Soul

Ace berjalan berkeliling, menyapa orang-orang. Aku hanya mengikutinya seperti anak itik yang tersesat.

Musik yang terdengar fancy diputar melatar belakangi acara ini dan beberapa orang bahkan memegang gelas anggur mereka. Aneh rasanya kalau Kai yang mengatur ini semua.

Ace akhirnya menghampiri seseorang dengan wanita bercincin di samping nya.

"Ace." Seseorang tersenyum padanya, menjabat tangannya.

"Mr. Caldez." Jawab Ace dengan nada yang kudengar sedikit kesal dalam suaranya. Ace mengobrol dengan pria itu saat aku menatap istrinya.

"Dia memakai cincin di jari manisnya." Batinku.

"Aku Liz." dia tersenyum sopan.

"Aku Sofia." Ucap ku sambil menjabat tangannya.

"Jadi, bagaimana kabar Ace?" Dia bertanya padaku dengan rasa ingin tahu.

"Ya, dia baik-baik saja walaupun banyak mengeluh." Aku memutar bola mataku dan dia terkikik.

"Kau cukup berani, aku menyukaimu." Liz menyeringai padaku.

"Terima kasih, tapi aku tidak seberani itu." Aku mengambil air dari salah satu pelayan saat mereka lewat.

"Apakah kamu tidak meminum anggur?" Dia bertanya dengan raut muka yang sedikit bingung.

"Tidak." Aku tersenyum malu.

"Aku baru 17 tahun." Aku mengakui.

"Sayang, kita semua adalah pembunuh, tidak ada yang akan peduli jika kamu tidak meminum segelas anggur." Dia mengangguk.

"Apakah kamu orang yang terlatih?" Tanyaku padanya, mengalihkan topik pembicaraan.

"Ya Tuhan tidak, aku tidak bisa mengambil nyawa seseorang setiap hari nya, hatiku tidak akan bisa menerimanya." Dia menggelengkan kepalanya.

"Yeahhh, aku setuju dengan perkataan mu." Gumamku padanya, mungkin terdengar tidak meyakinkan.

Dia tertawa terbahak-bahak tapi itu bukan sebuah lelucon. Aku hanya tersenyum dan berkedip padanya.

"Sudah berapa lama aku berada didalam percakapan ini?" Ucap ku sangat lirih.

"Apakah kamu orang yang terlatih?" Dia menanyaiku.

"Ya, sepertinya." Aku mengangkat bahuku acuh.

"Seperti apa pembunuhan pertamamu?" Tanyanya dengan ragu-ragu.

"Hmm, itu baik-baik saja karena aku punya alasan untuk membunuh seseorang, mereka tidak mati sebagai orang yang tidak bersalah." Jawab ku mengakui. Aku melirik sedikit kearah Ace, dia terlalu sibuk dengan bisnis nya.

"Jadi suamimu bagian dari Mafia yang Ace pimpin?" Tanyaku.

"Hm bagaimana yah, susah menjelaskan nya. Suamiku memiliki hubungan kerja sama dengan Mafia Ace yang artinya mereka berteman," jelasnya dengan banyak gestur tangan. "Jadi kami tidak benar-benar terpisah dari kelompok Ace karena kami suka bermain aman." Akunya lagi kepada ku.

"Jika kamu tidak keberatan, aku ingin bertanya. Berapa usia mu?" Tanyaku sambil meneguk air minum yang ku pegang.

"Aku 23 tahun." Dia tersenyum sopan.

"Sudah berapa lama kalian menikah?" Tanyaku sedikit penasaran.

"Hmm, kurang lebih dari setahun." Fia berseri-seri gembira.

"Ayo Sofia." Tiba-tiba Ace memanggil tepat berdiri di sampingku.

"Selamat tinggal, senang bertemu denganmu." Aku melambaikan tanganku.

"Senang bertemu denganmu juga, Sofia" Liz balas melambai sebagai jawaban.

"Kalian terlihat akrab. Sudah berteman?" Tanya Ace penasaran, mengangkat salah satu alisnya.

"Aku tidak menyukainya, dia sedikit terlihat palsu." Aku mengakui mengangkat bahu.

"Bagus, karena aku juga membenci suaminya." Ace sangat menekankan kebencian itu.

"Ayahmu mengatakan bahwa di dalam mobil dia telah merencanakan sesuatu." Tanyaku pada Ace penasaran.

"Apa itu?" Lanjutku dengan hati-hati.

"Dia tidak memberitahu kepada siapa pun." Ace menggelengkan kepalanya.

"Biasanya berbau kekerasan." Dia terlihat khawatir yang membuat perutku bergejolak.

"Apa maksudmu dengan kekerasan?" Aku membelalakkan mataku.

"Bertarung sampai mati, hal-hal yang seperti itu." Ace mengangkat bahu.

Wajah ku pucat seketika saat aku mendengarkan perkataan Ace. "Aku akan mati." Aku panik sambil memegangi kepalaku.

Aku melihat Ace menyeringai. "Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Kejadian itu sudah di tahun lalu, dia harus melakukan sesuatu yang berbeda tahun ini." Ucap Ace memegang bahu ku mencoba menenangkan.

"Ok." Aku mengangguk, percaya padanya.

Beberapa jam telah berlalu aku dan Ace telah menyapa hampir semua rekan bisnis Ace. Aku merasa lelah, karena harus selalu menunjukkan kesan yang baik untuk Ace.

"Kapan ini akan berakhir, kaki ku sudah sakit." Rengekku pada Ace saat aku tertatih-tatih untuk menyamai langkahnya yang besar.

"Ini biasanya berlangsung sepanjang malam." Ace memberitahuku.

"Huftt, aku tidak akan punya kaki." Ucapku mendramatisir.

"Ayo, kita duduk." Ajak nya dengan nada lembut di suaranya.

Ace dan aku berjalan ke arah kursi yang kosong, dia duduk di sebelah ku, mengawasi aku dengan tatapan elang nya. Aku mengayunkan kedua kaki ku dengan gerakan kecil ke depan dan ke belakang saat aku memainkan tangan ku gugup.

Ace menatapku dan aku tahu tanpa dia berbicara, dia ingin aku berhenti memainkan tanganku. Aku mengepalkan tinjuku untuk berhenti gugup.

Aku masih menggerak-gerakan kaki ku dengan gugup. Ace meletakkan tangannya diatas pahaku, memaksa kakiku untuk berhenti bergerak dari balik gaunku. Aku menelan ludah saat melihat tangannya.

"Kau begitu mudah gugup." Ace menjilat bibirnya sambil menatap mataku dengan sangat intense.

"Ini bukan salahku." Gumamku sambil melihat sekeliling.

"Kalau begitu salah siapa?" Ace bertanya-tanya ingin tahu.

"Salah Ayahku yang kasar." Aku menatap seorang pria yang sedang menatapku.

Aku merasakan tubuh Ace menegang saat mendengar penyebutan singkat tentang ayahku.

"Kamu mungkin benar." Ace setuju dengan ku untuk yang satu ini, melepaskan tangannya dari pahaku.

"Yeah pulang ke rumah setiap hari, aku selalu bertanya-tanya apakah aku telah melakukan sesuatu yang membuat ayahku marah." Aku tersenyum sedikit menoleh kearah Ace .

"Seperti apa rasanya?" Tanya Ace ragu-ragu untuk membuatku kesal.

"Mengerikan. Dan sekolah adalah satu-satunya tempat pelarianku, itulah mengapa aku terus bersikeras untuk kembali bersekolah." Aku menatap lantai.

"Wow. Sekolah. Perpustakaan akan lebih menarik." Doda Ace main-main.

"Aku tahu." Aku terkekeh pelan.

Aku melihat lengan ku yang terdapat memar disana.

"Lihat apa yang kamu lakukan padaku." Aku cemberut pada Ace sambil menunjukkan pergelangan tanganku kepada Ace

"Mmm aku melihatnya." Dia mengangguk.

"Kau jahat sekali." Aku cemberut, menekan memarku.

"Biarkan aku melihatnya." Ace meraih tangan ku dengan lembut, memeriksanya.

"Kau akan baik-baik saja." Dia memutar kedua bola matanya.

"Tetap saja kau menyakiti ku." aku memelototinya.

"Maafkan aku." Gumamnya padaku tapi dengan nada menggoda.

Atidak tahu apakah dia permintaan nya tulus atau tidak.

"Kamu beruntung, tidak ada yang mendapatkan permintaan maaf dariku. Baru kamu." Bisiknya, mencondongkan sedikit tubuh ke arahku, hanya beberapa inci dari telingaku.

"Tanganku masih sakit." ucapku.

Ace dengan lembut meraih lenganku lagi dan tiba-tiba mengecupnya, tepat di memar itu berada.

Deg.

Tubuhku tiba-tiba tersentak, bagaikan tersengat listrik, bulu-bulu halus di leherku berdiri menjalari tulang belakangku. Ace mendongak untuk melihat reaksiku. Apa dia tidak sadar, yang dilakukan nya itu tidak baik untuk kesehatan jantungku.

"Apakah Masih sakit?" Tanyanya.

"Ti-tidak, tidak apa-apa." Aku berbisik dengan gugup, tidak sanggup menatapnya kearah nya. Aku bisa melihat Ace seperti menahan senyumnya karena reaksiku.

Aku melihat Kai menatap kami dengan tatapan marah.

"Perhatian, Perhatian." Kai meraung pada semua orang, mencoba menarik perhatian mereka di antara celoteh yang keras.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!