Chapter 4

"Nay, aku duluan ya, dah." ucap Maura setelah mendahului Kanaya sembari melambaikan tangannya.

"Eh, ya. Hati-hati, Maura!" balasnya dengan melambaikan tangan.

Kanaya mengeluarkan benda pipihnya dari saku seragam, kemudian mengirimkan pesan kepada Kenzo bahwa dirinya akan menunggu di parkiran, kebetulan sekarang sudah pukul 4 sore dan waktunya pulang.

Brak!

Kanaya menabrak seseorang sampai ponselnya terjatuh.

"Ah, maafkan aku!" ucapnya sembari membungkuk, hendak mengambil ponselnya.

Ketika ia akan meraih ponsel itu, tanpa diduga, tangan orang lain lebih cepat darinya.

"Ah, terima kas ... " Ucapan Kanaya menggantung ketika melihat siapa orang yang mengambil ponselnya.

Tubuhnya mendadak membeku di sana. Orang yang tidak sengaja ia tabrak ternyata Livy beserta dua temannya, kakak kelas yang sering mengganggunya.

"Aku akan menunggumu di parkiran, emoji peluk." Vera, salah satu teman Livy membacakan pesan yang Kanaya kirim kepada Kenzo.

"Ow ow ow, romantis juga ya, pakai emoji peluk segala!" timpal Cika, teman Livy juga.

Kanaya hanya menunduk di sana, tanpa menyadari bahwa Livy sudah satu langkah lebih dekat dengannya.

"Angkat kepalamu, Tuan Putri. Nanti mahkotamu jatuh!" Livy mengangkat dagu Kanaya dengan telunjuknya.

Ting!

[Tunggu saja di sana, jangan ke mana-mana. Aku ada urusan dahulu sebentar.]

"Livy, sepertinya kita punya waktu bermain dengan anak ingusan ini," ujar Vera dengan ekspresi penuh makna setelah membaca pesan balasan dari Kenzo di ponsel Kanaya yang masih ia pegang.

Livy menarik satu sudut bibirnya membentuk smirk.

"Kak, tolong lepaskan aku. Aku ingin pulang." lirih Kanaya dengan suara bergetar.

"Pulang? Oh, silahkan!" Livy melangkahkan kakinya ke samping untuk memberi jalan.

Gadis lugu itu menatap Livy dengan mata yang berbinar.

"Vera, berikan ponselnya!" perintah Livy.

Kanaya menerima ponselnya dari Vera dengan senang, "terima kasih, Kak!"

Sesaat kemudian, senyuman di wajahnya kian pudar ketika membaca balasan dari kakaknya yang ternyata sudah dibalas kembali oleh Vera.

[Aku akan pulang bersama Maura, jangan mengkhawatirkanku.]

Livy merebut kembali ponsel itu dari Kanaya, kemudian memasukkannya ke dalam tas.

"Eh, Kak, itu milikku!" ujar Kanaya memberanikan diri.

"Ayo, aku akan mengantarmu pulang!" ajak Livy sembari merangkul Kanaya.

"Tidak, aku tidak mau. Aku akan menunggu Kak Kenzo saja!" tolaknya dengan menepis kasar tangan Livy.

"Awsh!" Livy meringis ketika merasakan perih pada tangannya.

"Kau melukaiku!" teriaknya kepada Kanaya ketika melihat luka cakaran di tangan mulusnya.

"Ya ampun, Livy. Tanganmu terluka! Bagaimana jika itu meninggalkan bekas?!" ucap Cika dramatis.

"Ma-maaf, Kak. Aku tidak sengaja." lirih Kanaya dengan menahan tangis.

"Kulitmu sudah tidak mulus lagi, Livy." tambah Vera.

"Aku benar-benar meminta maaf, Kak. Aku tidak sengaja." Kanaya sangat ketakutan saat ini.

Livy memberi isyarat kepada kedua temannya untuk membawa Kanaya.

"Ayo, Kanaya." Vera dan Cika merangkul Kanaya di kedua sisi sehingga ia tidak bisa ke mana-mana.

Kanaya panik. Ia tidak tahu apa yang akan mereka lakukan kepadanya sekarang. Yang jelas, jika sudah bertemu mereka, nasibnya pasti buruk.

"Kak, lepaskan aku, Kak!" Kanaya mencoba meronta tapi Vera dan Cika memeganginya dengan kuat.

"Diam! Orang lain bisa menyangka kita berbuat jahat kepadamu!" Cika mencubit lengan Kanaya sampai gadis itu meringis kesakitan.

Gadis pemilik iris abu itu sudah tidak bisa lagi menahan bendungan di pelupuk matanya. Ia benar-benar ketakutan. Apalagi mereka mulai berani bermain fisik, sebelumnya mereka hanya mengancam dan memaki.

"Perlihatkan senyummu!" Kini Vera memerintah dengan menekan pundaknya.

Mereka benar-benar bermuka dua. Senyuman hangat senantiasa terlukis di wajah mereka setiap kali orang lain memandang ke arahnya, berusaha menutupi perbuatan buruk yang sedang atau akan mereka lakukan.

Kanaya memaksakan senyumnya dengan getir. Jika tidak, tangan-tangan yang tampak merangkulnya dengan hangat, akan menyakitinya.

"Ka-kak, kita kenapa ke sini?" tanya Kanaya dengan suara yang bergetar.

Kini mereka sudah berada di sebuah ruangan yang jarang disinggahi siswa lainnya. Di sana gelap, sedikit lembab dan berantakan. Benar, gudang.

Ketiga gadis arogan itu membawa Kanaya ke gudang sekolah yang terletak di lantai 4 paling pojok, dekat dengan ruangan-ruangan lainnya yang jarang digunakan karena masih dalam tahap renovasi.

"Tenang saja, Kanaya. Kau akan bersenang-senang di tempat ini, sepanjang malam," bisik Livy.

Seketika Kanaya melebarkan matanya, "maksud Kakak?"

"Ah, tidak. Bukan apa-apa, Kanaya." kilah Livy sembari merapikan seragam Kanaya dengan senyum liciknya yang selalu ia tampilkan di hadapan gadis itu.

"Aku hanya kesulitan mengambil bola itu. Apa kau bisa membawakannya untukku?" rengeknya yang dibuat-buat sembari menunjuk bola yang terletak di atas lemari.

"I-itu tinggi sekali, Kak." protes Kanaya sembari menelan salivanya dengan susah payah.

"Kau bawa bola itu, atau kau akan membayar luka yang telah kau perbuat pada tangan Livy!" ancam Vera dengan senyum devilnya.

Tubuh Kanaya bergetar, rasanya tidak ada pilihan yang lebih baik di antaranya.

"Cepatlah, waktu kita tidak banyak! Apa yang kau pilih? Bola atau luka?" desak Cika.

"Jika aku memilih luka, aku belum tahu apa yang akan mereka lakukan terhadapku. Kemungkinan terbesarnya, mereka akan membuat luka yang sama pada tubuhku. Jika Kak Kenzo melihatnya, dia pasti akan ... "

"Kau mempermainkanku?!" teriak Livy memutus pikiran Kanaya yang berkecamuk.

"Aku ... aku akan mengambil bola itu!" cetus Kanaya, tak mempunyai pilihan lain.

Livy melipat kedua tangannya di dada, "good choice!"

"Ya sudah, tunggu apa lagi?" desak Cika.

Kanaya bergegas mencari cara untuk membawa bolanya. Ia menggeser sebuah meja ke dekat lemari itu. Namun, lemari tersebut rupanya sangat tinggi, sampai membutuhkan lagi sesuatu untuk mencapainya.

Kanaya fokus mencari sesuatu di sana yang dapat mempermudah urusannya.

"Ah, sepertinya itu bisa aku pakai!" serunya ketika melihat tongkat panjang di sudut ruangan.

Gadis itu pun membawa tongkat tersebut dan menggunakannya untuk meraih bola.

Brak! Ceklek!

Kanaya terperanjat dan otomatis menoleh ke arah pintu. Dengan segera, Kanaya turun dari meja dan berlari mendekati pintu tersebut.

"Kak, kenapa aku ditinggal di sini?" teriak Kanaya sembari menggedor pintunya.

"Selamat bermalam di ruangan gelap ini, Kanaya!" teriak Livy dari luar diikuti dengan tawa dari teman-temannya.

Kanaya panik, ia terus saja berteriak di sana dengan masih menggedor pintunya.

"Kak Livy, jangan tinggalkan aku di sini sendirian, aku takut!"

Tak terasa genangan air matanya lolos kembali. Ia sangat takut di ruangan gelap itu sendirian.

"Kak Livy, Kak Vera, Kak Cika! Tolong buka pintunya!" teriaknya lagi, namun nampaknya mereka sudah tidak ada di sana.

Kanaya terus menggerak-gerakkan gagang pintunya, berharap pintu tersebut dapat terbuka.

Krek!

Karena gudang tersebut sudah tua dan belum di renovasi, gagang pintu itu tiba-tiba saja rusak dan lepas dari tempatnya.

Kanaya semakin panik, sepertinya tidak ada jalan keluar lain selain pintu itu. Jendela gudangnya dibuat permanen, sehingga tidak memungkinkan untuk dapat dibuka.

Pipinya semakin basah dengan air mata, tubuhnya bergetar karena takut dan nafasnya mulai sesak karena Kanaya tidak bisa berlama-lama berada di ruangan yang gelap.

"Tolong!" teriaknya lagi dengan sisa tenaga yang dimiliki.

Nihil, sepertinya di luar sana tidak ada orang. Sebelum dirinya masuk pun, tidak ada staff atau siswa lain di dekat gudang. Sekeras apa pun ia berteriak, tidak akan ada yang mendengarnya.

"Ponsel, Kak Kenzo. Ya, aku harus memberitahu Kak Kenzo!" Kanaya merogoh saku seragamnya, kemudian memeriksa isi tasnya.

Jantungnya mencelos ketika teringat ponselnya dibawa oleh Livy.

Kanaya menyandarkan punggungnya ke pintu. Tubuhnya merosot karena lemas, kemudian ia memeluk kedua lututnya di atas lantai yang dingin.

Saat ini, ia hanya bisa pasrah dengan keadaan. Gadis itu tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk membebaskannya di situasi ini.

"Kak Kenzo, aku takut." gumamnya dengan hati nelangsa.

Terpopuler

Comments

...

...

makin sini makin kebawa arus buat saya sebagai pembaca

2022-07-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!