09. Malam Takbiran

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

Suara takbir menggema di langit yang mulai terlihat bintang-bintang dan juga bulan yang setia menemaninya. Untuk pertama kalinya Fiky merasakan suasana takbiran ditempat yang berbeda. Walaupun begitu ia tetap senang, karena disana ramai .

Keponakannya yang tadi menangis cukup keras saat melepas kepergian ayahnya yang harus pulang karena kerjaannya tidak bisa ditinggal itu mulai bisa tertawa senang. Suaranya sungguh sangat menyenangkan hati, ia jadi ingin secepatnya punya anak yang lucu. Pasti sangat menyenangkan.

Walaupun pasti akan sangat repot saat ia masih baru lahir tapi katanya disitulah bagian paling menantang. Temannya pertama cerita ,saat istrinya melahirkan ia hampir tak punya waktu untuk tidur karena bayi yang baru lahir biasanya suka terbangun ditengah malam saat ia hendak tidur .

Sebenarnya bisa saja membangunkan istrinya, tapi dia kasihan karena ia tahu istrinya masih merasakan sakit sehabis melahirkan ditambah lagi harus mengurus bayi selagi ia bekerja. Selain harus siap siaga , ia juga menggantikan tugas istrinya untuk sementara. Mencuci , memasak , menyapu , segalanya ia yang mengerjakan.

Kelihatannya berat juga, tapi katanya jika demi orang tercinta seberat apapun pasti bisa dilakukan dengan baik. Walaupun kadang tanpa sengaja ia mengeluh kepada Fiky karena kurang tidur tapi tetap saja dia lakukan. Katanya ia ingin jadi suami terbaik untuk keluarga kecilnya.

***

"Jangan lupa siapin bajuku buat besok sholat id," setelah yasinan untuk mendoakan almarhum ayahnya Fiky berkata kepada Salma .

"Siap bos. Pokoknya tinggal terima beres," dengan santai Salma berkata begitu.

"Oh ya, besok abangnya datang kesini. Katanya sih bakal menetap disini," lanjutnya .

"Abang yang mana?"

"Yang di Kalimantan. Dia lima tahun ini merantau ke sana. Sebenarnya dia enggak pingin , tapi setelah mendengar berita kematian ayah dia kasihan sama ibu tinggal sendirian nanti. Jadinya dia memutuskan untuk menetap saja disini. Dia juga bilang minta maaf enggak bisa datang pas kita nikahan," Salma menjelaskan perihal Abangnya.

"Ya kalau emang enggak bisa ya udah," hanya begitu respon dari Fiky.

"Tapi aku senang sih dia pulang kesini . Sekalian kenalan juga sama Abang ipar. Lagian kalau disini kan lebih bagus. Ada yang jagain ibu," lanjutnya .

"Besok kita tinggal di rumah sini apa di rumahmu?"

"Aneh, rumahku ya rumahmu juga. Kita kan udah nikah. "

"Maksudku bukan gitu lho," Salma bingung harus berkata apa.

"Iya, aku tahu maksudmu. Soal itu lihat besok. Aku mau ke depan ya. Mau menikmati suasana takbiran disini," Fiky segera keluar dari kamar.

***

Gimana suasana lebaran disana?

Saat duduk di teras ia mengirim pesan kepada adiknya. Penasaran juga ia rupanya. Biasanya ia saat takbiran begini jalan-jalan entah kemana sebelum ia ikut takbiran di musholla dekat rumahnya.

Sama seperti kemarin.

Setelah satu batang rokok yang ia nyalakan itu selesai adiknya membalas. Dia tak tahu apa yang dilakukan adiknya. Tapi tidak biasanya dia lama sekali membalas pesan.

"Disini yang takbiran biasanya cuma anak-anak kecil. Kalau disana gimana?" Setelah duduk di samping suaminya Salma bertanya kepadanya.

"Tergantung jamnya sih. Kalau jam segini kebanyakan anak kecil yang takbiran. Kalau dah mulai tengah malam biasanya bapak-bapak yang mengambil alih," Fiky menjelaskan bagaimana suasana takbiran ditempat tinggalnya yang baru beberapa hari ini ia tinggalkan.

"Kalau kamu biasanya ikut takbiran enggak?"

"Ikut dong. Aku kan anak Sholeh masa enggak ikut takbiran, gengsi dong," dijawabnya pertanyaan Salma dengan sombongnya.

"Sombong kali suamiku satu ini."

"Abang ipar ku itu orangnya kayak mana sih?" Fiky mengganti topik.

"Dia baik, gampang akrab sama orang lain. Cuma ya jahilnya kebangetan. Dulu waktu masih disini sering kali aku dijahili sama dia."

"Kangen enggak dijahili sama dia lagi?"

"Enggaklah. Emang ada orang yang kangen dijahili?"

"Ya paling ada."

"Masuk yuk disini dingin , entar kau masuk angin pula malahan."

"Biasa nongkrong dipinggiran jalan kok. Enggaklah mungkin masuk angin."

"Mau enggak kenikmatan yang mantap?" Salma menawarkan sesuatu kepadanya Fiky. Tidak biasanya Salma begini, Saat mendengarnya langsung dari mulut istrinya itu, ia pikir Salma sedang kesurupan .

"Kenikmatan yang kayak mana?" Fiky pura-pura polos .

"Kalau mau kita ke kamar sekarang. Mumpung aku belum tidur," Salma memperjelas ucapannya.

"Hmmmm, kayaknya enggak dulu deh. Lagi enggak kepingin. Kemarin aja pas aku kepingin kau malah tidur."

"Ayolah. Aku pingin lho sekarang," Entah kenapa Salma menjadi sangat agresif . Dia sebenarnya masih belum berani punya anak. Tapi berhubung ia sudah punya suami yang sah, rasanya ingin sekali mengulang kenikmatan yang ia dapat saat malam pertama tiba .

"Kalau enggak mau ya udah. Aku mau tidur aja ," Salma segera masuk kedalam rumah. Nadanya tadi terdengar seperti orang kesal.

"Sal, jadi enggak?" Fiky melepaskan kaus yang ia pakai. Melihat Salma kesal tadi, ia akhirnya ikut masuk juga kedalam kamar.

"Enggak jadi. Dah males," terlihat ia memunggungi suaminya. Terlihat ia masih kesal dengan penolakan yang tadi ia terima.

"Ya udah iya aku minta maaf," Fiky berusaha minta maaf. Sebenarnya ia tadi cuma bercanda. Tapi ya kalau jadinya ya mau gimana lagi .

Fiky yang merasa bersalah segera keluar kamar. Wajahnya terlihat lesu. Dia segera mengambil minum di dapur .

"Kenapa mukamu kok gitu?" Kakak iparnya yang melihat segera bertanya.

"Salma ngambek gara-gara tadi dia ngajak nganu tapi aku tolak . Sebenarnya aku cuma bercanda pas bilang gitu."

"Terima nasib aja. Salma kalau ngambek bisa berhari-hari soalnya. Aku duluan ya," kakak iparnya segera pergi meninggalkannya.

Apa yang dibilang benar sih, soalnya dulu Fiky pernah merasakan sendiri. Waktu itu ia lupa kejadiannya, yang pasti Salma selama hampir seminggu tidak mau berbicara kepadanya. Ia berharap semoga kali ini cuma sebentar saja. Masa dah nikah masih aja puasa ngomong. Lain kali ia tidak akan mengatakan hal seperti itu lagi, ia benar-benar menyesal.

Tapi sepertinya tidak mungkin baginya sekarang untuk minta maaf. Sudah pasti yang keluar adalah kata-kata penuh amarah. Ia tidak ingin sampai begitu. Lebih baik menunggu sampai ia merasa tenang dulu .

Fiky segera masuk lagi ke dalam kamar. Terlihat olehnya sang istri sedang tidur sambil memeluk bantal guling. Ingin rasanya mengelus lembut rambutnya yang indah. Tapi enggan ia lakukan, takut Salma terbangun.

Daripada memikirkan hal yang buruk , Fiky segera tidur di samping isterinya tercinta. Ia harap saat ia terbangun nanti Salma sudah tidak marah lagi . Ditengah suara takbir yang masih menggema, Fiky segera memejamkan matanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!