Seperti yang sudah direncanakan Raya, pagi ini dia bangun pukul tujuh pagi, lalu bergegas ke kamar mandi. Dia mandi, keramas dan memakai daster yang dulu, saat baru menikah dibelikan Dika untuknya.
Daster itu mengekspos kulit putih mulus Raya pada bagian lengan, sedikit pada bagian dada dan juga paha. Walau risih memakai daster ini, Raya tetap memantapkan hati. Ini demi harga diri dan juga balasan untuk kedua manusia laknat itu.
Dia sengaja mengenakan lipstik merah yang tadi malam dia pakai untuk melabeli tubuh Dika yang saat ini masih tertidur. Menurut keterangan dari apoteker tempatnya membeli obat itu, Raya memprediksi kalau setengah jam lagi Dika akan bangun.
Setelah melihat penampilannya di cermin, Raya tersenyum. Semenjak dia menangkap basah suaminya berbuat zinah, Raya tidak pernah tersenyum lagi hingga saat ini. Dia puas membayangkan wajah Lani yang akan sangat kesal.
Raya melangkahkan kakinya dengan santai ke arah meja makan yang sudah lebih dulu dihadiri oleh Lani. "Ray, kau..." sapa Lani memandang Raya sedikit terkejut. Ada yang berubah dari Raya. Dia tidak seperti biasa. Lebih cantik, segar, dan tampak berani.
"Ada apa, Lan? kok ngelihatnya kayak gitu banget?" Raya tersenyum puas. Semua sesuai rencananya.
"Oh... , sorry. Hari ini kau gak masak?" tanya Lani mengamati rambut Raya yang basah. Dia sudah lama tidak pernah melihat Raya keramas pagi, sejak... sejak dirinya sudah menjadi selimut penghangat Dika, tidak hanya sampai di situ, mata Lani terperangah melihat tanda merah merah di bawah leher Raya, mendekati belahan dadanya. Tanda yang Lani tahu itu dibuat dengan apa.
"Duh, iya nih. Mas Dika gak ngasih bangun subuh tadi. Udahlah semalaman aku dicumbui terus, subuh juga masih pengen. Hehehe, aku jadi malu," ucap Raya tersenyum geli. Namun, satu yang pasti senyumnya itu terbit bukan karena benar-benar malu, tapi karena geli melihat wajah kesal Lani.
Dasar Dika sialan!" umpatnya geram yang hanya bisa dia kumandangkan di dalam hati.
Seolah mendengar jeritan batin kekesalan Lani, Dika keluar hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya. Dia terbangun, melihat matahari sudah sangat jauh di atas, dan betapa terkejut saat mendapati dirinya tanpa sehelai benangpun melekat di tubuhnya. Dia tidak ambil pusing, hanya sesaat berpikir kalau dia dan Raya melakukannya semalam, karena hal terakhir yang dia ingat adalah dirinya tengah berpelukan dengan Raya.
"Ray, kenapa aku gak dibangunkan?" ucapnya mengucek mata menuju meja makan. Mata Lani hampir terlepas dari tempatnya. Begitu terkejut melihat tubuh Dika yang penuh merah bekas kiss mark. Lani menatap tajam ke arah Dika lalu ke arah Raya lalu menunduk cepat.
"Udah bangun, Mas. Aku gak bangunkan, karena mas lelap banget tidurnya," ucap Raya bangkit, menyusul ke tempat Dika berdiri. "Mas ke kamar dulu, nanti aku nyusul."
Tanpa berkata apapun, Dika menurut yang semakin membuat Lani jengkel setengah mati. Ketakutan muncul dalam benak Lani. Dia tentu saja tidak akan tinggal diam melihat hal ini.
Sekuat tenaga dia meremas sisi gaunnya di bawah meja. Setelah puas mengumpat dalam hati dan memantapkan hatinya, Lani berdiri, pamit untuk pergi ke laundry. "Aku berangkat ke Laundry dulu, Ray."
"Oh, iya. Bye Lani..."
***
"Hai, Lani... baru datang?"
Sapaan seorang pelanggan laundry yang menyapanya, sama sekali tidak dia indahkan. Wajah ditekuk, masuk ke ruang istirahat karyawan, yang pada awal sampai di Jakarta menjadi tempat tinggalnya.
Dia ingat, hanya dua hari dia tinggal di rumah Raya, saat itu Dika langsung menyuruh Lani untuk tinggal di laundry saja. Barulah setelah mendapatkan perhatian Dika, Lani kembali lagi tinggal di rumah itu.
Ditatapnya langit-langit kamar yang tampak suram. "Gak, aku gak bisa biarkan Mas Dika kembali ke tangan istrinya. Sia-sia perjuangan aku selama ini. Awas aja kau, Mas!" umpatnya geram.
"Mbak Lani, itu ada pelanggan mau ambil kain." Suara Susi terasa mengganggu di telinganya.
"Kau itu, bisa gak ketuk kamar dulu? kau mau aku pecat? aku lagi gak enak badan, kau saja yang urus!" bentak Lani yang tengah berbaring, segera membalikkan badannya.
Penuh kesal, Susi keluar. Dia tidak ingin mendapatkan masalah dengan wanita itu. Ada empat karyawan di laundry ini, dan semuanya tidak suka pada Lani yang genit. Mereka tahu kalau Lani sudah menggoda bos mereka dan menganggap dirinya adalah bos di sini.
Hingga siang, Lani hanya bermalas-malasan di dalam kamar. Bermain hape dan setelah mengantuk, dia akan memilih tidur Tugas dan tanggung jawab nya di depan pun diabaikannya.
"Selamat siang, Bu. Lama tidak bertemu," Sapa Susan saat melihat kedatangan Raya di teras Laundry.
"Iya, San. Lama gak ketemu sama kalian, ya. Udah lama gak ngerujak bareng kita," sahut Raya tersenyum. "Ini, ada donat. Dibagi sama yang lain."
"Makasih banyak, Bu," sabar Susi menerima buah tangan Raya. Ini lah yang membedakan Raya dan Lani yang sudah tahu diri itu. Raya saja yang benar-benar bos di laundry ini tidak sombong dan sangat menghargai karyawan, bukan seperti Lani, karyawan rasa bos.
"San, Lani mana?"
"Itu, Bu di kamar. Tidur. Oh iya Bu, kita boleh ngeluh tentang dia, gak?" tanya Susah pelan, setelah menoleh ke arah belakang, memastikan Lani masih tetap di kamar.
"Iya, kenapa?"
"Lani sering gak masuk, Bu. Kalau pun masuk, dia hanya bermalas-malasan di kamar. Sekalinya melayani pelanggan yang mau ambil pakaian, wajahnya cemberut aja, dan kurang sopan bersikap atau berbicara dengan pelanggan," terang Susan.
Raya sudah menebak hal itu, sejak terdeteksinya perselingkuhan mereka. Dia tahu, kalau waktu Lani banyak dihabiskan bersama Dika.
"Baik, terima kasih, San. Aku akan urus." Raya menepuk pelan lengan Susan, dan berjalan ke arah kamar.
Tanpa mengetuk pintu, Raya membuka kamar dan sontak membuat Lani kaget. "Dasar karyawan sialan, aku udah bilang, kalau mau masuk, kau ketuk pintu dulu, apa kau sudah bosan kerja di sini? mau aku pecat?!" hardik Lani melempar ponselnya ke samping bantal, berbalik, dan kini berhadapan dengan Raya yang sudah berdiri diambang pintu.
"Ray? ka- kau kemari?" Lani terduduk, meremas tangannya. Satu lagi kebohongan dan sikap culasnya sudah diketahui oleh Raya.
"Kalau aku gak kemari, bagaimana aku tahu, kalau kau ternyata tidak bertanggung jawab atas laundry ini? menerima gaji tapi hanya bermalas-malasan di sini. Di luar banyak pelanggan mengantar kain dan mengambil."
"Iya, Ray. Sorry, kepalaku sakit banget ini," sahutnya datar.
"Lani, aku gak mau ya kau bersikap seperti itu pada karyawan di sini. Membentak dan seolah gila hormat. Kau jangan lupa, kau sama dengan mereka, hanya karyawan di sini, bukan pemilik laundry ini!"
****
Hai semuanya, jangan lupa dukung aku ya dan silakan mampir, makasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 170 Episodes
Comments
Kisti
asyeekk,galak,tegas,wibawa raya..jangan mau dtindas ular beracun.lbihh tunjukn racunmu raya.💪ya ray
2022-10-05
1
@shiha putri inayyah 3107
harus tegas Raya,, jgn mau kalah sama plakor...
2022-10-01
1
Santý
ya hrs tegas ya raya
2022-09-29
2