Courage

Sekitar satu jam telah berlalu sejak aku berkumpul bersama Ace dan teman-teman nya di dapur. Hoodie Ace sangat besar di tubuhku, lengannya terlalu panjang untuk lenganku tapi baunya seperti Ace, jadi kurasa itu nilai plusnya.

Aku akhirnya mengumpulkan keberanian untuk bangun dan berjalan ke ruang tamu, mereka semua minum, termasuk Ace. Aku berjalan dengan canggung, berharap tidak menarik perhatian siapa pun. Satu-satunya tempat yang kosong ialah di sebelah Kaylo. Aku bertanya-tanya, mengapa hanya disana yang bisa ku duduki?

Aku duduk di sebelahnya dengan tidak nyaman, aku bisa melihat Ace menatap tidak suka saat aku duduk di sebelah Kaylo. Ace meneguk botol birnya dengan ekspresi tegas yang terpampang di wajahnya. Kaylo menatapku sementara Ace mengalihkan tatapan nya, berbicara dengan salah satu temannya. Kaylo menggerakkan tangannya ke pahaku. Aku merasa ingin muntah.

"Lepaskan tanganmu dari pahaku." Aku mendesis pelan pada Kaylo, berusaha untuk tidak menarik perhatian mereka.

"Hmm, kurasa aku akan membiarkannya di sana, bahkan mungkin ingin lebih jauh lagi." Aku menggeliat saat tangan Kaylo bergerak dari dekat lututku ke paha tengahku. Aku melihat Ace masih berbicara dengan teman nya.

Ace melihat ke arahku, dengan cepat Kaylo menjauhkan tangannya dari kakiku. Tatapan ku tidak sengaja melihat ke arah Dante yang kupikir telah melihat semuanya.

"Jadi siapa yang akan kalian bawa ke pesta nanti?" Ice terkekeh, dia jelas terlihat mabuk. Kebanyakan dari mereka semua sudah mabuk, termasuk Ace kurasa.

"Mungkin salah satu pelacur ku." Jawab seorang pria yang tidak ku ketahui namanya itu.

"Jangan panggil wanita ******, itu menjijikkan." Aku memarahi pria itu dan sebelum dia sempat menjawab perkataan ku, Ace sudah melemparkan tatapan tajam padanya, sehingga membuat dia terdiam.

"Sebenarnya, aku akan membawa seorang gadis yang aku cintai, kalian akhirnya akan bertemu dengannya." Ujar Dante dengan senyuman yang tercetak dari bibir nya.

"Ace?" ucap Ice menarik perhatian Ace.

"Siapa yang akan kamu bawa nanti?" Ice menanyainya dengan rasa ingin tahu.

"Tidak tahu." Ace mengangkat bahunya cuek.

Aku melihat kearah Ace yang ternyata sedang melirikku sebelum melihat meneguk minuman nya.

"Dia tidak pernah memilih siapa pun yang akan dibawa nya, selalu ayahnya yang memilih." Keluh salah satu teman Ace.

"Apakah kamu punya masalah dengan itu?" Ace menggeram menjawab pernyataan itu.

"Kenapa kamu tidak pergi saja dengan Sofia?" Dante bertanya kepada Ace dengan nada menggoda.

"Diam Dante." Aku dan Ace mendesis padanya secara bersamaan. Dante tertawa kecil dan membuat semua orang bingung. Sial! Dante adalah satu-satunya yang melihat kami berdansa kemarin.

"Mengapa Sofia ada di sini?" Seseorang bertanya.

"Kupikir ia salah satu pelacur Ace." Ice terkekeh menatapku. Semua orang menatapku saat ini.

"Apa-apaan pria itu, menyebutku seorang pelacur!" Ucapku dalam hati dengan marah.

"Aku akan kembali ke atas." Aku menggelengkan kepalaku sambil berjalan keluar.

"Ice dengar, dia bukan 'pelacurku'. Sofia adalah seseorang yang akan bersama denganku selamanya jadi jika ada di antara kalian yang membuatnya kesal seperti itu lagi atau menyebut sofia pelacur, aku akan membunuh nya saat itu juga. Termasuk kalian bertiga." Ace mengumumkan kepada semua teman nya yang berada di ruangan itu, khususnya mengancam Ice, Kaylo dan Dante.

Aku berbalik dan ternyata Ace sedang menatapku.

"Dante bangun." Gertak Ace padanya.

"Akhhh, aku ditendang dari kursi." Dante mengepalkan dadanya secara dramatis saat dia jatuh ke lantai.

Aku terkikik pelan sementara semua orang menertawakan Dante.

"Kamu, sini." Tuntut Ace menunjuk ku dengan jarinya mengarahkan ke tempat kosong di sampingnya. Aku berjalan dengan pasti, karena aku tahu bahwa aku lebih suka duduk di sebelah Ace daripada Kaylo.

Dante berjuang untuk bangun kembali ketika Ace menendangnya lagi, itu memperburuk keadaan nya. Membuat semuanya tertawa. Aku melihat Ace tersenyum tipis pada temannya, tetapi senyum itu menghilang seketika. Ace meneguk birnya lagi.

Dia sangat menarik, hanya dia yang terlihat sempurna di antara yang lain dan itu menjengkelkan.

Aku tersadar dari lamunan ku ketika Ace menoleh ke arahku. "Mau seteguk?" Ace menawarkan dengan nada santai.

Aku menatapnya dengan wajah khawatir, aku takut itu akan membuatku mabuk.

"Apakah kamu pernah minum sebelumnya?" Ace bertanya padaku.

"Kau pikir aku bisa menanggung semua risiko nya ketika aku mabuk?" Aku tersenyum, memutar kedua bola mataku.

"Mmm sekarang aku mengerti kenapa kamu masih perawan." Bisik Ace membuat bulu kudukku berdiri.

Dia mencibir sambil menyerahkan botol itu padaku. "Teguklah, aku tidak akan menghukummu.... yah setidaknya tidak seperti yang kau pikirkan." Gumamnya di bagian terakhir tapi aku masih bisa mendengarnya.

"Baiklah." Aku menghela nafas sambil meminum itu. Aku mengernyitkan dahi ku, rasanya asam, aku tidak suka. Ace yang sedang menatapku tertawa terbahak-bahak.

Aku tersenyum mendengar suara tawanya. Aku berharap aku bisa mendengarnya lebih banyak.

"Dia membuat Ace tertawa." Kaylo tersentak menarik perhatian semua orang.

"Mm kurasa Ace menyukai sofia." Ice menyeringai padaku.

Kurasa Ace terlalu mabuk untuk menyadari apa yang mereka bicarakan.

"Berapa lama sampai sofia bisa meluluhkan Ace?" Dante bertanya pada Ice dengan tenang.

"Hmm kurasa kurang dari sebulan." Ice menatapku dari atas hingga ke bawah dengan intens.

Aku terlalu sibuk mengagumi senyum Ace, jadi tidak mempedulikan mereka yang sedang menatapku.

"Bagaimana rasanya? Mengapa Wajah mu seperti itu." Ace menertawakanku.

"Aku tidak tahu." Aku terkekeh.

"Biarkan aku mengambilkanmu sesuatu yang lebih bagus." Ucap Ace serak sebelum berjalan keluar ruangan.

Aku duduk dengan canggung sampai Ace kembali.

"Ini." Gumamnya sambil menyodorkan sebotol anggur kepadaku.

"Kurasa kau akan lebih menyukai yang ini." Ace tersenyum bangga.

"Aku butuh cangkir." Gumamku sambil melihat sekeliling.

"Mulutku bisa menjadi cangkirmu." Ace menawarkan dengan satu alis terangkat.

"Kau mesum saat sedang mabuk." aku memperingatkannya.

"Minum saja dari botolnya, itu akan lebih bagus." Gumam Ace sambil meneguk minuman nya lagi.

Aku mengangkat bahu dan menyesap anggur.

"Ini lebih baik." Aku mengangguk.

"Aku sudah lama tidak minum wine." Ace menukar minuman kami.

Meskipun aku tidak suka bir Ace, aku tetap meminumnya agar tidak membuatnya kesal.

"Hei pelan-pelan!" Gerutu Ace sambil mengambil bir nya dariku.

"Aku masih tidak menyukai rasanya." Gumamku sambil mengusap bibirku.

Beberapa jam telah berlalu dan sekarang sudah jam 2 pagi.

Aku dan Ace telah menghabiskan sebotol anggur. "Aku mungkin harus tidur." Icapku pada Ace.

"Yeah aku juga." Ace menggelengkan kepalanya mencoba untuk tetap menyadarkan dirinya.

Aku pergi untuk berdiri tapi tiba-tiba saja tubuh ku oleng dan Ace menangkapku.

"Hati-hati" Dia memperingatkanku, menatapku dengan tajam.

"Ya. Terimakasih." Ucap ku polos.

Ace memegang pinggangku saat kami berjalan, kalau-kalau aku akan jatuh lagi.

Kami perlahan berjalan menaiki tangga.

"Perut ku terasa tidak nyaman." Rengekku pada Ace sambil memegangi perutku.

"Oh tidak." dia melebarkan matanya saat dia mengangkatku dan berlari ke kamar mandi.

Huueekk.. Huueekk..

Aku memuntahkan semua isi perutku setelah di toilet..Ace menggenggam pelan rambutku dan menahannya.

"Muntahkan saja." Bisiknya sambil menyelipkan tangannya di bawah hoodie dan mengusap punggungku. Aku terduduk di lantai, kelelahan.

"Ayo." Bisiknya lagi, membantuku berdiri. Ace membaringkan ku di tempat tidurnya.

"Hanya untuk memastikan kamu tidak tersedak muntahanmu." Godanya pelan.

Aku membelalakkan mataku takut padanya.

"Aku bercanda." Dia menyeringai sambil melepas kemejanya. Ace mengambil bantal dan meletakkannya di lantai.

"Apa yang kamu lakukan?" Aku mengerutkan kening padanya.

"Tidur." Gumam Ace.

"Tidurlah di ranjang, kenapa kamu tidur di lantai." Aku menggelengkan kepalaku padanya.

Ace meraih bantal dan meletakkannya kembali di tempat tidur, perlahan naik dan tidur di sampingku. Aku berbalik dan menghadap kearah Ace, ternyata Ace sedang menatapku saat aku menatapnya.

"Aku benci mabuk." Gumamku sambil memejamkan mata.

"Ya, itu bukan suatu hal terbaik." Ace mengakui.

"Di mana ayahmu? Dia pergi terlihat beberapa hari ini?" Tanyaku pada Ace, setengah sadar.

"Mungkin ada pekerjaan." Ace menjawab dengan ragu-ragu.

"Oh." Gumamku sementara napasku melambat.

"Apakah kamu ingin pergi ke pesta dansa denganku?" Ace tiba-tiba bertanya dengan suara yang sangat tenang.

"Ya, kurasa itu akan menyenangkan." aku tersenyum sambil membuka mata.

"Ya, aku berpikir seperti itu juga." Bisiknya .

Aku meletakkan tanganku di dekat bantal.

"Saat pertama kali bertemu denganmu, kupikir aku akan membencimu." Gumam Ace memberitahu ku.

"Oh ya." Aku mengerutkan kening padanya.

"Kau ternyata tidak begitu buruk." Dia menggodaku.

"Yeah well. Tapi kau yang terburuk." Erangku padanya.

Aku melihat senyum muncul di wajahnya, mataku menyesuaikan diri dengan kegelapan ruangan.

"Kamu harus lebih banyak tersenyum." Bisikku pelan, menatap dalam tepat di matanya.

"Tidurlah." Bisiknya lembut.

Aku memejamkan mata tapi aku sangat ingin merasakan sentuhannya. Perlahan kugerakkan tanganku, dengan mata masih terpejam, ke arah tangannya. Jika dia tidak bereaksi, aku bisa berpura-pura itu kecelakaan.

Aku menghentikan tangan ku ketika sudah bersentuhan dengan tangan Ace. Aku merasakan bagian belakang jari-jarinya seperti mencari untuk menemukan tanganku.

Tangannya berhenti di tanganku, dan ya jari-jari kami saling bertautan. Aku tidak bisa menggambarkan sentuhannya, yang kutahu aku selalu ingin merasakan ini.

Aku mengintip ke arahnya untuk melihat apakah Ace sudah menutup matanya. Aku tersenyum padanya sambil memejamkan mata sekali lagi. Memegang tangannya sudah cukup untuk saat ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!