"Kiara, Dira hilang. Kakakmu tidak pulang sejak kemarin" Tangis Widya langsung pecah ketika Kiara menjawab panggilan video darinya.
Kiara menghela nafas. Ia benar-benar tidak menyangka Mama nya bisa sepanik itu dengan absennya Dira di rumah. Widya terus menangis sesegukan persis seperti induk ayam yang kehilangan anaknya.
"Emang si Kadir diapain sampai nggak pulang, Ma?" tanya Kiara mencoba mengorek informasi tentang Dira yang kemarin tiba-tiba datang ke apartemennya.
Kiara yakin ada alasan terselubung dari kakak absurdnya itu sehingga ia rela jauh-jauh terbang ke Milan untuk menggangguk bulan madunya.
"Mama hanya memintanya menjalankan wasiat Papa. Mama mengenalkan Dira sama dokter yang dulu merawatmu, Kiara. Dokter itu sudah berbaik hati mau datang ke rumah, makan siang dengan kakakmu. Lalu kenapa Dira malah tidak pulang. Hiks..hiks..hiksss" Widya kembali menangis.
"Mama mau jodohin Kadir sama dokter itu?" tanya Kiara dan dibalas anggukan oleh Widya.
"Kadir nggak mau kali, Ma...."
"Terus dia mau nya sama siapa, Kiara? Sudah untung dokter cantik itu mau sama kakakmu. Apa kamu tidak sadar kalau kakak kamu itu jauh dari tipe pria idaman" cibir Widya yang langsung di sambut gelak tawa Elang.
Kiara menyikut lengan suaminya yang entah sejak kapan sudah duduk di sampingnya.
"Mama jangan khawatir. Abang bukan anak kecil lagi. Dia kan hebat bisa terbang ke sana ke sini kayak spiderman" kata Elang mencoba menenangkan Mama mertuanya itu.
"Lagian kenapa Mama masih di Jakarta sih? Om Edo kan sudah pulang ke Pare. Mama kan tahu sendiri Kadir sibuknya kayak apa. Mama pasti kesepian di sana. Kalaupun ada Dira, Mama bakalan naik darah" gerutu Kiara.
"Mama tidak tenang, Kiara, kalau kakakmu belum mendapatkan jodoh juga. Mama takut Dira akan jadi perjaka tua"
Kiara dan Elang saling memandang. Mereka memberi kode satu sama lain dengan kedua matanya. Di satu sisi mereka kasian pada Widya dan ingin memberi tahu keberadaan Dira. Namun, di sisi lain mereka juga perlu mendengar alasan Dira dan menjaga privasinya.
Kiara dan Elang akhirnya memilih diam, mendengarkan curahan hati Widya yang sudah sejak satu jam yang lalu belum selesai. Lagi-lagi jam sarapan mereka terganggu. Kemaren Dira, sekarang Widya.
"Kirrrr...... buatin gue kopi!!!" teriak Dira.
Deg.
Kiara dan Elang langsung saling menoleh. Ia yakin jika Widya juga mendengar teriakan Dira barusan.
"Kiara... itu tadi suara siapa?" tanya Widya, tepat seperti dugaan mereka.
"Su.. su.. a.. ra apa, Mama?" tanya Kiara.
"Tadi yang teriak minta dibikinin kopi" selidik Widya lagi.
"Suara televisi, Ma. Elang tadi lagi nonton telenovela" jawab Kiara lagi.
Widya mengangguk meskipun hatinya masih merasa ada yang aneh. Jelas-jelas Widya mendengar teriakan seseorang dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hal yang tidak mungkin jika di Milan menayangkan telenovela berbahasa Indonesia.
Widya segera menepis keraguannya. Ia kembali mencurahkan isi hatinya kepada anak dan menantunya.
"Kirrr.... kopi, Kir!!! Buatin gue kopi!!!"
Deg.
Kiara dan Elang kembali saling menatap. Ingin sekali Kiara kabur dan menyumpal mulut Dira agar diam sejenak. Kalau dia terus-terus berteriak, Widya pasti akan tahu keberadaannya.
"Nih orang dua pagi-pagi udah telponan aja. Bikinin gue kopi, Kir!!!"
Dira muncul dengan bercelana kolor dan handuk yang ia kalungkan di lehernya. Dira tidak memperhatikan jika Kiara dan Elang sedang melakukan panggilan video. Dira pikir pasangan suami istri itu sedang sarapan bersama sehingga mengacuhkan ucapannya.
"Lho?? DIRA...!!!! ADIRA PUTRA SANJAYA...!!! KENAPA KAMU ADA DI SITU???" Teriakan Widya berhasil menjatuhkan ponsel Kiara.
Ponsel Kiara yang sejak tadi bersandar pada vas bunga di meja makan seketika ambruk saat Widya berteriak memanggil Dira.
"DIRAAAAA PULANG KAMU....!!!!" teriak Widya lagi membuat mereka bertiga saling diam dalam keadaan bingung.
"Eh lu kenapa nggak ngomong kalau lagi telponan sama Mamae?" bisik Dira melotot.
"Lah lu sendiri yang main teriak-teriak aja" Kiara tak terima disalahkan oleh Dira.
"Ya lu kan bisa kasik kode"
"Kode apaan? kode OTP?"
"DIRAAAAA, KIARAAAA, ELANG.... BENERIN TUH PONSEL!!! MAMA MAU NGOMONG SAMA DIRAAAAAA.....!!!"
Kiara dan Dira saling sikut. Mereka sama-sama bersikeras tidak mau membenarkan posisi ponsel yang tidur. Melihat kakak beradik itu tetap berdebat dan Widya yang terus berteriak, membuat Elang mengalah. Elang mengambil ponsel Kiara dan menghadapkan layar ponsel itu pada Dira.
"DIRAA...!!!"
"ELANG...!!!
Widya dan Dira berteriak bersamaan.
"Eh, Ngapain sih pakai ambil ponselnya Kiara?" gerutu Dira pada Elang. Tangannya sudah siap menjewer Elang. Namun, segera ditepis oleh Kiara.
"Kan kalian nggak ada yang mau. Jadi Elang ngalah aja, Abang" sahut Elang.
"Aduuhhhh... kau ini..."
"DIRAAAA.... DIAM KAMU JANGAN RIBUT!!!" bentak Widya membuat Dira akhirnya diam membisu.
"Kamu ngapain di tempatnya Kiara? Pulang!!! Ayam peliharaanmu nggak ada yang ngasih makan!!!" perintah Widya.
"Ah, Mamae. Dira sedang ada proyek. Kebetulan di Milan jadi barusan mampir kesini. Dira kangen sama Kiara. Khawatir juga diapa-apain sama Elang" sahut Dira dengan menampakkan wajah polosnya.
"Bohong!!! Mama sudah tanya Edward. Katanya kamu pergi entah kemana. Dia juga kebingungan ngurus perusahaan kalau nggak ada kamu. Cepat pulang!!!" perintah Widya lagi.
"Aduh, Mamae. Edward itu jangan dipercaya. Dia pelupa. Dira udah bilang seratus kali sama Edward kalau ada proyek di Milan...."
Deggg...
Ucapan Dira terhenti ketika muncul wajah Edward di layar ponsel Kiara. Sial...!!! Dira ketahuan.
"Kamu masih mau ngomong apa hah? Pulang sekarang atau Mama akan bakar semua koleksi sem pak - sem pak limited edison milikmu" ancam Widya.
"Ehh... jangan, Mamae!!! Itu semuanya mahal, belinya pakai dollar"
"Mama nggak peduli. Pokoknya pulang atau Mama bakar koleksi sem pak mu" kata Widya kemudian mematikan sambungan teleponnya.
Dira menjatuhkan bobotnya dengan lunglai. Baru sehari dia bisa bebas. Sekarang ia sudah disuruh pulang.
"Kopinya"
Kiara menyodorkan kopi yang diminta oleh Dira. Ia menarik kursi dan duduk bersama Dira dan Elang.
Byurrrrrr
Elang dan Kiara tersentak kaget ketika Dira menyemburkan kopi yang baru saja ia minum. Untung saja respon Kiara dan Elang sangat cepat sehingga mereka selamat dari semburan kopi Dira.
"Sarang burungggg.... ini kopi apaaan????" teriak Dira. Ia masih memuntahkan sisa-sisa kopi yang masih melekat di lidahnya.
"Kopi apaan? Ya kopi lah. Emang kopi ada macem-macemnya?" tanya Kiara tidak mengerti.
"Ya ampun... anak gadis yang udah nggak gadis lagi!!! Ini kopi asin. Bukan kopi pahit atau kopi manis. Masak udah nikah belum bisa bikin kopi sih??"
Ucapan Dira sukses membuat Elang tertawa. Ia mengerti apa yang dirasakan Dira karena dirinya juga pernah mengalaminya. Kiara membuatkan teh asin untuknya saat mereka berada di Spanyol. Bukannya hilang rasa haus Elang melainkan rasa pekat yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Kiara menggaruk-garuk kepalanya. Ia merasa malu karena lagi-lagi menyajikan minuman yang salah.Nyengir. Satu-satunya senjata Kiara yang bisa ia tampakkan di hadapan Dira.
"Maaf ya, Abang. Istri kesayanganku memang belum expert di bidang perdapuran. Bikin roti bakar aja baru bisa kemarin. Jadi harap dimaklumi" kata Elang terkekeh geli.
Elang kemudian mengambil cangkir kopi Dira dan membawanya ke dapur. Ia kembali membawa secangkir kopi yang baru, yang pastinya tidak asin seperti buatan Kiara.
"Lu mau dijodohin ya?" tanya Kiara membuka percakapan yang sejak tadi hening karena Dira sedang menikmati kopinya.
"Nggak" sahut Dira cepat.
"Terus kenapa kabur?"
"Siapa yang kabur sih?"
"Tadi Mama sampai ngamuk begitu"
"Mamae aja yang berlebihan" Dira tetap bersikukuh dengan pendiriannya.
"Ya udah abisin tuh kopi terus lu pulang" usir Kiara.
"Eh, nggak bisa gitu dong. Gue kan masih kangen sama elu" bantah Dira.
"Abang, maaf kalau Elang ikut campur. Sebenarnya ada apa sih? Jujur Elang dan Kiara bingung. Kata Abang begini, kata Mama begitu. Coba Abang jujur, sebenarnya ada apa?" bujuk Elang mencoba cara halus untuk berbicara kepada kakak iparnya itu.
Dira menghela nafas dan akhirnya memilih bercerita kepada Kiara dan Elang dengan apa yang sebenarnya terjadi. Baru kali ini Dira berbicara serius dengan Kiara. Tidak ada candaan konyol yang ia lontarkan dan tidak ada perdebatan antara Dira dan Kiara yang biasanya selalu terjadi.
"Kalau saran gue sih, lu nurut aja sama Mama. Mama sudah terlanjur cocok sama tuh dokter" kata Kiara usai Dira mengakhiri ceritanya.
"Benar, Abang. Sebagai anak yang berbakti sudah seharusnya Abang menuruti keinginan Mama. Sama seperti perempuan di sebelah Elang ini menuruti Mama Widya agar mau menikah dengan Elang" puji Elang yang sukses membuat Kiara tersipu malu.
"Kalau Abang harus menuruti keinginan mereka lalu kalan mereka menuruti kemauan Abang? Asal kalian tahu sejak Papa meninggal Abang sudah menuruti keinginan mereka semua" ucap Dira sembari tersenyum getir.
"Abang harus rela pergi ke New York mengurus bisnis Papa padahal Abang sama sekali tidak berminat. Abang harus rela berhenti kuliah kedokteran agar bisa fokus kuliah di bidang bisnis. Cita-cita Abang itu menjadi seorang dokter spesialis bukan menjadi CEO seperti ini" teriak Dira lagi. Entah mengapa ia malah mengeluarkan segala unek-uneknya yang ia pendam selama bertahun-tahun.
"Maaf ya Kadir. Lu harus berkorban demi gue dan Mama. Lu harus membuang impian lu dan menggantinya menjadi yang lain. Tapi... mungkin ini hadiah dari Tuhan. Lu gagal jadi dokter, tapi dapat jodoh dokter" sahut Kiara dengan polosnya.
"Nggak gue nggak mau, Kir. Gue nggak mau. Mending gue jomblo daripada harus nikah dengan dokter itu. Mending gue ngejar si Olive daripada harus nikah sama dokter itu. Gue nggak mau, Kir" kata Dira.
"Sakit hati gue ketika liat dia datang pakai snelli ke rumah. Itu impian gue. Harusnya gue yang pakai snelli bukan dia" lanjut Dira lagi.
"Tapi kan bukan salah dokter itu juga kali. Mungkin rezekinya dia jadi dokter. Lu jangan gitu dong. Lu pulang ya, turuti kata Mama. Siapa tahu dia emang jodoh lu" bujuk Kiara.
"Nggak. Gue nggak bisa, Kir. Gue nggak bisa menjalin hubungan dengan perempuan lain selama masih ada nama Veronica di hati gue" kata Dira membuat Kiara dan Elang mengernyitkan dahi.
"Veronica? Siapa?" tanya Kiara.
"Perempuan yang membuat gue membenci Vaston setengah abad" kata Dira membuat Kiara memukul lengan Dira dengan gemas.
"Kalau sama Vaston saya juga ben...." Elang tak meneruskan ucapannya saat mendapat pelototan tajam dari Kiara.
"Kadir... Abangku yang tampan dan rupawan. Lu harus move on dong. Gue aja bisa move on dari Om Ale. Masak lu nggak bisa move on dari si Veronica itu" kata Kiara tanpa sadar bahwa ia sudah membangunkan rasa cemburu suaminya.
"Jangan samain cerita gue ama cerita lu! Lu tuh cuma suka-suka ala anak remaja. Beda ama gue" kata Dira menyombongkan diri.
"Alah bedanya dimana? Lagian gue penasaran kayak apa sih Veronica itu? Lu cerita dong. Gue kan nggak tahu ada apa dengan Kadir beberapa tahun yang lalu" sahut Kiara.
Dira kembali menghela nafas. Ia diam sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk menceritakan kisahnya dengan Veronica.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
ťeĐĎý🐻BeaŔ
wk..wk..wkk.. pagi pagi udah ada perang aja tuh mamae sama Dira..
2023-01-02
0
engak banget deh mah ini bukan LG jaman Siti Nurbaya LG yg main jodoh ,"Han kyk anak nya gak laku aja
2023-01-01
1
🍾⃝🐇ωεɪıɑ xɪɑи⍣⃝కꫝ 🎸
astaga kopi asin, itu yang buat nggak bisa bedain apa mana gula mana garam
2023-01-01
2