Chapter 9

Suasana kantin sangat ramai, tentu saja oleh para siswa-siswi yang tengah mengisi waktu istirahatnya.

Berbagai aroma makanan menyeruak menubruk hidung dan membuat isi perut saling menyuarakan kebutuhannya.

"Hum ... surganya makanan. Aku suka dengan bau tempat ini!" seru Gabriel sembari menghirup nafasnya dalam-dalam.

Tidak dipungkiri, walaupun hanya sebuah katin sekolah, makanan di sana tidak kalah dengan makanan di restoran. Semuanya enak-enak.

"Mbak, seperti biasa, ya. Dua porsi!" teriak Gabriel kepada salah satu pelayan kantin sembari mengacungkan tangannya.

"Aku tidak lapar," tutur Kenzo.

"Kenapa, Ken?"

"Aku sedang tidak nafsu makan, kau saja." jelasnya sembari memainkan ponsel.

"Baiklah, tidak masalah. Biar aku santap keduanya!" ucap Gabriel, bersemangat.

Mana mungkin Kenzo dapat makan dengan tenang jika suasana hatinya tengah gelisah seperti saat ini. Ia mengkhawatirkan kondisi adiknya yang masih terbaring di rumah sakit.

"Bi, bagaimana kondisi Kanaya?" Kenzo mengirim pesan kepada Bi Susi.

"Hay, Kenzo!" ucap Livy.

"Hay, Gabriel!" ucap Cika dengan senyum genitnya.

Gadis-gadis itu duduk di meja yang sama dengan Kenzo dan Gabriel, tanpa permisi.

Gabriel mendelik ke arahnya, "kalian kenapa duduk di sini? Meja lain masih banyak yang kosong, tuh!" ujarnya, sinis.

"Halah, ini 'kan fasilitas sekolah. Jadi, bebas dong. Siapa pun penghuni sekolah ini bisa duduk di mana saja, termasuk di sini!" balas Vera, tak kalah sinis.

"Iya, boleh dong, Gabriel." rengek Cika sembari memegang tangan Gabriel.

Gabriel segera menepis tangan itu darinya. Walaupun ia terkenal playboy, namun ia juga mempunyai rasa risi jika didekati perempuan seagresif Cika.

Entah apa yang Cika sukai dari Gabriel. Padahal, pria itu sudah terkenal belangnya.

"Kenzo, kau tidak masalah 'kan jika aku duduk di sini?" tanya Livy dengan senyuman manisnya.

"Tidak," jawabnya, singkat seperti biasa.

Hati Livy kesenangan. Akhirnya, ia dapat duduk sedekat itu dengan pria pujaannya bahkan di meja yang sama. Walaupun bukan sekelas meja restoran yang didesain dengan romantis, namun cukup membuat Livy berbahagia.

"Kenzo, bagaimana dengan lukamu? Apa jauh lebih baik?" tanya Livy.

"Ya, berkatmu."

Mendengar itu, hati Livy seakan meleleh. Gunung cintanya seakan ingin meletus saat itu juga.

Selang beberapa detik kemudian, Ryo tiba-tiba saja ikut bergabung bersama mereka. Memporak porandakan hati Livy yang tengah berbunga-bunga.

"Hay, guys!" sapanya.

"Kau! Berani sekali kau!" bentak Gabriel.

Ryo berekspresi seakan dirinya takut oleh Gabriel.

"Santai dong, Bro. Aku hanya ingin berdamai dengan kalian. Anggap saja kejadian kemarin sebagai salam persahabatan. Bagaimana, Ken?" ujarnya.

Mata Livy membulat, "jadi, luka di wajahnya itu ulahmu, Ryo?!" tanyanya gusar.

"Jika ya, memangnya kenapa? Lihat, ini juga perbuatannya!" Ryo menunjuk lebam di bawah matanya.

"Awas saja jika kau melakukannya lagi, Ryo!" ancam Livy.

"Dia pacar barumu, Ken?" cibir Ryo dengan tatapan tidak suka.

Seketika Livy menatap Kenzo, menuntut jawaban yang dirinya inginkan keluar dari mulut Kenzo.

"Katakan aku pacarmu, Ken!" batinnya.

"Bukan," Jawaban Kenzo berhasil membuat jantung Livy mencelos.

"Ck, ck, ck, ternyata hanya ada dia di dalam hatinya. Livy, Sebaiknya kau jangan terlalu berharap," ujar Ryo mencemooh.

"Maksudmu?" tanya Kenzo sembari menatap tajam Ryo.

Livy menatap penuh harap kepada Ryo, meminta agar ia tidak mengungkap isi hatinya kepada Kenzo.

Tentu saja Ryo dapat dengan jelas melihat perasaan Livy kepada Kenzo. Sangat jelas kentara dari cara pandang dan gerak tubuhnya.

"Livy menyukaimu, Ken. Apa kau tidak mengetahuinya?"

Gadis yang disebutkan itu seketika membulatkan matanya. Ia benar-benar geram kepada Ryo dan ingin memakinya saat ini juga. Namun di sisi lain, ia juga penasaran dengan respon dari Kenzo.

"Aku sudah tahu," ungkapnya.

"Benar kata Ryo, sebaiknya kau jangan terlalu berharap kepadaku." Kenzo beranjak dari tempatnya hendak meninggalkan mereka semua.

"Tunggu, Ken!" Livy mencegah Kenzo memegang tangannya.

"Apa kau tidak akan pernah membuka hatimu sedikit saja untukku?"

Alih-alih menjawabnya, Kenzo justru melepaskan tangan Livy darinya. Kemudian ia berlalu pergi dari sana.

Brakk!

Livy memukul meja itu dengan kepalan tangannya, "Kenzo, aku tidak akan menyerah begitu saja!" batinnya.

"Oh, wow! Tuan putri sedang marah, sebaiknya aku kabur!" Ryo pun ikut pergi dari sana.

"Aku jug ... "

"Eits, kau di sini saja denganku." Cika mencegah Gabriel untuk pergi.

"Silahkan, ini pesanannya!" Seorang pelayan kantin mengantarkan pesanan Gabriel.

"Terima kasih, Mbak ... Tuh 'kan, makanannya sudah siap! Kau makan dulu, ya. Ah, ini bagian Kenzo biar aku yang makan," Cika semakin bersemangat untuk mendekati Gabriel.

"Jangan, aku akan makan dua-duanya!" Gabriel melarangnya, berniat untuk membuatnya ilfil.

"Oh, baiklah. Aku bisa pesan lagi. Aku akan menemanimu sampai makanannya habis," tuturnya.

Seketika nafsu makan Gabriel hilang secara tiba-tiba. Ia ingin pergi, tapi tangannya terus saja dipegang oleh Cika. Jika dilepas paksa, pasti gadis itu akan berbuat hal di luar nalar. Cika 'kan ratu drama.

"Vera, kita pergi dari sini! Biarkan dia bersamanya!" Livy dan Vera pun meninggalkan mereka berdua.

Sementara itu, Kenzo sudah berada di atap sekolah. Ia merogoh saku seragamnya, lalu mengeluarkan sebatang lintingan tembakau dari sana yang kemudian ia bakar.

Atap memang tempat yang sangat jarang bahkan mungkin tidak pernah siswa lain atau guru kunjungi. Palingan juga penjaga sekolah sekelas Pak Sastro yang sesekali memeriksanya.

Kalaupun ia ketahuan olehnya, tidak sulit, Pak Sastro akan bungkam hanya dengan beberapa lembar uang yang menurut Kenzo nilainya kecil.

"Hey, kau yang ada di sana!"

Seseorang menegur dari arah belakangnya dengan suara tegas yang dibuat-buat. Namun hal itu tidak membuat Kenzo gentar ataupun takut. Ia masih bisa menyesap rokoknya dengan tenang karena dirinya sudah tahu dengan pasti pemilik suara itu.

"Satu batang pun aku tidak akan memberimu, Ryo." ujar Kenzo tanpa mengalihkan pendangannya.

Ryo menyunggingkan senyumnya, kemudian ia menghampiri Kenzo di tepi bangunan dengan langkah santai sembari memasukkan kedua tangannya ke saku.

"Aku tidak akan memintanya," ucap Ryo setelah sampai di samping Kenzo.

"Lalu?" Kenzo kembali menghisap rokoknya lebih dalam kemudian ia hembuskan asapnya ke udara.

Ryo hanya tertawa simpul menyaksikannya.

"Kau tidak bisa menyembunyikan kegelisahanmu dibalik wajah dingin itu, Ken. Aku bisa dengan mudah membacanya," ujarnya.

Kenzo hanya melirik sekilas ke arahnya, kemudian kembali meneruskan aktifitasnya.

"Tidak biasanya kau sendirian, Ken." ucap Ryo, namun tidak mendapat jawaban dari Kenzo.

"Maksudku, ke mana perempuan yang selalu bersamamu?" lanjutnya.

Kenzo membuang rokok itu yang kemudian ia injak untuk mematikannya.

"Bukan urusanmu." Kenzo melangkahkan kakinya menjauh dari Ryo.

"Sekarang, dia urusanku juga." balas Ryo.

Kenzo menghentikan langkahnya dan berbalik, meminta penjelasan dari Ryo.

Ryo mengeluarkan sebuah gelang bintang laut dari sakunya, kemudian menunjukkannya kepada Kenzo.

"Dari mana kau mendapatkannya?" tanya Kenzo dengan tajam.

"Memangnya apa urusanmu?"

"Gelang itu milik Kanaya, kembalikan!" pinta Kenzo seraya menghampiri Ryo.

Dengan cepat Ryo memasukkan kembali gelangnya ke dalam saku. Hal itu membuat Kenzo semakin geram.

Gelang bintang laut itu adalah gelang yang sengaja Kenzo buat dengan tangannya sendiri sewaktu ia berlibur ke Bali yang kemudian ia berikan kepada Kanaya. Sang adik sangat menyukai gelang buatannya itu, bahkan ia tidak pernah melepaskannya. Tapi kini, gelang itu justru ada di tangan Ryo.

"Aku akan mengembalikan gelang ini, asalkan kau memberitahuku Kanaya sakit apa?"

"Itu sama sekali bukan urusanmu, kembalikan!" Kenzo berusaha mengambil paksa gelang itu.

"Kubilang, sekarang dia urusanku juga!" teriak Ryo yang berhasil membuat Kenzo terdiam.

Kenzo merasa kali ini Ryo berbicara serius. Karena biasanya, ia banyak bicara hanya untuk mengganggu orang lain.

"Jaga dia baik-baik karena aku akan merebutnya darimu." bisik Ryo sebelum berlalu pergi dari hadapan Kenzo yang masih berusaha mencerna ucapannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!