Aku mengerang saat mendengar suara alarmku berbunyi. Perlahan aku bangkit dan berganti pakaian untuk berangkat sekolah.
Aku berjalan ke bawah dan melihat tas sekolah hitam dan perlengkapan sekolah sudah di atas meja.
“Siapa yang mendapatkan semua barang ini untukku?” Ucapku dalam hati.
"Aku harap kamu suka dengan barang-barang ini." Denice muncul dengan tiba-tiba dan hampir membuatku terkejut.
"Ya itu bagus. Terimakasih." Aku berbicara dengan grogi.
Aku melihat jam yang ada di tangan ku, dan menyadari bahwa aku harus segera pergi.
"Semoga harimu menyenangkan." Denice tersenyum hangat sambil melambaikan tangan nya
“Kamu juga.” Aku membalas lambaian tangan Denice sebagai jawaban.
“Bagaimana bisa seorang wanita sebaik Denice bisa terjebak dengan dua pria dingin itu?” Batinku.
****
Setalah menempuh perjalanan yang cukup jauh, sampai juga Aku di sekolah. Aku berjalan menuju loker sebelum
dihentikan oleh tangan seseorang yang menutupi kedua mata ku dari belakang.
"Tebak siapa?" Orang itu terkikik jahat.
"Mmm, aku tidak tahu." Jawabku sinis.
Nyatanya Aku sangat mengetahui seseorang yang ada di belakang ku ini.
"Ini sahabatmu." Dia melepaskan tangan nya dengan nada kesal.
"Hai Olivia." Sapaku sebelum memeluknya.
"Hei." Dia bersorak senang sambil memeluk ku.
"Ini salah satu akhir pekan yang gila." Gumamku, menyandarkan kepalaku di bahunya.
“Ceritakan padaku saat makan siang.” katanya penasaran.
Kami berjalan menyusuri lorong menuju kelas sambil membicarakan apa saja dan segalanya terhenti ketika Olivia membisikkan sesuatu padaku.
"Blake sedang memperhatikan mu." Bisik Olivia, menghentikan pembicaraan kita.
"Tidak, dia tidak memperhatikanku." Bisikku sedikit panik sebelum melirik ke arah Blake dan hampir melakukan kontak mata dengannya.
Blake dulunya adalah salah satu sahabatku saat kecil. Dia pergi selama beberapa tahun dan baru kembali ditahun ini. Blake yang saat ini terlihat berbeda dengan yang dulu. Dia tidak kurus lagi.
“Dia captain sepak bola rupanya.” Batinku.
Blake tinggi dan berotot, rambut nya hitam tebal dan halus, dengan mata berwarna coklat tua.
"Sofia." Aku mendengar suara berat memanggilku.
Aku menghela nafas ragu-ragu ketika aku menatap Olivia yang tersenyum tidak jelas.
"Hai." Aku tersenyum sambil berbalik.
"Hei." Balas Blake berseri-seri.
"Aku tahu kita tidak benar-benar berbicara sejak aku kembali, tapi aku ingin tahu apakah kamu ingin datang ke pertandinganku malam ini?" Dia bertanya, tampak sangat berharap
.
Sungguh aku tidak ingin mengecewakannya, dia terlihat sangat bahagia.
"Oke." Jawabku dengan senyuman hangat.
"Bagus. Sampai jumpa lagi." Dia menyeringai sebelum berlari kembali ke teman-temannya di lapangan.
Aku mendengar mereka semua bersorak ketika Blake kembali ke lapangan dengan tersenyum seperti orang idiot.
"Terlihat sekali dia sangat menyukaimu, dan dia sangat menarik." Olivia menyenggolku, berusaha membujukku.
"Aku tidak tertarik. Untuk saat ini." Jawabku santai.
"Kamu tidak bisa menutup mata untuk setiap pria hanya karena kamu takut terluka, coba saja dengan dia, demi aku." Olivia cemberut sambil memohon padaku.
"Baiklah." Aku menggelengkan kepalaku sambil menyeringai.
Jika Ace saja bisa bersama wanita lain, mengapa aku tidak bisa bersama pria lain?
****
"Aku akan ikut denganmu ke lapangan, tentu saja aku harus melihat pacarku bermain." Ucap Olivia yang muncul dengan tiba-tiba.
Dia sedang berbicara tentang pacarnya Ryder.
"Kamu sangat perhatian." Aku menggodanya saat kami berjalan melewati pintu sekolah.
Kami duduk di bangku penonton.
"Diaz, kudengar kau di sini untuk Blake." Canda Ryder sambil mengecup bibir Olivia
"Ya, aku bilang aku akan datang menontonnya bermain." Aku membalas dengan seadanya.
"Dia sangat bersemangat." Ryder menyeringai sambil mengangkat alisnya.
Aku memutar mataku sambil mencibir.
"Semoga beruntung sayang." Teriak Olivia.
Ryder meniupkan ciuman padanya saat dia berlari kembali ke lapangan. Terkadang mereka membuatku ingin muntah.
"Kamu datang?" Blake tersenyum padaku, menghampiri ku ke bangku penonton .
"Ya, aku pikir tidak buruk untuk datang." Aku mengangguk menatapnya.
"Aku senang mendengar nya. Aku harus kembali ke lapangan." Dia berlari ke arah Ryder yang sudah berada di posisinya .
"Dia sangat mencintaimu, aku bisa melihat dari tatapan nya kepada kamu." Olivia terkikik penuh semangat.
Ponsel ku tiba-tiba berbunyi, dan ketika ku cek banyak sekali pesan masuk.
"Di mana kamu."
"Pulang sekarang."
"Sekolah sudah berakhir satu jam lalu."
"Cepatlah."
"Baiklah, aku akan datang untuk menjemputmu."
“Mengapa aku harus mendapatkan ini sekarang?” Ucapku lirih.
"Sial." Aku dengan panik mengambil tasku dari bawah kursi. Lalu aku melihatnya, Ace. Dia berjalan menuju bangku penonton dan aku berani bersumpah aku melihat kobaran api di kedua matanya.
"Astaga." Rahang Olivia ternganga saat melihat Ace.
"Aku tahu dia sangat seksi. Sekarang tutup mulutmu." Desisku pada Olivia.
"Dari mana saja kamu?" Ace berteriak padaku, menarik perhatian semua orang di bangku penonton.
"Aku di sini, tidak kemana-mana." Kataku pelan, takut untuk berbicara karena dia terlihat sangat marah.
Seluruh tim sepak bola berhenti bermain karena mendengar suara Ace.
"Kita harus pulang.... sekarang." Tuntut Ace. Suaranya penuh amarah saat dia berdiri di bagian bawah bangku.
Aku berjalan menuju Ace. Aku berjalan di sampingnya saat kami pergi.
"Sofia?" Aku mendengar suara Blake memanggilku.
Aku melihat wajah Ace menjadi lebih marah dari sebelumnya.
"Kemana kamu akan pergi?" Blake meraih lenganku.
Aku tersentak dan menoleh ke Ace yang sekarang fokus pada Blake.
"Apakah saya mengatakan Anda bisa menyentuhnya?" Ace menggeram pada Blake.
"Kamu seharusnya tidak perlu mengatakan jika aku bisa menyentuhnya." Blake balas membentak Ace.
Ace lebih tinggi dan lebih berotot daripada Blake.
"Blake, aku baik-baik saja aku janji." Gumamku pelan sambil berdiri di samping Ace.
“Dan aku mohon jangan sakiti Blake.” Pinta ku lirih pada Ace dengan mengatupkan kedua tangan ku di dada.
Aku berharap Blake akan berbalik dan pergi tapi dia tidak melakukannya.
“Lepaskan tangan nya sebelum kamu menyesal." Ace memperingatkan Blake dengan nada yang sangat dingin.
“Bagaimana jika aku...." Ucapan Blake terhenti oleh tinju Ace yang dilayangkan ke rahangnya.
Aku terkejut dengan ledakan kemarahan Ace yang tiba-tiba.
Blake terbaring di lantai, dengan darah yang keluar dari mulut dan hidungnya.
Aku merasa ngeri saat melihat Blake terkapar tidak sadarkan diri dan tidak membuka matanya. Satu pukulan dari Ace menyebabkan banyak kerusakan pada Blake.
"Persetan." Ucap Ace, masih mengepalkan tinjunya.
Dia berbalik ke arahku. Aku tersentak, berpikir bahwa aku sasaran kemarahan Ace selanjutnya. Tapi aku tidak merasakan apa-apa.
Ace hanya menatapku dengan tatapan yang tidak terbaca.
"Masuk ke mobil sialan." Gerutunya kejam, jelas tidak peduli dengan sorakan heboh di belakang nya.
Aku berlari ke arah mobil dan duduk di kursi depan bersama Ace.
***
"Mengapa kamu melindungi nya hah!?" Suara berat Ace menanyaiku.
Aku meliriknya sebelum mengalihkan perhatianku ke tanganku.
Dia menggenggam tanganku agar berhenti bergerak.
"Jawab aku!" Bentaknya. Ace terlihat sangat marah sekali.
"Tidak ada alasan." Jawabku tanpa nada saat aku melihat tangannya yang masih di tanganku.
Ace terdiam tidak mengatakan apapun.
"You're lying." Akhirnya dia angkat bicara.
"Aku akan mencari tahu apa yang terjadi padamu." Gumamnya dengan nada tegas.
"Kenapa kamu peduli?" Ucapku sambil melirik ke arahnya.
Ace mengangkat alisnya ke arahku. Dia mengangkat tangannya ke udara ingin memberi ku pukulan dan aku tersentak.
Tangan Ace terhenti di udara.
"Brengsek." Bisikku sambil menatap keluar jendela melihat mobil-mobil yang lewat.
"Kamu harus tahu jika kamu akan menikah denganku, jadi aku tidak akan memukulmu." Dia bersuara seolah-olah dia telah menahannya sejak percakapan kami.
Dia tahu persis apa yang salah dengan ku, dia hanya ingin mendengar aku yang mengatakannya.
Aku hanya terdiam mendengar ucapan Ace
"Aku tidak memukul wanita, terutama seseorang yang akan menjadi istriku." Dia berdeham.
Aku tidak mengenali pria ini dan sialnya dia yang akan menjadi suami ku.
Aku tidak memperdulikan kata-katanya. Dia hanya perlu membuktikannya melalui tindakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments