Blur

Aku terbangun dari tidur ku karna bermimpi buruk, aku melihat Ace sudah tidak ada di sampingku dan aku tidak bisa mengingat banyak kejadian tadi malam, yang ku ingat, aku minum anggur, muntah dan kemudian Ace mengajak ku ke pesta dansa nanti. Aku berusaha lebih keras untuk mengingat tetapi sebagian besar terasa kabur.

Aku menatap tanganku, mengingat bahwa aku memegang tangannya saat aku tertidur.

"Akkkhhh." Aku memegang kepalaku merasa pusing. Aku bisa mendengar langkah kaki yang berat mendekati ruangan.

Ace masuk. "Kau sudah bangun." Nada suaranya kembali menjadi seperti 'Ace'

"Ya." Aku menghela nafas, tanganku masih memegangi kepalaku.

"Semua orang sudah pergi." Dia memberitahuku.

Suasana sedikit canggung menyelimuti kami saat ini, aku bisa merasakan ketegangan di ruangan ini sekarang.

"Ini obat untuk mengurangi rasa pusing di kepala mu." Dia memberikan nya padaku.

"Terima kasih." Gumamku.

"Aku harus pergi, dan melakukan beberapa pekerjaan. Dante akan membawamu berbelanja untuk mendapatkan gaun pestamu" Gumam Ace sambil mencari sesuatu .

"Kapan?" Aku berdiri, meminum obat itu.

"Dalam 15 menit." Jawab Ace sembarangan sambil mengobrak-abrik pakaiannya.

"Lebih baik aku berganti baju kalau begitu." Kataku sebelum aku berjalan keluar menuju kamarku.

Aku mengenakan rok ketat dengan atasan longgar, dan mencoba menata rambut saya agar terlihat rapih.

***

Dante dan aku selesai berbelanja dengan cukup cepat.

"Aku akan jujur ​​karena aku tidak ingin kau menyakitinya." Desah Dante memecah kesunyian sambil tetap menatap jalan saat mengemudi.

"Ace sedang melakukan permulaan padamu, kita semua bisa tahu dan itu sedikit menakutkan melihatnya menjadi sedikit berbeda, jadi aku beritahu padamu, jangan sakiti dia." Dante hampir memohon padaku.

" Tidak akan pernah." Jawabku. Aku tidak begitu yakin apa yang dimaksud Dante dengan permulaan.

Itu adalah percakapan terakhir kami di dalam mobil sampai kami tiba di mansion Ace.

***

Aku membawa beberapa makanan ke atas, untuk aku menonton film. Aku akan melanjutkan sisa film Divergent yang belum ku selesaikan kemarin.

Dan aku melihat Ace berkeliaran di dalam kamar ku. "Mengapa kau selalu mengganggu filmku." Aku memelototinya dengan main-main.

"Kau bahkan belum memulai nya." ucap Ace.

"Kalau begitu, ayo menonton film bersamaku." Aku menepuk bantal di sampingku, memberi isyarat padanya untuk berbaring.

"Aku tidak suka menonton film." Ucap Ace sambil menatap keluar jendela kamarku.

"Aku harus benar-benar kembali bekerja." Lanjut Ace memberi alasan.

"Ayolah, aku akan mengambil beberapa makanan ringan." Aku menawarkan, mencoba membujuk nya agar dia tertarik.

Ace terlihat masih ragu-ragu.

"Sejak kapan Ace Hernandez harus bekerja?" Ujar ku dengan nada jahil sambil berbaring di tempat tidurku.

"Benar. Aku TIDAK harus bekerja." Dia memastikan untuk menekankan kata tidak.

"Kenapa terdengar kesal. Aku kan hanya bercanda." Aku berdiri dan berjalan keluar dari kamarku.

"Tidak, aku tidak." Ace mengikutiku.

"Kalau begitu nonton film bersamaku, apakah akan membunuhmu kalau kau berubah menjadi seperti remaja sekali saja?" Aku bertanya padanya, cemberut sambil mengambil makanan ringan.

"Baiklah." Dia menyerah.

Aku berlari kembali ke kamarku dan menyalakan film nya kembali.

"Kita akan menontonnya dari awal." aku memperingatkannya.

"Kau salah satu dari orang-orang itu." Dia memelototiku.

"Apa?" Aku mengerutkan alisku bingung.

"Kau tidak pernah menonton film sampai selesai." Erangnya sambil naik ke tempat tidur.

"Ya aku tahu, kamu hanya perlu menontonnya dari awal untuk mengerti." Aku menggelengkan kepalaku sambil memundurkan film itu.

Ace berbaring di sampingku dengan lengan menopang kepalanya dan kakinya disilangkan.

Tidak kusangka, kami menonton seluruh film.

"Apakah ada film lagi? Ah, tidak mungkin!" Ace melemparkan bantal ke tv ku.

"Kamu menyukainya?" Aku menanyainya dengan kaget. Aku tidak berpikir Ace akan benar-benar menikmatinya.

"Ya, tidak apa-apa." Dia mengangkat bahu, memainkannya.

"Hmm, ada dua film lagi." Aku tersenyum mengancam padanya.

"Nyalakan." Teriaknya membuatku terlonjak.

"Okeyy, tidak usah teriak, kan bisa." Ucap ku saat menyalakan film kedua.

Mataku terpaku pada layar saat aku menonton Tris and Four. Kami menikmati nya sampai di pertengahan film, tetapi aku merasa Ace tidak benar-benar melihat kearah layar. Aku bisa melihat dari sudut mataku kalau Ace sedang memperhatikan aku. Entah sejak kapan, aku melirik ke arahnya.

"Ace, nonton filmnya." Aku tersenyum lembut kearah nya dan perhatianku kembali kearah layar.

"Ini aku sedang menonton." Ucap nya dengan deep voice nya.

Blush.

Aku merasakan kedua pipi ku terasa panas. Semoga Ace tidak menyadari kalau aku sedang blushing.

Film telah berakhir dan aku melirik Ace yang tengah tertidur. Aku tidak menyalahkannya, karna aku tau hari ini dia melakukan begitu banyak pekerjaan.

Aku berbaring di sampingnya, menatapnya dengan penuh kelembutan. Dia tampak damai ketika sedang tertidur.

"Ace." Bisikku dan tidak ada jawaban darinya.

Dia pasti tertidur sangat pulas.

"Kenapa aku merasa seperti ini?" Bisikku sambil meletakkan tanganku di pipinya dengan lembut.

"Aku seharusnya tidak merasa seperti ini denganmu, kamu orang jahat tapi entah kenapa kamu membuatku merasa bebas. Ironis mengingat kamu menahanku di rumah ini." Aku membelai pipinya dengan ibu jariku perlahan. Aku tersenyum lembut padanya.

Aku ikut memejamkan mataku dan tertidur. Aku mendengar pintu terbuka tetapi aku benar-benar tidak peduli. Itu mungkin Ice yang memeriksa Ace.

***

Beberapa hari telah berlalu dan ini adalah hari dimana aku akan pergi ke pesta dansa bersama Ace. Sejak aku bangun, Denice membantu menata kuku dan rambut ku.

"Denice jam berapa ini?" Tanyaku penasaran sambil mengetuk-ngetukkan kuku ku ke meja.

"Sudah jam 6 sore." Jawabnya sambil sibuk merapikan rambutku.

"Berapa banyak orang yang akan hadir?" Tanyaku gugup.

"Banyak," dia mencibir kegugupanku. "Jangan khawatir, ini hanya kumpul-kumpul kecil kartel kami setiap tahun. Sesuatu yang baru terjadi setiap tahun, jadi aku senang melihat apa yang direncanakan suami ku kali ini." Dia tersenyum penuh semangat.

Aku meremas tangan ku gugup sambil menggigit bibir bawah ku dengan cemas. Suaminya bukanlah pria yang baik.

Aku akhirnya selesai menyiapkan semuanya dan sekarang saatnya untuk mengenakan gaun ku.

Beberapa wanita membantu ku mengenakan pakaian di kamar, sebenarnya aku bisa melakukannya sendiri tetapi mereka bersikeras membantu 'Ratu Mafia' di masa depan.

Mereka terus memanggilku seperti itu dan aku tidak menyukainya.

"Ace akan mati saat melihatmu." Ucap Denice tersenyum senang sambil berjalan masuk ke kamar. Aku menghela nafas.

"Kai kembali tadi malam dan dia sedang dalam perjalanan pulang sekarang." Denice memperingatkanku.

"Aku mencintai anakku, tapi Kai tidak benar-benar memuja Ace." Denice mengungkapkan kepadaku sambil memperbaiki tali bahu gaunku.

"Kenapa dia tidak mencintai anaknya?" Tanyaku bingung.

"Jujur saja, tidak ada yang pernah benar-benar menyukai gagasan seseorang mengambil alih kekuasaan mereka." Denice tersenyum.

"Hati-hati sayang. Itu saja yang bisa aku katakan padamu. Pria mafia tidak mudah ditangani, terutama pria Hernandez."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!