setelah perdebatan dengan henny, aku memutuskan untuk pulang.
sesampai di nya aku di rumah, aku segera masuk dengan langkah gontai. aku melihat Shinta yang tengah asyik dengan siaran nya.
aku langsung menghampiri nya biasa nya dia akan menyambut ku setiap aku pulang kerja, tapi hari ini ada yang ber beda dia bahkan terlihat cuek dengan ke hadiran ku.
" Sayaang." ucap ku sambil menghempaskan tubuhku di samping nya.
" Hmmmm." jawab nya singkat dengan mata masih tetap fokus kelayar televisi tanpa melirik ke arah ku sama sekali.
" aku sangat lelah." ucap ku
" bukankah semua pekerjaan itu melelahkan?." jawab nya tanpa menoleh sedikit pun ke arah ku.
, dia ini sebenar nya kenapa sih.?' batin ku.
saat aku ingin bertanya lagi tiba- tiba bi sumi ART yang bekerja di rumah kami datang dengan membawa segelas coklat panas yang di minta Shinta.
aku langsung mengurung kan niat ku.
karena aku tidak ingin orang lain tau pembicaraan kami.
" bapak ingin ingin sesuatu? biar bibi ambil kan.? ucap bi sumi.
"ambilkan saya air dingin saja bi." jawabku.
wanita paruh baya itu pun kembali ke dapur tak lama kemudian dia kembali dengan membawa segelas air dingin yang ku minta tadi.
habis itu dia pun segera kembali ke belakang.
setelah bi sumi berlalu dan hanya tinggal aku sama shinta, aku pun melanjut kan niat ku tadi.
" sayang kamu kenapa sih? kok sekarang jadi aneh." tanya ku.
" perasaan kamu aja, lagian aku baik- baik saja kok." jawab nya
" tidak, kamu cuek dan seperti tidak peduli dengan mas.
biasa nya kamu nyambut mas di depan pintu saat mas pulang kerja tapi ngak.? ucap ku panjan lebar.
"aku hanya lagi capek mas, tadi siang kan aku lagi ngak enak badan." kata nya.
aku yang ingin memeluk nya, tapi dia segera menahan ku dengan kedua tangan nya.
" kamu bau mas, sana mandi" ucap nya dengan mata mendelik tajam.
" biasa nya juga suka di peluk, kamu juga pernah bilang kalau kamu suka bau mas yang kayak gini." ucap ku. sikap nya yang seperti itu membuat aku jadi was- was.
" tapi seperti ada bau parfum perempuan di tubuhmu mas" ucap nya sambil menatap ku lekat.
aku terhenyak mendengar ucapan nya.
' apa mungkin parfum Henny menempel di baju ku.?' aku di buat salah tingkah ketika shinta menatap ku seperti itu.
" O-oh, mungkin ini bai parfum nya Dina." jawab ku
jantung ku serasa mau keluar dari tempat nya.
" seharian kan aku di kantor, sudah di pastikan kalau aku selalu dekat dengan Dina. dia kan sekretaris di kantor." jawab ku. syukurlah aku punya alasan.semoga saja Shinta ngak curiga.
" saking dekat nya, sampai ada noda lipstik di baju kamu mas." ucap nya sambil menunjuk ke arah bajuku.
baru tenang sebentar, jantungku kembali berpacu cepat.
'aduh mati aku, mau alasan apa lagi ya, sial aku lupa tadi aku memeluk Henny sebelum pulang dari rumah nya.' batin ku.
" kok bisa ya mas, memang nya kalian habis ngapain? sampai noda nya menempel di baju." tanya nya.
aku hanya diam membeku, ntah kenapa otak ku tiba- tiba jadi buntu tidak bisa berpikir. aku bingung mau cari alasan apa lagi.
di saat aku masih berusaha keras memikirkan alasan yang tepat dan masuk akal, tiba- tiba shinta bangkit dari duduk nya, dan mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah ku.
aku menelan saliva ku sambil menatap nya.
" kalau sampai kamu ketahuan selingkuh, kamu akan lihat apa yang bisa aku lakukan pada mu beserta selingkuhan mu itu, jadi jangan coba- coba bermain dengan ku. dan satu lagi pusaka kebanggaan mu itu, ku cincang kecil-kecil habis itu aku kasi ke anj* ng peliharaan tetangga." ucap nya dengan tatapan tajam, aku menelan saliva ku dan bergidik ngeri mendengar ancaman nya.
setelah itu dia berlalu dari hadapan ku, berjalan menaiki anak tangga meninggalkan ku yang masih diam membeku.
aku meremas rambut ku kasar.
sial kalau sampai Shinta dan keluarga nya tau, yang ada aku bisa mati.
apa lagi mertua ku dari dulu tidak pernah menyukai ku.
aku tidak boleh gegabah, aku ngak mau kembali jadi orang miskin seperti dulu. aku harus bermain dengan perlahan, sampai aku sudah benar sudah menguasai semua harta milik shinta.
dan semua aset sudah jatuh ke tangan ku.
Triing. ponsel ku berdering pertanda ada pesan masuk.
aku segera melihat nya.
( "mas, pokok nya kamu harus dapat sertifikat itu, dan kamu juga harus bisa mengambil alih semua aset milik istri kamu.") ternyata pesan dari Henny.
( "aku akan berusaha, kamu tenang aja sayang.")
( " kalau kamu sampai gagal, jangan harap kamu bisa melihat aku lagi mas." )
aku hanya membaca nya saja, selalu itu ancaman nya.
ntah kenapa aku begitu takut kehilangan Henny.
ngak ke bayang kalau se andai nya dia pergi meninggalkan aku.
aku memang sudah sangat mencintai Henny, sehingga apa pun yang dia minta selalu aku usahakan untuk nya, termasuk mengambil surat-surat berharga milik shinta.
*************
POV SHINTA.
sekarang ini aku dan Desi tengah berada di depan sebuah toko perhiasan, aku meminta Desi mengantar ku mengikuti mas Gio.
aku melihat dia duduk tidak jauh dari toko perhiasan itu
sedangkan wanita sund*l itu tengah memilih perhiasan.
aku dan Desi memperhatikan nya dari dalam mobil.
" Des, makasih yah,kamu bisa pulang dulu kalau kamu sibik." ucap ku ke Desi.
" aku ada pekerjaan sih, tapi cuma sedikit.
kalau aku pulang terus nanti kamu sama siapa.?" tanya nya
" tenang saja, nanti aku akan pulang bareng sama mas Gio." jawabku.
" Ya sudah, kalau ada apa apa, kamu langsung hubungi aku yah." ucap nya. aku hanya mengangguk .
aku pun turun dari mobil dan segera menghampiri mas Gio yang tengah fokus memain kan ponsel nya.
dia belum menyadari kalau aku sudah berada di belakang nya.
aku pun memeluk nya dari belakang.
" kamu sudah memilih berlian nya sayang.?" tanya mas Gio mungkin dia mengira kalau gund*k nya yang memeluk nya.
" Waah mas, kamu mau membelikan ku berlian? waaah, kamu sosweet banget sih maas." ucap ku masih melingkarkan tangan ku ke pinggang nya.
aku sebenar nya malas banget harus ngedrama kayak gini, tapi mau bagai mana lagi ini semua demi rencana ku. untuk mengagalkan rencana mereka.
sudah cukup wanita jal*ng itu menikmati uangku selama ini.
********
BERSAMBUNG....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments