"Sudah, kita jangan bertengkar lagi. Lebih baik, kita masuk ke sana, yuk," ucap Dika menunjukan ruang istirahatnya. Dia membayangkan sensasi luar biasa bercinta di sana, yang tidak pernah mau dilakukan Raya.
"Tunggu dulu, Mas. Aku juga mau minta Mas memberikan pelajaran pada Raya."
"Ada apa sebenarnya?"
"Dia sudah mempermalukan ku di depan karyawan laundry. Dia memarahiku. Aku gak terima!"
"Iya, nanti Mas tegur dia. Sekarang bantu mas cuci baut, yuk," ucap Dika genit sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Entar dulu Ada satu hal yang paling penting dari semua yang aku minta tadi."
"Apa lagi sih, Lan?"
"Aku ingin Mas segera menikahiku!"
Wajah Dika menegang. Perkataan Lani bukan main-main. Wajahnya menjelaskan hal itu. "Mas... " ulangnya ingin mendapatkan jawaban Dika.
"Lan, kau tahu sendiri itu tidak mungkin."
"Tidak mungkin apa maksudmu, Mas? jadi selama ini, aku mas anggap apa? selamanya jadi simpanan mu? Jangan pikir aku tidak berani pergi meninggalkan mu, Mas!" umpat Lani geram, berdiri dari duduknya dan menjauh agar bisa menatap marah pada Dika.
"Lani, apa kurangnya selama ini aku berikan padamu. Pernikahan itu kan hanya sebuah status saja, hati dan juga perhatianku tidak ada yang kurang." ujar Dika mengulurkan tangan agar Lani menerima keputusannya.
"Gak, Mas. Nikahi aku atau kita pisah!"
"Kau tahu itu tidak akan mungkin. Raya tidak akan setuju dimadu. Lagi pula saat ini dia sedang mengandung."
"Aku gak peduli, Mas. Pokoknya aku mau mas nikahi aku. Masalah Raya gampang lah, Mas tinggal bentak aja, dia pasti nurut. Mas mau, kan?" Lani mendekat, menangkup wajah Dika dan langsung melu*mat bibir Dika.
***
Untuk menutupi kecurigaan Raya, Lani pulang lebih dulu dari Dika. Dia akan menyiapkan diri, menunggu Dika mengatakannya malam ini.
Amarahnya masih belum reda. Perlakuan Raya di laundry siang tadi sangat membuatnya terhina. Itulah sebabnya, tidak lama setelah Raya pulang, Lani pun segera pergi ke kantor Dika.
"Kau sudah pulang, Lan. Biasakan mengucapkan Assalamualaikum, biar setan yang mungkin ngikuti dari luar, gak berani masuk," ucap Raya yang melihat Lani sudah memasuki ruang tengah.
"Maksud mu apa sih, Ray? kenapa sih belakangan ini kayaknya kau benci banget sama ku?" Lani menjatuhkan dirinya di kursi di hadapan Raya. Dia sudah tidak bisa menolerir sikap Raya yang seolah cari ribut padanya.
"Kayaknya sikap aku biasa aja, Lan. Itu mungkin hanya perasaanmu saja."
Kesabaran Lani benar-benar terkikis. Dia ingin sekali mengatakan kalau dirinya sudah menguasai suaminya, hanya untuk melihat Raya menangis. "Kau tunggu saja, Ray. Saat ini kau bisa tertawa, tapi nanti malam, kau akan menangis darah!" batinnya dalam hati.
"Aku masuk dulu, Ray." Lani melangkah meninggalkan Raya dengan hati panas. Detik berlalu, Lani sudah tidak sabar menunggu Dika pulang kerja.
Deru mobil yang memasuki halaman, membuat semangat Lani muncul. "Mas Dika pulang," cicitnya tersenyum. Dia segera memakai dress mininya, mempertebal lipstiknya demi menyambut kedatangan Dika.
Tapi dia kalah cepat, karena Raya sudah lebih dulu menyambut Dika. Wajah nelangsa Dika yang memandang Lani penuh amarah yang berdiri di ruang tengah, hanya bisa menurut pada Raya yang penuh semangat menyeret Dika ke kamar.
"Mas, aku udah siapkan air hangat," ucap Raya yang sudah keluar dari kamar mandi. Dika masih duduk di tepi tempat tidur, sibuk mengetik pesan di ponselnya. Raya tahu dia sedang sibuk menenangkan Lani yang pastinya tidak suka melihat kedekatan mereka. Senyum samar tercipta di bibir Raya.
"Mas, nanti lagi main hape nya, mandi dulu, baru kita makan." Suara Raya menyadarkan Dika, gugup dia menyimpan ponselnya ke dalam laci meja yang ada di samping tempat tidur.
"Iya, Mas mandi." Dika bangkit seraya tersenyum kikuk.
"Kenapa ponselnya di simpan di laci?" tanya Raya pura-pura penasaran.
"Oh, Mas tidak mau diganggu pak Subroto, pelanggan kita yang terus saja bertanya kapan mulai mengisi apartemen selingkuhannya.
"Oh... ya, sudah. Mandi dulu, Mas."
***
Raya menyambut Dika yang sudah tampak agar dan wangi dengan senyuman. "Ini kaosnya, Mas," ucap Raya menyodorkan pada Dika. Melihat Raya belum beranjak dari sana, Dika pun menahan diri untuk tidak langsung ke luar, walau dia sudah ingin sekali bertemu Lani.
Mereka sempat ribut melalui pesan. Lani masih kekeh ingin memaksa Dika mengatakan pada Raya tentang keinginannya menikahi Lani.
"Mas, ada yang ingin aku minta padamu," ucap Raya tersenyum, kala Dika duduk di sampingnya. Dia sudah mengatur tutur kata yang akan dia ucapkan nanti.
"Sebenarnya, Mas juga ingin meminta satu hal sesuatu padamu."
"Apa itu, Mas?"
"Kau aja dulu," Dika tersenyum kaku, mengelus punggung tangan Raya. Dia hanya coba mengulur waktu, menyiapkan keberanian untuk mengatakan hal yang pasti akan membuat Raya terluka dalam.
"Mas, aku mau ambil alih lagi Laundry itu. Kemarin itu dibeli juga karena Mas ingin aku punya kesibukan. Aku berhenti karena dokter meminta aku untuk tidak terlalu lelah, agar cepat memiliki anak. Sekarang aku sehat, dan tengah mengandung anak kita, aku mau laundry itu aku urus kembali. Boleh ya, Mas." Wajah memelas dan tatapan memohon Raya membuat Dika dilema. Beberapa hari lalu, Lani sudah membahas masalah pengelolaan laundry, dia meminta agar diberikan hak ambil alih. Saat itu Dika hanya diam, belum memberikan keputusan.
"Tapi saat ini kau sedang hamil. Mas gak ingin kandunganmu bermasalah, Ray," ucap Dika
Raya memegang tangan Dika dan membawa ke permukaan perutnya. "Dia dan aku, kami baik-baik saja. Aku janji akan menjaganya. Semua sudah aku pikirkan, aku sudah melihat lokasi yang strategis, di dekat sini. Kita jual, dan kita pindahkan."
"Tapi... di sana kita punya banyak pelanggan," ucap Dika menatap tajam wajah Raya. Gadis itu sendiri pun merasa was-was kalau sampai Dika menolak.
"Tempat ini juga sangat bagus. Please..." Raya memeluk lengah Dika, merebahkan kepalanya di pundak pria itu.
"Baiklah. Kita cari pembelinya." Dika luluh. Dia juga merasa itu adalah hak Raya. Saat keuangan mereka menanjak, perhiasan Raya juga yang mereka jual menjadi modal awal. Jadi, jika Raya meminta laundry itu menjadi miliknya, wajar saja.
"Sudah ada. Mas ingat, Koko yang punya toko di sebelah laundry kita, dia mau cari laundry. Mau coba buka usaha."
"Baiklah, kita akan temui dia besok."
***
Makan malam berjalan bak di kuburan. Ketiganya diam, larut dalam pemikirannya masing-masing. Raya sengaja berdiri menuju dapur, meninggalkan keduanya untuk saling bertikai.
Sementara Raya berdiri di balik dinding yang memisahkan ruang makan dan dapur, dua anak Adam dan Hawa yang penuh dosa itu saling berbisik namun masih terdengar di telinga Raya.
"Mas udah bilang pada si norak? aku gak mau ya, kalau mas masih menunda pernikahan kita," ucap Lani peletakkan sendok garpu nya hingga berdentang di piring.
"Sssst.... kau harus sabar. Aku perlu waktu lagi. Aku janji...."
***
Hai, semua... makasih udah mampir, jangan lupa dukung aku ya, dan mampir yuk
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Partini Maesa
kpn ketahuan
2023-02-01
0
@shiha putri inayyah 3107
bagus Raya secara perlahan km kuras harta suami mu ... biar tau rasa suami mu yg tukang selingkuh,,, jika dia jatuh miskin apa perempuan jalang simpanan nya masih mau...
2022-10-01
2
Santý
beda istri beda rejeki lo mas dika ingat itu .anda pengusaha bsa2 lu vangkrut .rejeki yg anda nikmati itu rejeki anak anda yg sdang dlm kandungan dan doa istri yg solehah
2022-09-29
3