Bullshit

Aku terbangun karena mendengar suara alarmku. Sial. Aku harus bergegas berangkat ke sekolah.

Aku sudah mengenakan pakaian ku, huft aku harus siap menjadi orang yang paling dibenci di sekolah.

Aku turun ke lantai bawah menuju dapur dan melihat Denice sedang memasak makanan.

"Hei Denice, kalau ada yang bertanya, aku pergi ke sekolah. Oke." Aku cepat-cepat memberitahunya sambil memakai sepatuku.

"Kupikir Ace tidak ingin kau pergi." Denice menanyaiku sambil membalik pancake.

"Bibirku sebagian besar sudah sembuh, aku akan baik-baik saja." Aku meyakinkannya.

"Oke, tapi kupikir dia tidak akan terlalu senang." Ibu Ace memperingatkan ku, menunjuk spatula ke arahku.

"Kapan seorang Ace pernah merasa senang." Aku terkikik jahil sambil aku berjalan keluar.

Aku mendengar Denice mengatakan sesuatu tapi aku mengabaikannya.

***

Aku sudah sampai di halaman sekolah dan segera berjalan masuk. Aku merasakan semua orang menatapku dengan pandangan jijik saat aku berjalan menyusuri lorong.

"Betulkah? Sudahlah aku tidak peduli." Batinku.

Aku berjalan menuju kelas, ternyata sudah ramai dengan para siswa-siswi yang mungkin sudah datang sedari tadi.

Tidak lama dari itu Guru pun masuk kelas dan mulai mengajar. Selama pembelajaran berlangsung aku mendengar mereka semua membisikkan hal-hal tentang ku, yang bisa aku tangkap mereka bertanya siapa Ace itu.

"Dia seorang ratu drama"

"Kudengar dia bertarung dengan Ryder"

"Kudengar dia tidur dengan Blake tapi berkencan dengan Ace"

Seperti itulah bisikan-bisikan mereka yang aku dengar dan itu semua penuh dengan kebohongan

***

Aku berjalan ke kantin dan semua orang tetap menatapku. Aku berjalan ke bangku kosong dan duduk disana. Aku menyendok makanan ku dengan garpu, aku bisa melihat tim sepak bola terus menatap ku dan itu menbuat ku merasa sangat tidak nyaman.

Semua orang memperhatikan ku, aku tidak tahu di mana Olivia, semua orang mengira aku brengsek dan aku berada dalam situasi yang sulit dan sangat rumit.

Tim sepak bola berjalan mendekati ku.

Jangan lagi

Salah satu dari mereka duduk di depanku.

"Hei Diaz, bagaimana sekolah mu sejauh ini?" Vince bertanya dengan tersenyum nakal. Aku tahu dia hanya mengejekku.

"Vince, pergi dan tinggalkan aku sendiri." Aku menghela nafas, menggelengkan kepalaku tidak ingin berdebat dengan nya.

"Blake dan Ryder keluar dari pertandingan dan itu karena kamu. Pertandingan ini adalah hal yang paling penting bagi kami." Vince mengambil air minum ku dan meminumnya sebagian.

"**** of." Desisku padanya.

"**** you." Dia melemparkan sisa airku ke kepalaku.

Aku mengatupkan rahangku saat air menetes dari rambutku. Perlahan aku kembali menatap Vince yang tertawa bersama semua orang yang berada di kantin.

"Kau ingin tahu apa yang kutahu tentang dia?" Teriak Vince ke seluruh penghuni kantin.

"Aku mendengar ayahnya melecehkannya dan menganiaya nya." Vince berbicara dengan percaya diri, mengumumkannya ke seluruh sekolah.

"Brengsek. Siapa yang bilang begitu." Bentakku marah.

"Ohhh seseorang terlihat sangat marah." Dia tertawa ketika semua orang mulai membicarakan ku.

Air mata menggenak di pelupuk mataku. Aku berdiri dan bergegas keluar dari kantin.

Persetan dengan sekolah ku.

Air mata mengalir di wajahku saat aku berlari menelusuri lorong, aku tenggelam dalam pikiranku.

Buk.

Aku menabrak seseorang.

"Maafkan aku." Gumamku mencoba berjalan melewati mereka dengan kepala tertunduk.

"Aroma ini?" Batinku.

Aku sangat hafal dengan aroma ini. Aroma musky yang sangat kuat.

Dia meletakkan tangan nya di pinggang ku untuk menghentikan ku saat ingin lewat.

"Apakah kamu menangis?" Tanya nya menggeram saat dia menggunakan jarinya untuk mengangkat kepalaku, memaksa ku untuk menatapnya.

"Ace?" Ucapku lirih.

Ya, pria yang kutabrak adalah Ace.

Aku menggelengkan kepalaku, tetapi air mata yang mengalir di wajahku bertentangan denganku. Aku melihat kemarahan muncul di wajah Ace.

"Apa yang terjadi?" Dia bertanya sambil melihat rambutku yang basah kuyup.

"Dia menuangkan air ke kepalaku." Aku berhenti dan tidak menceritakan sisanya.

"Apa lagi...." Ace menggeram, membuatku terkejut. Aku meremas jari-jari tangan ku dengan gugup saat air mata terus mengalir di pipiku.

"Di-dia memberi tahu mereka semua kalau Ayahku melecehkan aku." Aku menangis ketika aku mencoba untuk menahannya.

Ekspresi wajahnya terlihat tidak biasa, ini pertama kalinya aku melihatnya sedih. Dan aku tidak menyukai itu.

Ace menatapku sambil menggelengkan kepalanya, membawa kepalaku mendekat ke dada bidang nya.

"Apa kau butuh sesuatu?" Tanya Ace.

"Tidak." Aku terisak sambil menyeka air mataku.

"Siapa nama laki-laki itu?" Ace bertanya padaku, menggerakkan tangannya ke pinggangku, dan aku tidak merasa terganggu oleh sentuhan Ace.

"Vince." Ucapku.

"Oke, ayo kita pulang." Ace mengantarku keluar.

Aku duduk di mobilnya lagi, hanya melihat keluar jendela.

"Bagaimana jahitan di bibirmu?" Tanya Ace penasaran.

"Hm, baik-baik saja." Aku mengangkat bahu. Ace mengangguk sebagai jawaban.

***

Beberapa hari telah berlalu, aku belum siap untuk kembali ke sekolah, dan Ace membiarkanku melakukan apa yang aku mau.

Aku berada di kamarku menonton film.

Divergen untuk lebih tepatnya.

Tok..tok..tok..

Aku sedikit terganggu oleh ketukan di pintu ku.

"Hei, Ace bertanya apakah kamu ingin turun untuk makan, kami memiliki Pizza." Dante bertanya padaku dengan tersenyum kecil.

Aku balik tersenyum padanya. "Ada berapa orang di bawah." Tanyaku penasaran.

"Aku tidak akan berbohong, hm ada banyak" Dante mengangkat bahu, tersenyum meyakinkan .

"Tidak. Katakan padanya aku sedang tidak mood." Aku meringkuk di bawah selimutku.

"Oh oke." Dante terdengar sedikit kecewa.

Beberapa menit telah berlalu. Aku mendengar seseorang masuk ke kamarku dan menyalakan lampu kamar.

"Ah Ace." Pekikku sambil menarik selimut hingga leherku.

Ace menarik selimutku, tidak menyadari bahwa aku hanya mengenakan tanktop dan celana yang sangat pendek. Ace membeku saat dia menatapku dan aku hanya berbaring di tempat tidurku.

"Bisakah aku mendapatkan selimutku kembali?" Aku bertanya padanya dengan tersipu malu.

Ace mengedipkan mata nya berkali-kali menatap tubuhku tapi akhirnya dia mengembalikan selimutnya.

Dia pergi dan kembali dengan membawa pakaian untuk ku.

"Ini, pakailah." Katanya sambil melemparkan sepasang celana basket dan hoodie kepadaku.

Aku memakainya dan melihat Ace masih menatapku. "Bisakah kamu berhenti menatapku?" Aku memelototinya.

"Maaf, aku hanya mengagumi pemandangan di depanku." Godanya dengan nada jahil.

Aku melihat nya berjalan mendekat kearah ku.

"Akkhhhh Ace turunkan aku." Teriak ku padanya sambil memberi pukulan pada punggung tegapnya.

bagaimana aku tidak berteriak, Ace meraihku dan menggendong ku ke atas bahunya. Seperti memanggul beras. Aku terus berteriak padanya minta untuk diturunkan.

"Sudah menyerah?" Dia mengangkat alisnya.

Aku menyerah dan hanya menggantung, menatap lantai. Ace berjalan menuju dapur. Semua mata menatap kami dengan pandangan yang..... I don't know.

"Ini Sofia." Ace memperkenalkanku, akhirnya menurunkanku.

Dari beberapa orang yang berada disini hanya Dante dan Kaylo yang aku kenal, selebihnya aku tidak mengenal mereka.

"Saya Dacre, saya hanya akan berada di sini selama beberapa hari sejak saya memimpin salah satu markas Mafia Ace di California." Seorang pria memperkenalkan dirinya.

Aku tersenyum padanya, menjabat tangannya.

"Aku Ice." Ucap seorang pria lagi.

Itu nama yang aneh. Aku berdiri di samping Ace dengan canggung saat dia berbicara dengan teman-temannya. Ada beberapa pria lagi yang belum memperkenalkan diri tapi aku tidak peduli.

"Kau mau pizza?" Ace bertanya padaku. Aku menggelengkan kepalaku sebagai tanggapan.

"Kamu harus makan, walau hanya sepotong." Ace mengambil sepotong dari kotak, menyerahkannya kepadaku.

"Ace aku ingin tidur saja." Rengekku sambil memegang pizza.

"Kamu harus makan, dan ini sudah jam 8 malam."

Ace mengangkat alisnya ke arahku. Aku menghela nafas kalah dan akhirnya menggigit pizza ini.

Ace berbincang dengan teman-temannya sambil berjalan ke arah sofa.

"Kamu terlihat sangat tidak nyaman." Gumam Ice berdiri di sampingku.

"Aku baru saja mengalami beberapa hari yang buruk." Aku menggelengkan kepalaku.

"Kau ingin membicarakannya di kamar tidur." Ice menyeringai main-main.

Aku membelalakan kedua bola mataku saat mendengar perkataan nya.

"Tidak." Bentakku padanya.

"Yah.. aku ditolak, aduh." Ice meletakkan tangannya di atas jantungnya.

"Drama." Batinku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!