Chapter 8

Sang matahari kembali menampakkan sinarnya di ufuk timur. Seperti biasa, setiap pagi jalan raya akan ramai dengan kendaraan, baik yang beroda dua maupun beroda empat.

Di pagi hari yang cerah ini, Kenzo sudah tiba di halaman luas SMA Raya Agung. Dengan kuda besinya, ia dapat sampai lebih cepat dari sebelumnya.

Penampilan Kenzo yang berkilauan di bawah sinar mentari tak luput dari tatapan kagum para siswi di sana.

Hari ini, Kenzo mengenakan jaket kulit untuk menyerasikannya dengan motor yang ia bawa.

Rambutnya sengaja ia beri sedikit minyak agar tidak berantakan ketika ia membuka helmnya.

Tidak lupa dengan pesonanya yang begitu memikat, mampu membuat banyak perempuan meleleh. Perfect!

Berbeda dengan sebelumnya, kini Kenzo pergi sekolah seorang diri tanpa sang adik, Kanaya.

Semalam, Kanaya didiagnosa mengalami hipertermia dan mengharuskannya menjalani rawat inap untuk beberapa hari.

"Liv, Liv, Liv, lihat tuh!" seru Cika sembari menepuk-nepuk lengan Livy, heboh.

"Kenzo," gumam Livy yang ikut terpana ketika melihat Kenzo walalupun dari kejauhan.

"Wow, dia itu manusia atau pangeran dari negeri dongeng?" tambah Vera.

Ketiganya menatap Kenzo dengan mata yang berbinar. Sungguh pemandangan pagi yang menyehatkan mata.

"Wait, Kanaya masih kita kunci di gudang 'kan, Liv?" tanya Cika yang baru teringat akan Kanaya.

"Oh iya, astaga! Apa jadinya jika dia benar-benar bermalam di sana?!" timpal Vera.

Livy berdecak kesal, "kalau iya, kenapa? Kalian khawatir dengannya? Mulai kasihan sama dia, begitu?" cecarnya.

"Bu-bukan, Liv. Tapi, bagaimana jika dia kenapa-kenapa? Mati, misalnya," tanya Cika, was-was.

Livy menoyor kepala Cika sampai gadis itu hampir kehilangan keseimbangan tubuhnya.

"Cika, kapan kau akan membuang kebodohanmu itu? Bagaimana mungkin hanya bermalam di sana seseorang bisa mati? Paling juga sebentar lagi Pak Sastro akan membuka kuncinya dan menemukan anak itu dalam keadaan kucel, jelek, bau, pokoknya sangat berantakan dan membuat Kenzo ilfil," tutur Livy diikuti tawanya.

"Lihatlah, sekarang aku dapat mendekati Kenzo dengan bebas tanpa adanya si parasit itu!" lanjutnya.

"Tapi, bagaimana jika dia melaporkan kita kepada guru?" timpal Vera.

Livy menatap tajam kedua sahabatnya itu secara bergantian.

"Ya sudah, agar kalian tidak parnoan seperti ini, kita lihat saja dia di sana!" Livy pun berjalan lebih dahulu dengan menghentak-hentakkan kakinya.

Sebetulnya, Livy pun mempunyai pemikiran yang sama dengan mereka. Namun, egonya untuk mendekati Kenzo lebih besar. Berbagai cara pun akan ia lakukan untuk menggapai cintanya.

Ketiga gadis itu sudah berada di depan gudang, tempat mereka mengunci Kanaya. Namun, bola mata mereka nyaris saja lompat dari tempatnya ketika melihat pintu gudang itu telah rusak seutuhnya hingga terlepas.

"Liv, apa anak itu semacam super hero?" lirih Cika yang kakinya mendadak lemas.

Rasanya tidak mungkin jika seorang gadis dengan tubuh mungil seperti Kanaya mampu merusak pintu separah itu.

"Tidak, tidak mungkin Kanaya dapat keluar dari sini dengan merusak pintunya!" tambah Vera.

Livy pun melangkahkan kakinya memasuki gudang tersebut untuk memeriksa keadaan di dalam.

"Dwargh!"

"Arghh!" teriak Livy dan kedua sahabatnya.

Baru satu langkah dirinya masuk, tiba-tiba saja seseorang muncul dari samping mengagetkannya.

Si pelaku tampak puas dengan ulahnya. Ia tertawa hingga terpingkal-pingkal.

"Ryo!" bentak Livy.

"Lucu banget, ekspresimu," ucapnya di sela tawa.

Karena kesal, Livy mendorong bahu Ryo dengan sekuat tenaga sampai tubuhnya terhuyung ke belakang.

"Livy, kau!" decak Ryo.

"Apa? Kau tidak terima?" teriak Livy.

"Livy, sudahlah. Tidak akan beres-beres jika berurusan dengannya," ujar Vera menengahi.

Gadis itu mengatur nafasnya untuk meredakan emosi yang masih berapi-api. Meskipun begitu, kali ini ia harus mengalah jika urusannya dengan Ryo. Jika tidak, urusannya bisa panjang dan bertambah rumit walaupun diawali dengan masalah sepele.

"Kalian mengunci seseorang di sini?" selidik Ryo.

Secara tiba-tiba, ketiga gadis itu seakan merasa tercekat. Wajahnya mulai memucat mengikuti aliran darah yang mendadak berhenti.

"Aku benar, 'kan?" Ryo kembali memastikan dengan senyum devilnya.

Livy tertawa dengan terpaksa untuk menutupi perbuatannya yang Ryo curigai.

"Kau bercanda? Mana mungkin kita melakukan hal seperti itu, ya 'kan?" ucap Livy.

"Hahaha ... Ya, mana mungkin kita melakukan hal seburuk itu," tambah Vera.

"Huaa ... "

Mereka menatap Cika yang tiba-tiba saja menangis.

"Cika, kau kenapa?" tanya Livy.

"Tega sekali kau menuduh kita melakukan perbuatan itu!" cicitnya sembari menunjuk Ryo.

Ryo merasa seakan dirinya telah melakukan hal buruk kepada gadis yang tengah menangis di hadapannya itu.

"Ya ampun, Cika. Sudahlah, dia memang seperti itu," ucap Vera yang langsung mengerti dengan drama yang sedang Cika mainkan.

"Ryo, kau jahat sekali menuduh kita tanpa bukti," tambah Livy.

Tangis Cika semakin histeris dan berhasil mengundang banyak perhatian siswa lain di sana.

Menerima tatapan penuh selidik dari beberapa pasang mata, Ryo pun memutuskan untuk pergi dari sana dengan menyimpan kesal kepada ketiga gadis itu.

"Ternyata mereka lebih busuk dari apa yang aku bayangkan!" batin Ryo.

~Bel Berbunyi~

Seluruh siswa-siswi Raya Agung memasuki kelasnya masing-masing.

"Maura, Kanaya ke mana?" tanya Rasya, Ketua Murid di kelasnya.

"Kata kakaknya dia sedang sakit. Ini, dia juga menitipkan surat sakitnya kepadaku," Maura menyerahkan sebuah amplop putih yang sebelumnya Kenzo berikan kepadanya.

"Rupanya Kanaya punya kakak? Apa kakaknya juga bersekolah di sini?" tanya Rasya sembari menerima amplop tersebut.

"Ah, ti-tidak. Kakaknya sudah bekerja," jawab Maura, berbohong.

Memang hanya orang-orang terdekatnya lah yang mengetahui hubungan persaudaraan antara Kenzo dan Kanaya.

Kanaya meminta mereka untuk merahasiakan hal itu dari semua orang.

Kenzo sempat menolak dan sulit menerima alasan Kanaya melakukan hal ini. Tapi, untuk kenyamanan dan kesenangan adiknya, apapun dapat ia lakukan.

"Selamat pagi, anak-anak!" ucap seorang guru cantik yang baru saja masuk ke kelas.

"Pagi, Bu!" sahut semuanya.

"Hari ini Ib ... Astaga!" pekik guru tersebut, kaget ketika melihat kepala yang menyembul dari jendela kelasnya.

Semua siswa pun menoleh ke arahnya, kemudian tertawa. Rupanya, itu adalah kepala milik Ryo.

"Tenang, anak-anak! Jangan ribut!" pinta guru itu.

"Sedang apa kau di sana?" tanyanya.

Ryo pun memasuki kelas tersebut dengan santai, semua penghuni kelas pun menatapnya dengan aneh.

"Siapa dia?"

"Sepertinya dia kakak kelas kita."

"Wajahnya lucu sekali tadi saat di jendela."

"Lihat, apa itu sepatu model terbaru? Satu warna kuning, satunya lagi warna hijau."

"Bukankah kita dilarang memakai jaket ketika jam pelajaran sudah berlangsung? Kenapa dia dapat memakai jaket itu dengan bebas?"

"Pesona senior memang beda!"

Siswa di dalam kelas itu mendadak gaduh dengan pembicaraan mengenai kehadiran Ryo di sana.

Mata Ryo menyapu seluruh isi kelas tersebut, lalu kembali melangkahkan kakinya keluar.

"Hey, kau dari kelas mana? Apa kau kemari hanya untuk datang lalu pergi?" tanya guru cantik.

Ryo pun menghentikan langkahnya, "maaf, Bu. Saya mencari seseorang, tapi ternyata dia tidak ada," jelasnya.

"Siapa yang kau cari?"

"Kanaya,"

Siswa di sana kembali gaduh ketika tahu maksud dari kehadiran Ryo di kelasnya.

"Apa Kanaya hadir?"

"Kanaya sakit, Bu. Jadi, dia tidak bisa hadir." tutur Rasya.

"Dia sakit?" Ryo sedikit kaget dengan penuturan sang KM.

"Dia sakit apa?" tanyanya lagi.

"Jika kau mengenalnya, sebaiknya kau mencari tahunya sendiri. Tolong tinggalkan kelas ini karena saya akan memulai pembelajaran!" perintah sang guru.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!