Kalimat Raya menampar keras harga diri Lani, itu pun kalau wanita itu masih punya harga diri.
Tidak bisa berkata apa pun, apa lagi membantah. Lani hanya bisa menggeram dalam hati. Dia bersumpah akan membalas Raya, hingga wanita itu menderita, bahkan berharap lebih baik mati saja.
Raya hanya sampai jam tiga sore ada di sana, setelah dirasa cukup membenahi laundry dan memberikan teguran pada Lani, dia pun kembali pulang.
Dari pembukuan yang diperiksa Raya, laundry itu masih sangat menghasilkan. Dilihat dari data yang masuk, satu bulan bisa menghasilkan 25 juta bersih.
Lokasi laundry itu memang sangat strategis hingga masih memiliki pelanggan setia. Namun, ada satu cacat pembukuan yang didapatinya, Lani sering memanipulasi data. Beberapa nota kain masuk, tidak diinput hingga tidak masuk ke dalam pemasukan kas laundry.
Raya sudah memikirkan langkah apa yang harus dia ambil. Dia yakin suaminya juga tidak tahu kecurangan Lani karena sudah dibutakan oleh pelayanan Lani di ranjang.
Dari laundry, Raya sengaja berhenti saat melihat penjual rujak. Air liurnya bahkan sampai menetes membayangkan nikmatnya buah jambu dan bengkuang yang dicocol ke sambal kacang.
Setelah mendapatkan keinginannya, Raya berniat singgah ke Indomaret yang ada di seberang jalan. Setelah memastikan jalanan aman, Raya menyeberang. Namun, sebuah mobil melaju kencang karena menghindari seorang pengendara motor yang datang dari arah depan. Mobil sedan itu banting ke kanan hingga hampir menyerempet Raya. Gadis itu sudah terpekik kaget, sejengkal lagi ujung mobil sudah dipastikan menyentuh dengkulnya.
Jantungnya seperti melayang, kaget yang luar biasa hingga dia terduduk lemas. Tangannya menggenggam erat plastik rujaknya. Napasnya terdengar putus-putus.
Orang-orang yang melihat kejadian itu berkerumun melihat keadaan Raya yang sudah terduduk di aspal.
Pemilik mobil segera keluar dan melihat keadaan Raya yang sudah sangat lemas. "Dih, orang kaya, sembarangan aja bawa mobil. Gimana nih, kalau si neng ini kenapa-napa, gimana?" hardik seorang bapak pedagang es cendol yang berlari ke arah Raya saat melihat kejadian itu.
"Dia gak papa. Lagi pula, masih hidupkan orang nya," sahut pria itu melepas kaca matanya. Tubuh tinggi dan wangi justru membuat beberapa gadis yang ikut berkumpul di sana jadi lupa akan Raya, dan terpesona oleh sosok pria yang memang sangat tampan bak aktor luar negeri.
Hanya Raya yang tidak tertarik. Dia memilih untuk menunduk, menenangkan debar jantungnya. "Hei, kau tidak apa?" tanyanya penuh kesombongan.
"Mas gak lihat kalau Mbak ini sudah lemas? bawa ke rumah sakit dong. Bisa saja tadi sempat ketabrak lututnya," sambar seorang ibu yang merasa simpati pada Raya.
"Berdiri!" ucap Pria itu dingin. Dia tidak ingin melawan kerumunan orang-orang ini, jadi dia memutuskan untuk membawa Raya pergi dari sana, baru dia akan menurunkan di tengah jalan.
Karena Raya tidak juga berhenti, penuh kesal pria itu menarik lengan Raya kasar hingga gadis itu berdiri. Lalu tanpa peduli penolakan Raya, pria itu sudah menyeret dan memasukannya secara paksa ke dalam mobil, dan segera berlalu dari sana.
"Kau mau bawa aku kemana?" tanya Raya meremas plastik rujaknya.
"Ke neraka!"
"Kalau begitu kau saja yang pergi sendiri. Jangan ajak aku!" jawab Raya frontal. Baru sekarang dia bisa menenangkan dirinya.
Tidak menyangka kalau mulut Raya begitu pedas padanya, pria itu menepikan mobil. Lagi pula jarak dari tempat insiden tadi sudah jauh, jadi dia pasti aman.
"Keluar!" hardik pria itu melihat ke arah wajah Raya. Ada rasa terkejut yang tergambar di wajahnya. Dia memicingkan mata mengamati wajah Raya lebih lekat. "Lo yang kemarin pingsan di rumah sakit itu?"
Raya pun mengangkat wajahnya, menoleh dan sama dengan pria itu, dia pun sedikit terkejut. Memorinya membawa pada pertemuan mereka.
"Dia pria yang ada di belakang wanita cantik dan sombong itu," batin Raya.
"Lo ngikutin gue atau gimana?"
"Dih, pede banget. Yang hampir nabrak itu kau, ya. Yang jadi korbannya itu aku. Kenapa malah dibilang ngikuti?"
Elrick, nama pria itu seperti yang diingat Raya atas penjelasan dokter Maya kala itu. Menegaskan kalau pria sombong nan tampan itulah yang sudah membantunya.
"Udah, keluar lo sekarang."
"Dih, iya ini turun, bawel!"
"Buruan, sana," desak Elrick tidak sabar. Raya masih sibuk mengikat plastik rujaknya, lalu memasukan ke dalam tas tangannya.
Tangan Raya sudah berada di pintu mobil, ingin membuka, saat Elrick menyodorkan lima lembar uang merah padanya. "Nih, buat beli rujak, ganti yang tadi. Udah hancur, gak layar dimakan."
"Gak perlu. Anggap aja ini balasan waktu kau menolong aku kemarin. Kita impas, dan tidak akan bertemu lagi. Bye!" Raya keluar dari mobil itu.
***
"Pak, ada tamu di luar," ucap sekretaris Dika.
"Siapa, Yan?" tanya Dika yang merasa tidak punya janji untuk bertemu pelanggan. Hai ini dia sangat sibuk. Ada tiga pelanggan yang minta diisi apartemen barunya dengan furnitur yang penuh ornamen hitam putih.
Belum sempat Yanti memberi jawaban, Pintu sudah kembali dibuka, dan muncul sosok Lani yang wajahnya tidak bersahabat.
"Kau bisa keluar, Yan. Jangan biarkan siapa pun masuk, sebelum saya menghubungi."
Pintu ruangan Dika sudah ditutup Yanti, barulah Dika berani beranjak dari kursinya, menghampiri Lani, dan menarik tangan gadis yang masih cemberut itu duduk si sofa bersamanya.
"Kau kemari?"
"Mas gak suka aku datang?" jawabnya ketus.
"Bukan begitu, hanya saja kau tidak memberitahukan ku terlebih dulu. Ada apa? kenapa wajahmu cemberut, sayang?"
"Mas masih tanya? Mas punya hati gak sih?" Lani melipat tangan di dada, menarik diri agar ada jarak diantara mereka. Dika yang lagi mumet dan lelah, tidak mau menanggapi rengekan Lani. Memilih untuk menarik tubuh gadis itu ke pelukannya. "Nanti, Mas transfer."
"Jangan Mas kira kalau udah kirim duit, aku bisa maafkan, Mas ya. Aku sangat marah sama Mas. Tega Mas berhubungan lagi dengan istrimu, ya?" hardik Lani dengan suara melengking.
"Sssst... pelankan suaramu, Lan. Nanti karyawan yang lain dengar. Ini sebenernya ada apa?"
"Dasar brengsek. Semua pria sama saja. Mas bilang cinta dan sayang sama aku, kenapa tadi malam Mas malah bercinta dengan Raya?"
Dika diam. Dia paham kini. Dia sendiri tidak ingat kalau semalam dia dan Raya menghabiskan malam panjang. Saat bangun paginya, Dika memang meminta banyak tanda merah di sekujur tubuhnya yang dia duga bekas cumbuan Raya.
"Lani, Raya itu masih istriku. Dia istriku yang sah. Jadi, sebagai suami aku berkewajiban memberikan nafkah batin padanya. Kalau tidak, aku akan berdosa," Dika coba menenangkan Lani.
"Alah, sok takut dengan dosa. Apa yang kita lakukan ini bukan dosa? setiap kau meng*gagahiku itu juga dosa, Mas!
***
Hai, terima kasih sudah mampir, dukung aku terus biar semangat up nya dan jangan lupa mampir. Makasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
yuiwnye
wkwkwkkk bener Lani, takut dosa tp berzinah 😎
2024-04-28
0
Windarti08
dihh pelakor ngelunjak... suami ngasih nafkah batin istri sah kok marah. situ waras mbak...?😡
Raya juga jijay kalee make bekas elo!
2023-01-26
0
Raflesia
ngomongin dosa lu?????woy zina itu nama nya apa????nikmat?????gak pernah ngaca neh orang mkaya klo ngomong Kya orang bener
2022-10-07
1