Ace's POV
Beberapa menit telah berlalu.
Kami duduk di dalam mobil dengan keheningan yang menyelimuti kami. Aku tahu dia kesal. Aku tidak pandai menebak emosi seseorang, tapi aku bisa tahu ketika orang itu sedang terluka, terutama karena aku yang biasanya menyakiti mereka.
Aku melihat dia berusaha sangat keras untuk menjadi kuat. Aku benci melihat orang menangis, itu membuatku jijik, karena aku berpikir itu hanya akan menunjukkan betapa lemahnya mereka.
Tapi ketika aku melihat air mata jatuh dari pipinya, aku tidak berpikir dia lemah. Aku tidak tahu mangapa aku tidak suka melihat dia menangis, aku sangat ingin menghilangkan rasa sakitnya.
"Apakah kamu baik-baik saja?" Kata-kata itu keluar dari bibirku bahkan sebelum aku sempat memikirkannya.
Aku melihat bibirnya bergetar saat dia menggelengkan kepalanya, hanya melihat ke luar jendela.
Aku merasakan sesak di dada ketika aku melihat dia berjuang untuk tidak menangis. Aku tidak suka merasa seperti ini.
******* keluar dari bibirku saat aku menatapnya.
"Aku seharus nya tidak mengajak mu untuk menemui keluarga mu hari ini." Gumamku pelan sambil mengusap dahiku dengan tegang.
Sofia mengangguk setuju.
"Apakah saudara-saudaramu mengabaikan menutup mata saat ayah mu memperlakukan kamu seperti itu?!" Akhirnya aku bertanya.
Dia tetap diam sampai akhirnya ia mempunyai keberanian untuk menjawab.
"Dia melakukan itu kepada kita semua. Aku tidak tahu bahwa itu sebuah 'kekerasan' sampai aku SMA, aku pikir itu normal dipukuli untuk hal-hal kecil, mungkin seperti itulah cara ayah membesarkan kita semua." Jawabnya, ragu-ragu.
"Mereka bajingan." Bentakku marah.
Sofia menatapku dengan tatapan tidak suka, seakan tidak menyetujui apa yang aku katakan.
"Jangan menatapku seperti itu." Aku menggeram padanya.
Aku perlu menenangkan diri. Aku masih sangat bersemangat dari beberapa menit yang lalu, tapi entah kenapa saat ini emosi ku sangat tidak stabil.
"Aku mungkin orang yang kejam dan aku mungkin melakukan hal - hal buruk seperti yang kamu ketahui. Tapi aku janji, tidak akan pernah membiarkan siapa pun melukai mu. Apakah kamu mengerti?" Aku menuntutnya untuk menjawab.
Perhatian ku beralih ke pegangan yang rusak di mobil. Lalu aku mendengar suara isak tangis.
Aku menoleh ke samping untuk melihat Sofia, dan benar dia sedang menangis. Dia tidak bisa terus-menerus menyimpan itu semua sendirian.
****
"Mengapa aku tidak suka melihatnya menangis? Itu sangat membuatku tidak nyaman." Batinku.
Aku tidak tahu harus berbuat apa karena aku tidak pernah menenangkan orang yang sedang nangis sebelumnya.
"Aku hanya ingin tidur." Rengeknya sambil menyeka air matanya.
Aneh.
Dia tidur untuk menghindari masalahnya, sedangkan aku tetap terjaga untuk memperbaiki masalah ku. Kami benar-benar berlawanan.
"Kamu bisa tidur." Usulku sambil mengangkat bahu.
Aku melihat dia bersandar di jendela saat dia menutup matanya. Akhirnya dia tertidur.
Aku bermain handphone sambil menanggapi beberapa E-mail yang masuk. Seketika aku merasa tegang.
Aku melihat Sofia mengubah posisi nya dan memutuskan untuk berbaring di pangkuan ku.
Tidak pernah sebelumnya ada seseorang yang sedekat ini dengan ku. Tidak apa-apa, kurasa aku bisa membuat pengecualian sekali ini saja.
Pandangan ku terpaku saat aku melihat Sofia tertidur dengan tenang. Pipinya masih terdapat sisa air mata yang sudah mengering, perlahan aku mengusap punggung jariku di sepanjang noda air mata di pipinya.
Aku sangat ingin menghilangkan semua rasa sakitnya dengan satu sentuhan, tapi aku tahu tidak sesederhana itu.
Aku membelai helaian rambut nya dengan lembut, seakan itu adalah barang yang mudah pecah. Dia cantik, dan aku benci mengakuinya, aku lebih suka memiliki istri yang jelek, setidaknya aku tidak ingin menikahinya.
Aku berhenti menatap nya dan kembali fokus pada pekerjaan ku.
"Sial, aku tidak bisa berhenti untuk menatapnya."
Aku melihat ketidaknyamanan di wajah nya saat Sofia terus bergerak kecil dalam tidur nya. Dia pasti mengalami mimpi buruk. Dia mengerutkan alisnya saat tangan nya mencari sesuatu untuk di pegang.
Aku meraih dan menggenggam tangan nya dengan lembut. Kerutan di dahinya langsung memudar, ekspresi di wajahnya kembali tenang.
Aku menatap tangan kami berdua bertautan, dan aku merasa tangan nya sangat pas ketika aku genggam. Mereka cocok dan sempurnah.
Aku harus berhenti memikirkan gadis ini. Aku tidak bisa membiarkan diriku mencintai apa pun.
Aku menelepon Fiona, salah satu pelacurku. Ibuku benci ketika aku memanggil mereka dengan sebutan 'pelacur'.
"Aku akan pulang dalam 10 menit lagi, sampai aku tiba disana kau belum datang aku akan membunuhmu." Gerutuku di telepon.
"Tentu saja Mr. Hernandez." Jawabnya dengan genit.
"Jika kau berbisik seperti itu lagi, aku akan mematahkan rahangmu." Geramku marah sambil menatap ke luar jendela.
"Maafkan aku." Dia memekik ke telepon.
Aku langsung menutup telepon ku. Aku memutar kedua bola mataku. Sulit berurusan dengannya.
Perhatianku sekali lagi terpaku pada Sofia. Dia terus memegang tanganku saat kepalanya bergerak di pangkuanku.
"Brengsek." Aku menarik napas tajam, memejamkan mata.
Yang bisa ku pikirkan hanyalah bagaimana caranya untuk tidak mendapatkan ereksi. Aku menghela napas berat saat dia berhenti bergerak.
Hanya menggerakkan tangannya saja sudah membuat ku tegang dan panas dingin seperti ini? Bagaimana jika...
****
Aku menghembuskan nafas ku dengan perlahan. Menatap ke luar jendela, mencoba untuk mengalihkan pikiran ku.
Sial! Ini adalah perjalanan 10 menit yang sangat menyiksa dan akhirnya aku isa keluar dari mobil.
Aku melangkah keluar saat aku sudah menyesuaikan diri ku lagi.
"Yooo Ace, apakah kamu ingin aku membawanya ke kamarnya?" Kaylo bertanya, muncul dengan tiba-tiba entah dari mana.
"Tidak, aku akan melakukannya sendiri." Ucapku dengan nada kesal padanya.
"Awh ayolah, aku hanya ingin membantu." Kaylo memasang seringai jahat di wajahnya.
"Masuklah ke dalam sebelum aku menembakmu." Ancamku.
"Ayo--"
Perkataan nya terhenti ketika aku mencabut pistolku dan menempelkannya di dahinya.
"Aku bersumpah demi tuhan, aku akan menembakmu jika kamu tidak pergi sekarang juga!" Teriak ku dengan marah.
Aku melihat wajah Kaylo menjadi pucat.
"Y- ya bos. Aku pergi sekarang." Dia hampir saja tersandung saat melarikan diri dariku.
Pengecut sialan pikirku sambil mengangkat Sofia ke lenganku. Aku melangkah dengan sangat hati-hati karna tidak ingin membuat nya terbangun.
Setelah sampai dikamar ku, Ya aku membawa Sofia ke kamarku. Dengan lembut aku membaringkannya di tempat tidur.
Aku tidak bisa meninggalkannya di kamar tamu kalau-kalau Kaylo kembali dan mencoba sesuatu yang mencurigakan, ditambah aku bisa mengunci kamar ini.
Aku menutup pintu dengan pelan. Fiona berjalan menaiki tangga.
"Hai bos." Dia tersenyum.
"Ayo kita selesaikan ini." Aku memutar bola mataku dengan malas.
Tuhan, aku membenci gadis ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments