Peringatan!!!!!
Terdapat Adegan seksual di part ini.
***
Ace membanting pintu hingga tertutup setelah Ice berhasil keluar, Ace mengunci pintunya. Aku melihat Ace menempelkan dahinya ke pintu.
"Ace kamu baik-baik saja?" Tanyaku gugup, berharap aku tidak membuatnya marah dengan aksi kecil yang aku lakukan. Ace tidak mengatakan apa-apa.
"Tidak." Jawabnya sambil berjalan ke arahku, tanpa ekspresi di wajahnya. Dia meraih pinggangku dan menarikku mendekat padanya. Begitu dekat hingga aku bisa merasakan napasnya di kulitku.
"Aku sangat ingin menciummu." Bisik Ace yang sudah mencondongkan wajahnya dan tanpa basa-basi langsung meraup bibirku.
Tubuhku sempat menegang karena kaget, tetapi hanya sebentar sebelum kembali rileks. Akupun membuka mulutku, memberi akses pada Ace untuk menelusuri mulutku dan memperdalam ciuman kami. Ciuman yang awalnya bertempo lambat, lama-kelamaan berubah cepat dan diselimuti hawa panas. Ace lantas menarikku semakin dekat hingga pinggulnya menempel di tubuhku.
"Ace?" Gumamku gugup, memutuskan kontak antara bibirnya dan kulitku. Dia mendengus sebagai tanggapan, menggelengkan kepalanya, menandakan bahwa dia tidak ingin berhenti.
Bibir kita masih saling terus beradu, sesekali berhenti untuk sama-sama mengambil napas. Hal selanjutnya yang terjadi adalah Ace mengangkat tubuhku dalam gendongannya, membuatku memekik pelan. Mulutku yang semula ingin protes, langsung dibungkam oleh ciuman Ace.
Aku tidak tahu apa yang sedang Ace lakukan, tetapi pria itu terus berjalan sambil menggendongnya dan tanpa aku sadari, kita sudah tiba di kamar Ace. Aku merasa sedikit limbung sebelum akhirnya Ace menurunkanku dengan lembut hingga punggungku menyatu dengan ranjang yang empuk.
Bersamaan dengan itu, ciuman kami pun terhenti dan Ace sudah mengambil posisi di atasku. Ciuman yang berlangsung cukup lama membuat napas ku sedikit terengah-engah. Dalam posisi berbaring seperti sekarang ini, aku melihat Ace menyaksikan dada ku yang sedang bergerak naik turun.
"Aku ingin tidur," ucap Ace dengan suaranya yang berubah serak. Jemarinya pun kini sudah bertengger di wajahku, menyingkirkan helaian rambut yang menutupi dahiku.
Aku menelan ludah dengan susah payah, aku lalu mengangguk singkat dan bersiap untuk bangkit dari posisiku. Namun, Ace malah menahanku untuk tidak bergerak dari posisiku dan itu membuat aku mengangkat alisku dengan bingung.
"Aku ingin tidur... denganmu," jelas Ace dengan seringai di akhir kalimat.
"Ma-maksudnya?" Tanya ku gugup.
"Aku ingin kamu tetap di sini, tidur denganku." Lanjut Ace menjelaskan.
"Hanya tidur?" Aku meringis di akhir kalimat karena pertanyaanku yang terdengar ambigu.
Elias menyunggingkan senyum tipis.
"Kalau kau juga ingin bercinta, aku tidak keberatan." Katanya blak-blakan, yang sontak membuat ku melotot.
Kemudian Ace terkekeh kecil. "Tidak, Sofia. Aku hanya ingin kamu tidur di sini, bersamaku, tanpa melakukan apa pun. Bagaimana?"
Aku mengembuskan napas panjang. Sambil menggigit bibirku, akupun mengangguk meski tampak samar. Persetujuanku membuat senyum Ace merekah lebar. Ia lantas mengecup keningku, sebelum Ace izin sebentar untuk berganti pakaian dan membersihkan tubuhnya sekejap sebelum bergabung di atas ranjang yang sama denganku.
***
Aku dan Ace berbicara santai karna merasa tidak bisa tidur, aku berbaring di sebelahnya, dia tampak tenggelam dalam pikirannya, seolah ingin mengatakan sesuatu hingga akhirnya dia mulai berbicara dengan ragu-ragu.
"Aku ..... aku dulu adalah pria yang baik, kamu tahu; aku adalah anak yang baik. Kamu mungkin akan lebih menyukaiku saat itu. Sesuatu berubah setelah ulang tahun ku yang ke 15. Aku merasa jika aku diberi kesempatan, aku tetap ingin menjadi orang baik, tapi itu bukan sebuah pilihan. Jadi sekarang kamu terjebak dengan versi terburuk diriku. Aku lebih dari seorang pria saat itu daripada aku yang sekarang." Dia berbicara, membiarkan pikirannya keluar.
"Versi ini tidak terlalu buruk, hanya lebih sulit untuk dihadapi, itu saja" Aku menyeringai menggoda sambil melirik ke arahnya.
***
Hujan terus mengguyur dalam seminggu belakangan ini. Kilat menyambar di langit. Matahari tersingkirkan oleh gelapnya awan di pagi ini. Udara pun terasa semakin dingin.
Gemuruh yang kuat berhasil membangunkan tidurku yang malam ini terasa lebih nyenyak tanpa adanya rasa waswas sejak aku tinggal di mansion Ace. Kedua mataku terbuka perlahan dan pandangannya masih terlihat samar.
Aku berkedip beberapa kali sampai netraku bisa melihat dengan jelas. Keadaan di sekitarku masih remang-remang. Penerangan hanya berasal dari lampu tidur, sementara di luar sana pun masih tampak sedikit gelap.
Meregangkan tanganku ke depan, aku merasakan tubuhku yang sedang dalam keadaan miring terasa berat seperti ditindih oleh sesuatu. Aku langsung mengubah posisi menjadi telentang dan menemukan lengan kekar Ace yang rupanya tengah memeluk perutku.
Memori yang tertinggal di alam bawah sadarku naik ke permukaan, mengingatkan aku tentang kejadian tadi malam dan aku tak kaget kenapa sekarang bisa berada di kamar Ace dan tidur bersama pria itu.
Seketika wajahku dipenuhi rona kemerahan. Ciuman kami tadi malam cukup membekas. Apalagi Ace juga bersikap gentleman padaku, tidak memaksaku untuk memenuhi keinginannya. Padahal, tadi malam Aku menyadari jika pusat tubuh Ace mengalami ereksi. Aku bisa merasakannya.
Aku berbalik badan, menghadap ke arah Ace yang masih terlelap. Sebelah lengan pria itu tetap dibiarkan memelukku.
Manikku tertaut pada wajah Ace yang terlihat begitu tenang dalam tidurnya. Aku tidak dapat mengelak jika Ace begitu tampan walaupun garis wajahnya sudah menunjukkan jika pria ini adalah tipe pria yang angkuh dan kasar. Namun, Ace terlihat lebih manusiawi dalam keadaan tidur seperti ini.
Tanpa sadar jemariku sudah meluncur ke wajah Ace, menyentuh garis rahangnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Diusap dengan pelan hingga ujung ibu jari aku menyentuh bibir Ace yang cukup tebal.
Sampai detik ini, aku masih tak menyangka jika takdirku bisa serumit ini.
Pergerakan yang aku lakukan mengundang erangan Ace, aku cepat-cepat kembali ke posisiku dan terus menatap pria itu yang pada akhirnya membuka matanya.
"Hey? Maaf." Aku meringis, merasa bersalah karena telah membangunkan nya.
"Hai." Ace menjawab, masih tampak linglung dengan matanya yang melirik ke sana kemari.
"Jam berapa sekarang?" Aku menggeleng tidak tahu, aku belum melihat jam sejak bangun, tetapi kemudian berbalik untuk menengok jam dinding besar yang tergantung sebelum berucap, "Jam enam pagi. Apa kamu harus pergi pagi ini?" Tanyaku yang sudah kembali miring menghadap Ace.
"Hmm." Ace menggumam di awal sembari menarik ku mendekat dan menyerukkan kepalanya di leherku.
"Aku ada pekerjaan jam delapan nanti." Aku mengerjap sebanyak dua kali. Masih selalu kaget bila Ace membuat kontak dengan tubuhku, tetapi syukurlah aku sudah bisa menanganinya dengan cepat.
"Mau bersiap-siap sekarang?" Tanya ku tetap membiarkan Ace berada di ceruk leherku walaupun napas pria itu terasa menggelitik ku dan membuatku meremang, serta diselimuti kegugupan.
"Nanti saja," jawab Ace, sambil menggesek ujung hidungnya di garis leher ku. Aku mencoba mengurangi kegugupan ku dengan mengusap-usap rambut nya. Rambut Ace yang halus dan tebal membuat jari-jemari ku betah bermain di sana.
Ace pun sudah menarik kepalanya dari leherku, tatapannya berlabuh pada manik mata ku sebelum berpindah ke bibirku.
Cup.
Ace mengecup bibirku selama bebepa detik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments