan tidak ingin mengikuti kemauan Lani, sangat ingin, tapi hari ini sangat penting. Bisnis kali ini bernilai miliaran rupiah. Tidak mudah menembus sekelas kantor walikota.
"Ih, Mas Dika. Lebih penting ya kerjaan itu dari pada aku? Udah kangen banget nih, Mas. Hampir dua Minggu loh, Mas gak berkunjung ke milik aku. Dia udah kangen banget sama gen*jotan Mas," ucap Lani dengan tidak tahu malunya. Tangan Lani bahkan sudah membelai milik Dika yang masih terbungkus celana kerjanya.
Kuduk Dika meremang. Gai*rahnya bangkit. Dika pria yang memiliki libi*do yang sangat tinggi, begitu mudah diperdaya oleh Lani.
***
"Bangun, Sayang. Kita harus pulang. Udah hampir magrib," bisik Dika membelai punggung Lani yang telan*jang. Tenaganya terkuras sejak pagi bermain pelu bersama Dika. Berbagai macam gaya mereka praktikkan demi mendapatkan kepuasan.
"Hhmmm, aku malas banget pulang, Mas. Bisa gak kita nginap di sini aja malam ini? Aku masih ingin menghabiskan waktu denganmu. Aku masih pengen merasakan senjatamu yang besar dan nikmat ini, Mas," ucap Lani sembari membelai dan mere*mas pelan helem senjata kebanggaan Dika.
Pria itu begitu menikmati setiap sentuhan Lani. Dika memejamkan matanya, badai gai*rahnya mulai naik kembali.
Secepat kilat, Dika menyibakkan selimut yang menutupi tubuh polos Lani, seringai genit muncul di bibir Dika, menatap milik Lani yang membusung menantang minta diraup, dan Dika tidak mau buang waktu.
"Aaach, Mas. Nikmat banget," racuh Lani menyentak kepalanya, sekaligus menjambak lembut rambut Dika.
"Kau suka sayang?" bisik Dika. Lani tidak bisa berkata, hanya anggukan kepala yang dia berikan. "Mas.." bisiknya tertahan, tatapan sayu terbakar gai*rah yang diberikan Lani membuat Dika tahu apa yang tengah di minta gadis itu. Dika segera naik ke atas tubuh Lani, namun mengarahkan wajahnya pada milik Lani. Tanpa dikomandoi, Lani segera memasukkan milik Dika ke dalam mulutnya hingga sesak dan matanya penuh berair karena tersedak. Senjata Dika tidak bisa tertampung masuk ke dalam mulutnya. Namun, walau penuh sesak, Lani tetap mengulang tindakannya yang mampu membuat Dika menggeram hebat. Lidah Lani memang sangat lihai memanjakan sekaligus memuaskan batangnya dengan pijatan dan kecupan.
Tak mau kalah, Dika juga sudah membasahi liang kenikmatan Lani dengan ludahnya, bermain pada benda sebesar biji kacang yang menempel di sana. Lani melenguh, tubuhnya seolah terkoyak.
Senjata Dika sudah mengacung tegak, dan setelah dirasa Lani sudah siap menerimanya, Dika membalik tubuhnya, menarik pinggang Lani hingga gadis itu menungging, tidak lama, Lani merasakan miliknya penuh sesak oleh sesuatu yang panjang hingga menusuk rahimnya.
Erang*an nikmat terdengar dari kamar hotel yang mereka tempati. Di sana mereka sepuasnya bisa teriak kala rasa nikmat itu menggempur tubuh mereka.
"Mas, lagi sayang. Aku suka. Terus sodok, Mas. Puaskan aku..." racuh Lani.
"Iya, sayang. Aku ingin kau segera mengandung anakku. Oh, Lani punyamu begitu nikmat, sayang. Aku suka..."
Setengah jam mendayu sampan kenikmatan, keduanya tiba pada puncak kenikmatan. Badai nikmat itu segera menghantam keduanya hingga dasar yang paling dalam.
***
"Mas udah pulang?" sambut Raya. Dia pura-pura tidak melirik Lani yang ada di belakang Dika. Melihat rambut basah Lani dan riasan di wajah yang masih tampak baru, Raya tahu diri mana dan apa yang baru saja mereka lakukan. Jijik!
"Bersabarlah, Ray. Jangan menangisi dosa yang telah mereka lakukan. Hanya sebentar lagi, kau akan bebas," batin Raya menahan laju air mata yang coba turun.
Lani yang kini melangkah melewati keduanya, masuk tanpa mengatakan apa pun. Bahkan tidak lagi ada rasa segan pada Raya karena sudah pulang berdua dengan Dika malam ini. Seolah Lani sudah mengikrarkan dirinya juga adalah nyonya di rumah ini.
"Ray..." suara Dika mengalihkan pikiran Raya yang sejak tadi memikirkan apa sebaiknya meracuni makan malam agar keduanya pengkhianat itu mati seketika. Namun, segera dia istighfar.
"Eh, iya Mas. Mandi dulu, Mas biar aku siapkan makan malam," ucap Raya berusaha membuat suaranya tampak biasa. Dika tahu, Raya kecewa melihat mereka berdua pulang bersama.
"Makasih, Sayang. Mas memang sangat lapar." Dika tersenyum. "Terlebih setelah Lani menguras tenagaku untuk memuaskannya." Kalimat terakhir tentu saja hanya diucapkan dalam hatinya.
Sedikitpun Raya tidak berselera menikmati makan malamnya. Mual, melihat kedua musuh dalam selimut nya itu makan dengan nikmatnya, tanpa malu dan seolah tidak peduli dengan keberadaan Raya dan tidak satu pun merasa malu menikmati masakan Raya.
***
Minggu pagi, Lani masih meringkuk di bawah selimutnya, begitu pun dengan Dika. Hanya Raya yang sudah sibuk memasak di dapur setelah membersihkan rumah dan halaman rumah.
Bahkan setelah dia selesai mandi pun, keduanya belum bangun juga. Baru akan melangkah masuk ke dalam kamar untuk membangunkan Dika, ketukan terdengar di pintu.
Raya tidak bisa menebak siapa tamu yang datang pagi ini. Orang yang paling mungkin datang bertamu pagi-pagi seperti ini hanya Pak RT atau Mbak Yun, tetangga mereka.
Ceklek...
"I-ibu..."
***
Waduh, siapa yang datang nih? 🙄 Ayo, dukung aku dong, biar semangat up ya. makasih. Oh, iya mampir di karya teman
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Diana
klu nanti lani jadi istri belom tentu sesukses kamu dengan raya,hanya kepuasan sesaat Dika kamu dengan lani
2022-12-06
1
Raflesia
kalo lani jadi istri belum tentu kamu dksih makan Dika..... Nikmatilah kepuasaan mu sebelum menyesali nya nanti
2022-10-07
1
Kisti
smg hnya raya yg bsa mmberi keturunan.gak da si iblis btina itu 🤲🙏
2022-10-05
1