Stained

Aku menunggu di lantai atas dengan sabar.

Sembari menunggu Ace aku mencoba untuk mencuci darah di pakaian ku ke wastafel kamar mandi.

Aku merasa ingin menangis, mengapa aku selalu mengacaukan semuanya.

Aku bersandar ke dinding saat aku merasa putus asa untuk menghilangkan noda ini.

Perlahan-lahan aku meluruh ke lantai, tanganku yang berdarah menutupi wajahku.

Jujur, aku sangat lelah menjalani hidup ini. Aku bosan dengan kekerasan yang terus menerus mengikuti kehidupan ku.

Tes

Tes

Tak terasa air mata mengalir di pipiku saat aku menenggelamkan kepalaku di lututku.

Tiba-tiba pintu terbuka.

"Oh, aku... kau baik-baik saja?" Kaylo bertanya, memperhatikan air mataku.

Aku terkejut. Dengan cepat aku mengusap air mataku.

"Oh ya, aku baik-baik saja." Aku tersenyum setulus mungkin, mencoba terlihat biasa saja.

"Kau menangis?" Dia terlihat bingung.

"Apakah Ace yang melakukannya?" Lanjutnya. Kaylo hampir terdengar marah.

"Tidak- dia membantuku." Gumamku sambil berbalik dan menghadap cermin.

“Ace? Seorang Ace Hernandez membantumu?” Kaylo terkekeh tidak percaya.

Aku mengerutkan alisku padanya dengan rasa ingin tahu. "Apa maksudmu? Kau membuat ku bingung."

Kaylo tersenyum, menggelengkan kepalanya mendengar kalimat ku.

"Ace tidak pernah membantu siapa pun." Kaylo menyeringai padaku.

"Aku bertemu Ace ketika aku berusia 15 tahun. Ayah kami adalah teman baik jadi wajar saja jika kami berteman baik. Dia sudah seperti ini sejak dia berusia 15 tahun, bahkan mungkin lebih muda. Dingin, kejam, manipulatif. Jika Ace membantumu, berarti ada maksud tertentu yang dia inginkan darimu. Aku memperingatkanmu sekarang, Ace adalah orang yang kejam untuk siapa pun dan semua orang." Kaylo menggeram hampir mengancamku.

Aku berdiri membeku.

Terkejut. Tentu saja.

Seperti ada kemarahan tersembunyi di balik kalimat kaylo, dan sedikit kecemburuan, mungkin.

“Ok….” Jawabku pelan.

"Sofia."

Aku mendengar suara seseorang memanggil ku.

"Dia bukan orang baik, kau akan melihatnya nanti." Kaylo memperingatkanku lagi saat dia berjalan keluar.

"Ya bro, dia di atas sini." Kaylo memanggilnya.

Ace muncul dan berjalan ke kamar mandi.

Tatapan Ace terlihat menyelidik ke arah Kaylo.

"Dia hanya kesal Ace, itu normal." Kaylo memutar kedua bola matanya. Merasa jengah dengan tatapan yang seakan menyalahkan nya.

"Aku tidak buta, aku tahu dia marah." Ace menggeram kesal.

"Astaga, dasar pemarah." Kaylo perlahan berjalan pergi, mengedipkan mata padaku sebelum turun ke bawah.

"Pria aneh! Suasana hatinya cepat sekali berubah." Cibir ku dalah hati.

"Ada apa?" Tanya Ace padaku.

"Tidak ada apa-apa. Aku hanya lelah." Ucapku.

Ace menatap ku dengan penuh selidik.

"Ayo, aku akan membawamu untuk melihat saudara-saudaramu sekarang." Dia menawarkan.

Seketika senyum muncul di wajahku setelah mendengar ucapan Ace.

Dan Ace tampak senang telah membuatku tersenyum.

***

Untuk kali ini, Ace memutuskan untuk membiarkan orang lain yang mengemudi.

Dan Ace duduk di kursi belakang bersamaku.

Aku merasa Ace selalu melirikku tapi aku mencoba untuk tidak peduli, karna terlalu bersemangat untuk melihat saudara-saudaraku.

“Apakah kamu punya saudara kandung?” Tiba-tiba aku bertanya kepada Ace dan aku bisa melihat Ace mulai berpikir.

"Kurasa ya." Jawabnya dengan nada tidak pasti.

Wajahku pasti terlihat bingung, maka dari itu Ace menjelaskannya lebih lanjut.

"Ayahku sering berselingkuh dari ibuku jadi aku berasumsi di suatu tempat aku memiliki saudara. Ah tidak.. Aku pasti punya satu saudara." Dia mengoreksi dirinya sendiri.

“Bagaimana kau tahu?” Tanyaku penasaran.

"Aku pemimpin sebuah kelompok Mafia. Jadi aku memiliki semua surat-surat yang diturunkan dari ayah. Dan ya, aku menemukan akta kelahiran di tumpukan kertas yang dia pikir tidak akan aku periksa". Tangan Ace saling bertautan, dia duduk seperti seorang pebisnis sepanjang waktu.

“Jadi, apakah kamu akan bertemu dengannya?” Tanyaku.

"Tidak." Jawabnya, tidak ada keragu-raguan yang ku dengar dari suaranya.

"Mengapa?" Ucapku terkejut.

"Aku tidak membutuhkan seorang saudara." Dia mengangkat bahunya acuh

Aku mengangguk, mengakhiri percakapan.

***

Kami akhirnya tiba di mansion keluarga ku.

Aku melangkah keluar dari mobil.

"Sof." Aku mendengar seseorang berkata dengan nada bingung.

"Sofiaaa." Teriak mereka berdua gembira saat mereka menyadari bahwa itu sebenarnya aku.

Itu Diego dan Javi.

"Ahhhhhh." Teriakku senang, melompat ke pelukan mereka.

"Kami pikir kami tidak akan pernah melihatmu lagi." Diego tertawa senang.

Aku mendengar Ace berdeham. Ahh aku lupa dengan Ace.

Aku melihat saudara-saudaraku langsung membeku.

"Guys ..." Aku mengusap bagian belakang leherku dengan canggung saat aku mengambil langkah mundur dari mereka.

"Ini Ace.... Ace Hernandez." Aku memperkenalkannya.

"Aku juga tunangannya." Suara serak Ace yang dalam menggerutu.

Aku bisa merasakan saudara-saudara ku takut padanya. Aku tahu dan aku tidak menyalahkan mereka.

Ace mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dan mereka berdua tersentak.

"Jabat tangannya, jangan kasar." Bisikku pada saudara-saudaraku.

Aku tahu mereka hanya takut tapi aku tidak ingin mereka membuat Ace marah.

Diego adalah orang pertama yang menjabat tangan Ace. Berikutnya adalah Javi.

"Saya Diego." Dia memperkenalkan diri.

"Saya Javi." ucap Diego setelah nya.

Aku tahu bahwa mereka merasa tidak nyaman dengan situasi ini.

"Keluarga Diaz, saya pernah mendengar hal-hal tentang kalian sebelumnya." Ucap Ace sangat mengintimidasi.

"Semoga hal-hal baik yang anda dengar."

Aku mendengar suara yang sangat ku kenal dengan baik.

Ya, itu adalah ayahku.

Aku langsung mundur kembali ke arah Ace, hampir tidak ada ruang di antara kami berdua.

Sulit bagi ku untuk menyembunyikan betapa takutnya aku kepada ayah ku.

Mungkin terlihat jelas di wajah ku.

Ace segera menatap ayahku dengan tatapan dingin nya.

Lagi pula, Ace tidak memiliki ekspresi lain selain tatapan itu.

Ayahku mendekati kami dengan hati-hati, tapi berusaha bersikap untuk tidak merasa terintimidasi.

"Aku Fernando." Ayahku menjabat tangan Ace dengan cukup keras.

"Aku tahu, kita pernah bertemu sebelumnya." Ace memutar kedua bola matanya.

"Siapa ahli waris di keluarga ini?” Tanyanya penasaran.

"Raul!" Teriakku saat melihatnya keluar dari rumah.

Aku berlari ke arahnya.

"Ahhhh Sofia." Raul membalas memelukku , memutar tubuhku dalam pelukannya.

"Aku sangat merindukanmu." Kataku senang sambil terkikik.

"Di mana Marco dan Stefano?" Tanyaku setelah Raul menurunkan ku.

"Mereka sudah pergi." Jawab Raul gugup.

Aku mengangguk .

Aku dan Raul mendekati Ace.

"Ini Ace, tunanganku." Aku memperkenalkan Ace.

"Raul Diaz, pewaris di keluarga Diaz." Jawabnya sambil menjabat tangan Ace.

"Aku mengerti kenapa dia yang menjadi pewaris dan bukan kalian berdua." Ace melirik Javi dan Diego.

Ayahku tertawa mendengar lelucon Ace.

"Itu bukan sebuah lelucon." Ace menggeram pada ayahku. Tak lama kemudian Ayahku berhenti tertawa.

"Mau masuk?" Tanyaku pada Ace.

Dia mengangguk sambil mengikuti di belakangku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!