Di sebuah rumah mewah yang terletak di jajaran komplek elit, Kenzo tengah merasakan kekhawatiran ketika tidak mendapati sang adik di sana saat dirinya pulang.
Pria pemilik paras tampan itu memutuskan untuk menghubungi Maura setelah ia mendapatkan nomor kontaknya dari Gabriel.
Beberapa detik berlalu, nada panggilannya masih tersambung namun sahabat dari adiknya itu belum juga menerima panggilannya.
Perasaan Kenzo semakin tidak karuan, ia pun kembali menghubungi Maura. Namun, tetap saja gadis itu tidak menjawabnya.
"Ponselnya aktif, tapi kenapa dia tidak menjawab panggilanku?" gerutu Kenzo, gusar.
Kenzo pun memutuskan untuk mengirim pesan kepadanya, "Maura, ini aku Kenzo. Apa Kanaya ada di rumahmu?"
Selang beberapa menit kemudian, Maura menghubungi Kenzo balik setelah membaca pesan darinya.
"Halo, Kak Kenzo. Aduh, maaf ya tadi teleponnya tidak aku angkat karena nomornya tidak dikenal. Kukira itu hanya nomor iseng," tutur Maura dari sebrang panggilan.
"Mana Kanaya?" tanya Kenzo tanpa basa basi.
"Kanaya? Apa dia belum pulang, Kak? Aku tadi pulang duluan karena jemputanku sudah ada. Tapi, sebelum itu aku lihat Kanaya sudah berada di parkiran sekolah. Kukira dia pulang bersamamu," jelas Maura.
"Kau yakin? Tadi Kanaya mengirim pesan kepadaku kalau dia pulang bersamamu," balas Kenzo.
"Hah? Kak, aku tidak berbohong, aku tidak pulang bersamanya." tukas Maura.
Kenzo mengacak rambutnya frustasi, kekhawatirannya semakin besar sekarang.
"Kak, aku akan coba menanyakannya kepada temanku yang lain." lanjut Maura.
"Ya, itu lebih baik." ucap Kenzo sebelum menutup panggilannya.
Kenzo mencoba untuk menghubungi Kanaya lagi, meskipun usahanya itu tidak berhasil karena ponsel sang adik masih belum dapat dihubungi hingga saat ini.
"Nay, kau ke mana?" gumam Kenzo.
Ia tidak bisa tinggal diam dan menunggu kepulangan adiknya dengan gelisah. Ia pun memutuskan untuk mengeluarkan motornya dan berniat menyusuri setiap tempat yang mungkin akan Kanaya singgahi.
"Aden, Aden mau ke mana?" tanya Bi Susi, asisten rumah yang sudah lama bekerja di sana. Bahkan, sudah Kenzo dan Kanaya anggap sebagai orang tua angkatnya.
"Aku akan mencari Kanaya, Bi. Jika dia sudah pulang, tolong kabari aku!" jawab Kenzo.
"Ya sudah, hati-hati ya, Den. Bibi juga khawatir sama Non Kanaya."
Kenzo pun mulai memacu motornya membelah jalan perkotaan di waktu pergantian malam.
Belum lama bayangan Kenzo lenyap di balik gerbang yang menjulang itu, tiba-tiba sebuah taksi berhenti di sana.
Bi Susi yang hendak masuk ke rumah pun kembali berbalik ketika mendengar suara taksi tersebut.
"Non Kanaya!" seru Bi Susi seraya menghampiri Kanaya yang baru saja turun dari taksi.
"Non dari mana saja?" tanyanya dengan cemas.
"Aku lelah Bi, jangan bertanya dahulu. Aku ingin istirahat di kamar." lirih Kanaya.
Bi Susi seakan mengerti beban yang Kanaya dapat hari ini. Wanita yang sudah berkepala lima itu memutuskan untuk membantu membawakan tas Kanaya tanpa bertanya lagi.
Setelah ia mengantar Kanaya sampai kamarnya, Bi Susi bergegas menyiapkan makan malam dan mengabari Kenzo atas kepulangan adiknya.
"Non Kanaya sepertinya sedang kacau, aku buatkan makanan kesukaannya saja ah." gumam Bi Susi yang telah berada di dapur.
Wanita senja itu menyiapkan bahan-bahannya terlebih dahulu, kemudian mulai berkutat dengan masakannya dengan hati yang riang, seperti biasa.
Selang beberapa waktu kemudian, Kenzo pun tiba di rumahnya.
"Aden, sebaiknya jangan ganggu dahulu Non Kanaya, sepertinya Non tidak sedang baik-baik saja!" Teriak Bi Susi yang masih berkutat di dapur ketika mendengar langkah tegas Kenzo yang hendak menuju ke atas.
Kenzo pun menghentikan langkahnya dan mengalihkan tujuannya untuk pergi ke dapur, menghampiri Bi Susi.
Mereka sudah tidak sungkan lagi. Kenzo sudah seperti anaknya sendiri bagi Bi Susi, begitupun sebaliknya. Bi Susi sudah merawat dan membesarkan kedua anak itu sejak mereka bayi hingga saat ini.
"Bi, memangnya Kanaya kenapa?" tanya Kenzo sembari mengambil potongan kecil ayam yang kemudian ia makan.
"Hush, main comot saja. Cuci tangan dahulu, Den!" tegur Bi Susi.
Bagaikan kerbau yang dicucuk hidungnya, Kenzo pun menurut saja.
"Pokoknya, malam ini Non Kanaya jangan diganggu dahulu. Jika punya beberapa pertanyaan, sebaiknya ditanyakan besok saja, oke?" Bi Susi membentuk jarinya setelah memberikan sentuhan terakhir pada masakannya.
"Wah, Bi. Sepertinya itu enak sekali!" seru Kenzo dengan tatapan yang siap memangsa.
"Jangan! Ini punya Non Kanaya. Kalau mau, nanti Bibi buatkan lagi."
Tanpa menghiraukan Kenzo lagi, Bi Susi pun berlalu sembari membawa loyang yang berisikan chicken katsu kesukaan Kanaya beserta segelas susu.
"Andai saja, Mama seperti Bi Susi yang sangat peduli kepadaku dan Kanaya." lirih Kenzo dalam hati yang merindu sosok ibu yang dalam beberapa bulan ini tidak bertemu.
Kenzo memutuskan pergi ke kamarnya untuk membersihkan diri. Beruntung juga kalau ia tidak menemui Kanaya malam ini mengingat luka diwajahnya belum sepenuhnya sembuh. Bisa-bisa gadis itu yang balik mencecarnya dengan beberapa pertanyaan.
Sementara itu, Bi Susi sudah berada di kamar Kanaya. Pintunya tidak pernah dikunci sehingga memudahkannya untuk masuk.
"Non, Non Kanaya. Ini, Bibi buatkan makanan favorit Non!" ucap Bi Susi kepada Kanaya yang tengah menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Non," panggilnya lagi seraya menaruh loyang tersebut di atas nakas.
Gadis itu tidak mengeluarkan respon apa pun, ia hanya terdiam di sana.
Mau tidak mau, Bi Susi menyibak selimutnya untuk memastikan Kanaya baik-baik saja.
"Oh, rupanya sudah tidur," lirih Bi Susi seraya duduk di sisi ranjangnya.
Bi Susi kembali membenarkan selimutnya, kemudian ia mengelus kepala Kanaya dengan lembut sembari menyingkirkan helaian rambut dari wajah manis itu.
"Astaga, Non!" pekiknya ketika merasakan panas pada dahi Kanaya.
Bi Susi bergegas mencari termometer di laci nakas, kemudian ia memeriksa suhu tubuh Kanaya.
Nyaris saja termometer yang Bi Susi pegang itu terjatuh ketika melihat angka yang tertera di sana adalah 40 derajat celcius.
"Ya ampun, Non Kanaya!"
Bi Susi mendadak kelimpungan. Dengan segera ia mendial nomor telepon dokter pribadi yang tersimpan di ponselnya.
"Halo, Dok. Apa Anda bisa datang ke kediaman Bardy sekarang? Putrinya mengalami demam tinggi, suhu tubuhnya mencapai 40 derajat celcius," tutur Bi Susi setelah dokter itu menerima panggilannya.
"Mohon maaf, Bu. Kebetulan saya sedang berada di luar kota. Saya rasa tidak dapat datang ke sana sekarang," jawab sang dokter di sebrang panggilan.
"Lalu, saya harus bagaimana, Dok?" tanyanya cemas.
"Begini saja, pertama, pastikan ruangannya dingin, Ibu dapat menyalakan kipas angin, atau AC, bisa juga mengompresnya dengan air es,"
Bi Susi segera mengambil remot AC, kemudian menaikkan suhunya.
"Saya sudah menyalakan AC, Dok. Lalu, apalagi yang harus saya lakukan?"
"Usahakan putri Pak Bardy banyak minum air putih untuh proses rehidrasi,"
"Tapi, dia sedang tidak sadarkan diri, Dok. Bagaimana cara saya untuk memberikannya minum?"
"Oh, kalau seperti itu keadaannya, bawa saja ke rumah sakit dengan segera, Bu. Saya rasa, ia harus segera menerima penanganan medis, Bu." tuturnya.
Bi Susi segera memberitahu Kenzo mengenai kondisi adiknya setelah memutus panggilannya dengan dokter tersebut.
"Apa? Kenapa Bibi baru memberitahuku sekarang?" pekik Kenzo yang langsung menuju kamar Kanaya dan bergegas membawanya ke rumah sakit
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
...
tapi kayaknya emang bacanya belum tuntas jadi belum bisa ambil keputusan,dari alur ceritanya suka bikin penasaran buat pembacanya😂
2022-07-17
0
...
kenzo nafsuan orng na,gk bisa santai dalam mengambil keputusan, harusnya dia bisa tenang dalam menghadapi masalah
2022-07-17
0