Definite

"Saya ingin memberitahu sesuatu kepada kalian semua." Kai mengumumkan dengan penuh semangat.

Aku melihat Dante, Ice dan Kaylo ada disini. Dante bersama benar-benar datang bersama pacarnya, aku yakin dia mengatakan kepada kami bahwa dia mencintainya. Aku senang untuknya.

"Saya tidak tahu bagaimana kalian semua terpisah dari Mafia kami, entah dari cabang utama atau menjadi afiliasi." Kai mengingatkan mereka.

"Walaupun begitu yang paling pasti tetap ingat pada aturan kita." Kai tersenyum jahat.

Semua orang mulai melantunkan kata-kata yang menurutku sangat aneh.

"Mafia before love"

"Mafia before life"

"The only way out is to die"

"Mati." Aku memekik pada Ace tapi dia bahkan tidak bergeming sedikitpun, aku melihat kearah Ace, dia tidak melantunkan slogan itu. Aku tahu dia sedang mencoba membayangkan apa yang akan terjadi nanti.

"Jadi setelah membacakan aturan kami, inilah saat nya untuk ke puncak acara tahun ini. Untuk membuktikan kesetiaan kalian, acara atau tugas tahun ini seperti yang ingin saya sampaikan adalah ........." Kai melihat ke arahku dan berkata, 'kamu tidak akan selamat' tanpa suara, tapi aku tau itu dari gerakan bibir nya. Ace tidak melihat ayahnya berbicara karena dia terlalu tenggelam dalam pikirannya.

"Saya ingin kalian menggorok leher orang yang kalian bawa ke sini hari ini. Ingat aturan pertama kami adalah 'Mafia before love' Jadi saya ingin kalian membuktikan nya." Desis Kai menuntut jutaan orang di ruangan ini.

Kedua bola mataku melebar setelah mendengar perkataan ayah Ace.

"Peraturan macam apa itu!" Batinku.

Aku merasa jantungku berhenti sejenak, aku hampir pingsan, merasa seperti akan muntah. Apa aku akan dibunuh oleh Ace.

Aku bisa melihat bahkan Ace sangat terkejut. Semua wanita yang berada di ruangan ini menangis, takut akan apa yang akan terjadi pada mereka.

Ace mungkin akan membantuku.

"Bagaimana kalau tidak." Ucap batinku takut.

"Baiklah, ita akan mulai dengan..... Dante Firmanch." Kai mengumumkan sambil tersenyum sangat sinis.

"Oh sial." Ace terkejut, tidak percaya dengan apa yang dia dengar.

Aku melihat beberapa orang muncul membawa sebuah kursi yang terlihat usang dan meletakkan terpal besar dilantai. Pacar Dante diseret dengan paksa ke kursi, dia berteriak, dan memberontak mencoba untuk melarikan diri.

Aku tidak ingin menonton ini, perutku sudah bergejolak ingin muntah. Kebanyakan dari mereka membawa pelacur, tetapi Dante, ia membawa wanita yang dicintainya.

Wajah Dante sudah pucat pasi saat dia memegang pisau yang ku tebak sangat tajam dan berdiri di tengah ruangan dengan kerumunan di sekelilingnya, menatap kami semua yang menonton di sudut ruangan. Rahangku mengeras saat aku melihat gadis itu menangis di kursi. Dante menatap pisau itu ragu.

"Lakukan Dante!" Ice berteriak padanya. Semua orang terdiam begitu sunyi sehingga Anda bisa mendengar bunyi jarum jam berdetak.

Dante mengencangkan cengkeramannya pada pisau dan mencoba menenangkan dirinya.

"Dia tidak akan benar-benar melakukannya, kan!" Seseorang memekik.

Dante mulai berjalan mendekatinya wanita itu.

"Tolong Dante, tolong, jangan lakukan ini." Dia memohon, berteriak sambil menangis. Dia tahu bahwa berlari bukanlah suatu pilihan.

Dalam waktu kurang dari kedipan mata, Dante menghunuskan pisau di tenggorokan wanita itu. Aku tersentak menutup mataku, tangan Ace memegang bagian belakang kepalaku, memaksa wajahku untuk bersembunyi di dadanya. Dia tidak ingin aku melihat ini tapi menurutku itu seperti sebuah permintaan maaf.

Darah menyembur dari luka yang dibuat Dante saat wanita itu memegangi tenggorokannya, terengah-engah. Tapi dalam waktu kurang dari satu menit, dia sudah tergeletak di lantai.

Beberapa pria masuk dan membawa tubuhnya pergi saat Dante menatap darah di tangannya.

"Tanpa ragu." Kai bertepuk tangan, dia benar-benar psikopat.

Semua orang terlihat terkejut.

"Selanjutnya adalah Alex Adderson." Ice mulai berjalan.

Nama asli Ice adalah Alex? Kenapa dia disebut Ice?

Tanpa ragu Ice mengambil pisau dan menggorok leher wanita yang dia bawa, bahkan sebelum wanita itu sempat duduk. Aku merintih di dada Ace, mendengar teriakan itu. Aku bisa mendengar jantung Ace berdebar kencang saat dia meletakkan tangannya di kepalaku.

Aku mengintip ke tempat Ice berdiri untuk melihatnya, dia sedang menyeka darah di wajahnya. Dan Dante... berlutut di pojok, dengan pandangan yang sangat kosong.

Ace bahkan tidak mengatakan sepatah kata pun.

Beberapa orang mulai dipanggil. Pria membunuh wanita nya, dan darah berceceran di mana-mana.

"Aku akan khawatir jika aku jadi kamu." Seseorang berbisik di telingaku. Otomatis aku menolah, dan melihat Liz berdiri disamping ku.

"Kenapa?" Aku menatapnya dengan gugup.

"Ace terkenal dengan pembunuh yang paling brutal." Dia memberitahuku. Tentu saja aku tahu itu. Aku akan mati secara brutal di tangan Ace. Semoga keberuntungan berpihak padaku. Doa ku dalam hati.

"Selanjutnya.....ah anakku, Ace Hernandez." Kai menyeringai ke arah kami.

"Tidak." Ucapku lirih, melihat Ace yang hendak mengatakan sesuatu tapi dua pria menahan lenganku sebelum Ace sempat berbicara, menarikku paksa ke kursi. Aku tidak melawan mereka, atau berteriak. Aku tahu, aku tidak bisa menghentikan hal yang tak terhindarkan ini. Mungkin beginilah seharusnya aku mati, setidaknya bukan di tangan ayahku.

Hatiku selalu tahu bahwa akhirku tidak akan damai.

"Suatu kehormatan untuk menonton Ace." Seorang pria bersorak saat Ace dengan tegang berjalan di belakang para pria.

Air mata sudah menggenang di pelupuk mataku, aku merasa ingin menangis saat orang-orang itu membawa ku ke terpal, aku sempat tergelincir di atas darah. Hanya ekspresi dingin yang terpasang di wajahku saat mereka mendudukkanku di kursi yang penuh dengan darah itu.

"Tidak ada jeritan?" Kai mendesah tertekan.

"Ace, buat dia berteriak." Kai mempermainkannya. Ace menatap pisau di lantai yang telah berlumuran darah. Dia perlahan membungkuk dan mengambilnya, jantungku berdetak sangat kencang saat ini.

Ace dan aku saling menatap, aku tidak menunjukkan emosi apapun di wajahku, satu-satunya hal yang menandakan aku sedih adalah setetes air mata yang mengalir perlahan dipipi ku.

Aku bisa melihat mata Ace melebar saat dia berjalan ke arahku, mengambil napas dalam-dalam.

"Tidak apa-apa." Aku mengangguk dengan air mata yang masih menetes.

"Kamu harus melakukannya, aku mengerti." Aku mengangguk lagi saat dia mendekat.

"Terima kasih untuk kenangan yang singkat ini." Momen dimana ketika Ace membela dan menyelamatkanku berputar di ingatanku saat ini. Bibirku bergetar saat dia berdiri tepat di depan ku. Aku melihat matanya menjadi mengkilap. Apakah Ace menangis?

Ace menempelkan pisau ke leherku. Aku menarik napas dalam-dalam dan memejamkan mataku, bersiap untuk hal yang terburuk.

"Kenapa lama sekali?" Aku mendengar suara Ice berteriak. "Kamu adalah Ace Hernandez." Lanjut Ice berteriak padanya.

Ace mengepalkan jari-jari tangan nya yang bebas, menekan pisau ke leherku. Aku merasa darah menetes di kulitku.

"Kenapa dia belum melakukannya?" Ucapku dalam hati.

Aku membuka mataku untuk melihat rahangnya mengatup dan alisnya mengernyit, aku meletakkan tanganku di atas tangannya dan mendesaknya untuk melakukannya.

Semua orang menyaksikan dengan tatapan tidak percaya pada Ace. Ace dikenal sebagai iblis. Kejam, Dingin, Tajam, dan Tanpa Emosi.

Aku tahu Ace ragu untuk mengayunkan pisau itu ke leherku. Aku kembali menegakkan cengkeramannya.

"Lakukan." Semua orang mulai menyemangatinya. Ace kewalahan, aku bisa melihat itu di wajahnya.

"Lakukan." Bisikku. Ace terlihat pucat karena dia menyadari dia tidak bisa melakukannya.

"Ace, apa yang kamu lakukan." bisik ayahnya padanya.

"Aku tidak bisa melakukannya!" Ace melemparkan pisau ke tanah dengan frustrasi dan dia mundur beberapa langkah dariku. Semua orang tersentak kaget pada Ace yang berdiri di tengah ruangan dengan kemarahan yang menguasai dirinya. Tidak percaya seorang Ace tidak melakukan hal yang menurut mereka mudah untuk seorang Ace Hernandez.

"Kau tidak punya pilihan." Kai menggeram marah padanya.

"Sofia bangun sekarang, kita pergi." Ucap Ace dengan suara yang sangat dingin, tidak mempedulikan ucapan ayahnya.

"Ace Hernandez!" Ayahnya mendesis padanya.

Aku berdiri dari kursi itu dan Ace mengulurkan tangan padaku, akupun meraih tangannya, berusaha agar tidak tergelincir pada darah.

Aku dan Ace keluar dari ruangan terkutuk itu, entah bagaimana kami berdua masih hidup.

Terpopuler

Comments

Zuraida Zuraida

Zuraida Zuraida

bapaknya si ace yang seharusnya digorok

2022-08-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!