06. Sayur Terong Salma

"Maaf ya tadi malam aku malah ketiduran," Salma meminta maaf atas yang terjadi semalam. Entah kenapa tiba-tiba matanya berat sekali. Tanpa sadar dirinya pergi ke alam mimpi yang indah.

"Lain kali kan bisa dah halal ini . Enggak masalah kok santai aja," suaranya Fiky datar saat mengucapkannya.

"Kalau kau mau sekarang pun bisa kita lakuin ,"Salma masih merasa tak enak hati.

"Nanti malam lah kalau enggak ada halangan. Jangan tidur lagi lho,"

"Kalau tidur lagi ya bangunin. Aku siap kapan aja. Orang sama suamiku aja," jawab Salma santai.

"Ya udah buatin aku dulu . Aku pingin ngopi lho."

"Ya udah. Tunggu bentar ya," Salma kemudian keluar ke kamar.

Saat sendirian dikamar, Fiky rasanya rindu bekerja. Sudah beberapa hari ini ia mengambil cuti . Kangen keseruan ditempat kerja, kangen juga masakan mbok Darmi yang biasa ia santap. Dia juga kangen mancing, ada kejuaraan mancing yang harus ia lewatkan. Padahal sebelumnya ia sudah bilang kepada temannya untuk ikut jika tempat pemancingan itu mengadakan lomba. Tapi mungkin belum waktunya untuk ikut.

Kangen rumah juga dia, terutama kamarnya. Nongkrong dipinggiran jalan bareng beberapa temannya juga rasanya nikmat. Ditempat istrinya, rasanya dia menjadi orang asing. Tak ada seorangpun yang ia kenal. Ia juga kangen Si Oren, kucingnya yang dirawat dari kecil.

Walaupun hanya beberapa hari tapi rasanya ingin pulang. Sebenarnya hal-hal semacam itu sudah ia pikirkan jauh-jauh hari sebelum menikah. Tapi saat menjalaninya tetap saja ia merasa ada sesuatu yang hilang darinya.

Bang, si Oren udah melahirkan. Anaknya lima. Tapi jangan marah ya bang. Soalnya lahirannya dikasihnya Abang.

Adiknya mengirim pesan disertai foto si Oren, kucing kesayangannya Fiky. Terakhir kali melihatnya sudah hamil besar dia. Sayangnya dia melahirkan di kasur yang biasa ditiduri Fiky. Ingin rasanya mengomel, tapi semuanya sudah terjadi.

Wah Lucunya. Gemesh Deh. Coba aja aku disana, udah ku elus bulu kucing yang baru lahir. Oh ya, aku enggak marah. Cuma kalau bisa tolong ya dek bersihin kasurnya Abang.

Fiky membalas pesan itu. Ekspresi kucing yang sedang menyusu itu terlihat imut sekali, sampai membuat Fiky tak tahan ingin mengelus bulunya. Tapi sayangnya itu cuma gambar. Andaikan bisa mengelusnya secara langsung, pasti akan sangat bahagia.

"Ini kopinya mas," Salma masuk ke dalam kamar sambil membawa segelas kopi permintaan suaminya tercinta.

"Makasih ya istriku sayang. Mau lihat si Oren enggak?"

"Oren? Siapa? " Salma bingung. Ia sama sekali tidak mengerti dengan yang diucapkan suaminya.

"Itu lho kucingku yang sering ku ceritain ke kau. Lihat nih gemes banget anaknya baru lahir ," nadanya semangat banget Fiky ngomongnya.

"Kita kapan kayak gini?" lanjutnya.

"Paling cepat sih sembilan bulan lebih, enggak kaya kucing ," Salma bingung harus menjawab apa.

"Tahu. Tapi aku pingin secepatnya , makanya tiap malam aku selalu minta jatah. Nanti juga kalau udah hamil aku enggak minta lagi kok. Paling sesekali doang."

"Ya udah aku masak dulu. Jangan lupa diminum kopinya mumpung masih hangat. Entar kalau dah dingin enggak lagi rasanya," Salma segera keluar ke kamar setelah mengatakan hal itu.

Setelah ditinggal sendirian Fiky rebahan saja di kasur. Bingung juga mau ngapain. Biasanya jam segini ia sudah berada ditempat kerja. Ingin rasanya memejamkan mata , namun sepertinya masih terlalu pagi untuk tidur lagi.

Andaikan hari ini hujan, pasti enak kali rasanya . Lagipula jarang sekali ia mendapat kesempatan untuk tidur lagi saat pagi karena harus bekerja hampir tiap hari. Hujan deras di pagi hari juga hari libur adalah kombinasi yang terbaik. Ditambah lagi ada pasangan yang sudah halal, rasanya luar biasa sekali.

"Gimana pengantin baru? Enak kan?" salah seorang teman yang dulu sering sekali menyuruhnya untuk nikah menelponnya.

"Iya," jawab Fiky singkat.

"Apa kubilang. Percayakan yang kubilang dulu?"

"Percaya. Lu lagi dimana?"

"Lagi ditempat kerja. "

"Kangen lho aku kerja lagi. Apalagi sama masakannya mbok Darmi yang enak banget," Fiky curhat.

"Nikmatin dulu bro. Masalah kerja bisa nanti. Yang penting kau puas dulu," jawab temannya.

"Maaf ya kemarin pas nikah enggak datang aku," lanjutnya.

"Santai aja bro."

"Ya udah aku lanjut kerja lagi ya," telepon kemudian terputus.

"Siapa mas nelpon?" Salma yang baru masuk langsung bertanya.

"Teman kerja."

"Mau makan sekarang enggak mas mumpung baru matang?" Salma langsung mengganti topik setelah tahu siapa yang menelepon suaminya.

"Makan sekarang juga enggak masalah," jawab Fiky mengiyakan.

"Mau dikamar atau diluar?" tanya Salma lagi.

"Diluar aja. Enggak biasa makan didalam kamar aku," setelah berkata begitu Fiky segera keluar.

"Tunggu bentar ya mas. Ku ambilkan dulu," Salma pergi kemudian datang lagi tak lama dengan membawa piring juga sayur yang tadi ia olah.

Begitu melihat sebenarnya Fiky ingin sekali menolak,tapi rasanya tidak tega juga. Sayur terong yang tersaji itu ia sama sekali tidak selera. Tapi adanya hanya itu, mana mungkin baginya untuk tidak menolak sayur yang sebenarnya ia tidak menyukainya.

Dimakan rasanya ingin muntah, tidak dimakan tidak tega. Akhirnya dimakannya sayur itu. Kali ini tidak ia kunyah, sekali masuk mulut langsung menuju usus. Ia sama sekali tidak membiarkan giginya ikut merobek dan menghancurkan makanan yang ia makan.

"Gimana rasanya ?"

"Enak kok Sal. Pinter kali kau masak. Enggak salah aku pilih kau jadi istriku," Fiky menjawab dengan pujian. Walaupun berkata begitu, ia sebenarnya dalam hati berharap agar Salma tidak memasak terong lagi. Sayur paling tidak sukai selama hidupnya di dunia .

"Dibilang pinter sih sebenarnya enggak cuma bisa aja karena kan memasak kan tugasnya perempuan," yang dipuji berusaha untuk tidak terbang.

"Enggak makan juga kau? Enggak enak jadinya aku makan sendiri," Fiky sambil makan berkata.

"Nanti aja," jawab Salma malu-malu.

"Terserah kau aja," akhirnya Fiky berkata begitu .

Selesai makan Fiky pergi ke warung terdekat untuk membeli sebungkus rokok favoritnya sekalian jalan-jalan. Walaupun ada istrinya, tapi ia bosan dikamar terus. Maklum, orang biasa diluar, lagipula dikamar juga gitu-gitu aja. Tak ada sesuatu yang bisa ia kerjakan.

Lagipula ia ingin lebih mengenal lingkungan tempat istrinya tinggal dengan lebih baik. Sekalian kenalan dengan warga sekitar. Waktu pacaran dulu, ia tidak pernah berinteraksi selain dengan keluarga istrinya yang sekarang .

"Kok jalan sendirian aja? Istrinya kemana?" salah seorang warga menyapanya.

"Lagi sibuk dianya," jawab Fiky singkat sambil menyalakan korek .

"Sini lho mampir dulu."

"Hmmmm... Iya nanti aku mampir pak. Ini cuma bentar aja kok. Takut dicariin," Fiky salah tinggal saat menjawabnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!