Beberapa pasang mata mendelik sinis dan beberapa pasang mata lainnya memandang kagum ketika Kenzo menggendong Kanaya yang tengah tak sadarkan diri pergi ke UKS.
Seusai upacara, sekolah memang memberi waktu bebas selama 10 menit sebelum jam pelajaran berlangsung.
"Ken, Kanaya kenapa?" tanya Gabriel, sahabat Kenzo.
"Tidak tahu." jawabnya singkat.
Pria bertubuh besar itu pun memutuskan untuk mengikuti Kenzo ke ruang UKS tanpa bertanya lagi. Karena percuma saja, jawaban Kenzo akan sama seperti hubungannya dengan Ciara, mantan kekasihnya, singkat.
"Astaga, kenapa dia?! Ayo, baringkan dia di sini!" ujar Bu Intan, perawat khusus di ruang UKS menyiapkan pembaringan untuk Kanaya.
"Dia tiba-tiba pingsan setelah upacara tadi." tutur Kenzo dengan nafasnya yang terengah-engah setelah membaringkan tubuh mungil adiknya di sana.
"Baiklah, kalau begitu akan saya periksa dahulu. Sebaiknya kalian menunggunya di luar!" pinta Bu Intan.
"Siap, Bu." sahut Gabriel seraya membalikkan tubuhnya hendak keluar.
"Tapi saya kakaknya," tukas Kenzo.
"Kau ... "
"Kenzo tampan, sebaiknya kita tunggu di luar, yuk!" Gabriel memundurkan langkahnya, lalu menarik tubuh Kenzo keluar dari sana.
"Riel, tapi Kanaya pasti akan mencariku," protes Kenzo.
"Jika aku tidak menarikmu keluar, sudah pasti Bu Intan itu akan berpidato mengenai etika pemeriksaan yang panjang kali lebar, sampai berbusa pun tidak akan selesai. Apa kau mau adikmu tidak segera mendapat penanganan?"
Mendengar penjelasan dari sahabatnya itu, ada benarnya juga. Mengingat Bu Intan adalah tipikal orang yang sudah berbicara A, ia akan menjabarkannya sampai Z.
"Hah, percuma saja berbicara panjang lebar kepadamu. Kau tidak pernah membalasnya!" decak Gabriel sembari berkacak pinggang.
"Ya," sahut Kenzo malas, ia juga kelelahan mempunyai sahabat yang satu model dengan Bu Intan.
"Ya?" Gabriel mengacak rambutnya frustasi, "apa dalam kamus bahasamu tidak ada kata-kata lain selain ya atau tidak, Ken? Satu kalimat, bukan satu kata. Misalnya; Gabriel, kau sangat keren hari ini!" ujarnya, ia geregetan jadinya kepada sahabatnya itu yang sangat irit berbicara.
"Aku tidak akan pernah meninggalkanmu," Kenzo mengucapkan satu kalimat yangg sering ia katakan kepada sang adik, Kanaya.
Seketika Gabriel melebarkan matanya, kemudian pandangannya berkeliling dengan waspada.
"Kau mengatakan itu kepadaku, Ken? Apa ada yang salah denganmu?" bisik Gabriel sembari menatap wajah datar Kenzo dengan lekat.
Kenzo hanya memalingkan wajahnya ke sembarang arah. Ini adalah salah satu alasan dirinya tidak bisa berbicara lebih banyak kepada Gabriel. Otaknya sangat kotor.
Padahal ia mengatakan hal itu karena kalimat itulah yang selalu tersedia dalam kamusnya. Terkhususnya untuk adik kesayangannya.
"Kak Kenzo!" Maura baru tiba di sana dengan nafas terengah.
"Eh, Maura. Kau sudah melakukan apa sampai-sampai berkeringat dan ngos-ngosan seperti itu? Oh, habis mencuri air minum dari kantin ya?" sungut Gabriel yang tak pernah disaring, ketika melihat Maura membawa sebotol air mineral.
"Hah, sembarangan! Tadi Maura dari kantin membeli air ini untuk Kanaya, karena tadi wajahnya pucat dan bilangnya dia haus. Tapi, sewaktu Maura kembali ke lapangan, dia sudah tidak ada. Siswi lain bilang, sudah dibawa sama Kak Kenzo. Jadi Maura langsung berlari lagi ke sini," jelas Maura berterus terang.
"Oh, begitu. Maura pasti capek, ya?" tanya Gabriel, mode buaya darat on.
"Ya, lumayan sih, Kak. Tapi syukurlah kalau Kanaya sudah dibawa ke sini, biarkan dia istirahat dahulu. Maura balik ke kelas saja. Dah Kak Kenzo!" pamitnya seraya berlalu dari sana tanpa menghiraukan Gabriel.
"Dah Kak Gabriel!" sindir Gabriel dengan sedikit keras, "imut-imut begitu, ternyata menyebalkan juga. Bocil ... bocil ... " gerutunya seraya duduk di samping Kenzo.
"Kenapa lama sekali?" gumam Kenzo gelisah.
Beberapa detik kemudian, bel masuk berbunyi nyaring. Membuat semua siswa menyeruak memasuki kelasnya masing-masing.
"Ken, bel sudah berbunyi," ucap Gabriel seraya beranjak dari tempatnya.
"Aku mendengarnya."
Gabriel mendadak menelan salivanya. Dia lupa bahwa berbicara dengan Kenzo juga tidak berlaku dengan kode-kodean. Anak itu selalu bertindak sesuai logikanya.
"Maksudku, ayo pergi ke kelas!" ajaknya.
"Kau saja, aku akan menemui Kanaya." Kenzo beranjak dari tempatnya untuk memasuki UKS kembali.
Gabriel mendengus kasar, merasa dirinya tidak berarti di mata Kenzo.
"Hey, kenapa kau kemari lagi? Kau tidak dengar bel sudah berbunyi?" tegur Bu Intan yang tengah menata riasannya kembali di dekat jendela setelah selesai menangani Kanaya.
"Adik saya kenapa, Bu?" Kenzo balik bertanya tanpa menghiraukan teguran Bu Intan barusan.
"Haish, apakah anak-anak sekarang tidak diajarkan sopan santun oleh orang tuanya?!" cibir Bu Intan, tidak terima karena merasa dirinya tidak dihargai oleh Kenzo.
Kenzo menghentikan langkahnya sewaktu ingin mendekati Kanaya yang masih terbaring lemah di sana. Kemudian, ia memandang lekat Bu Intan dengan iris pekatnya.
"Memang tidak pernah, Bu. Kami memang tidak pernah mendapat ajaran seperti itu dari orang tua kami. Mereka lebih mementingkan pekerjaan dari pada anak-anaknya. Jadi, jika bukan saya, siapa lagi yang akan memerhatikannya? Apa Anda? Saya rasa tidak. Sekarang saja, Anda lebih mementingkan riasan Anda dari pada memantau perkembangan medis adik saya yang sampai sekarang belum juga sadarkan diri." papar Kenzo dengan sinis.
Saat itu juga, Bu Intan kicep. Ia menjatuhkan pensil alisnya yang berwarna coklat itu.
"Tu-tu-tunggu! Kau mau bawa dia ke mana?" cegah Bu Intan ketika Kenzo menggendong Kanaya.
"Ke rumah sakit!"
"Tunggu, tunggu! Jangan bawa dia ke rumah sakit. Saya akan terus memantau perkembangannya." Bu Intan nyaris memohon kepada Kenzo, karena ia takut mendapat surat peringatan dari sekolah jika pihak sekolah tahu mengenai kinerjanya yang kurang baik.
Kenzo tidak menggubrisnya sedikit pun, ia terus saja melangkahkan kakinya keluar sembari menggendong Kanaya.
"Bisa-bisanya sekolah elit ini mempekerjakan staff lalai seperti dia!" batin Kenzo geram, sembari melangkahkan kakinya melangkah jauh ke luar.
Lorong sekolah nampak sepi, hanya ada satu dua siswa yang masih berada di luar, karena yang lainnya telah melangsungkan kelasnya masing-masing.
"K-kak ... " parau Kanaya yang baru tersadar.
"Eh, Nay. Kau sudah sadar. Apa? Apa yang kau rasakan? Sakit? Bagian mana yang sakit?" cecar Kenzo, karena khawatir.
Kanaya terkekeh dengan suara lemahnya, "turunkan aku dahulu, Kak! Malu, banyak yang lihat." lirihnya.
Memang benar, sebagian siswa memandangi mereka melalui jendela kelasnya.
Kenzo pun mengurai pangkuannya dengan perlahan, kemudian ia menuntun adiknya itu ke sebuah kursi yang berada di sisi lorong kelas.
"Kak, aku lapar. Aku belum sempat sarapan tadi," cicit Kanaya.
Kenzo melebarkan matanya, "jadi, kau pingsan karena belum mengisi perutmu, Nay?"
Kanaya menganggukkan kepalanya sembari menggigit kecil bibirnya. Ia tidak berani menatap mata Kenzo. Kakaknya itu pasti marah karena ia bangun terlalu siang sampai tidak sempat untuk sarapan.
"Ayo, aku akan mengantarmu ke kantin!" ajak Kenzo.
Netra Kanaya berbinar, "eh, Kak Kenzo tidak marah kepadaku?" batinnya.
"Aku berbaik hati kepadamu hanya karena sekarang banyak pasang mata yang melihat kita, Nay. Lihat saja nanti!" batin Kenzo.
Kenzo pun memapah Kanaya menuju kantin dan membelikannya makanan yang banyak di sana.
"Makan yang banyak! Agar tubuhmu cepat bertumbuh!" celetuk Kenzo menyinggung ukuran tubuh Kanaya yang mungil.
Kanaya hanya mendelik sinis ke arah Kenzo dengan mulut yang penuh dengan makanan.
"Apa? Telan dulu makanannya!" Kenzo terkekeh melihat wajah menggemaskan itu, kemudian ia mengelap noda yang berada di sudut bibir Kanaya.
"Eh, eh, eh, orang lain belajar, kalian malah bermesraan di sini!" Tiba-tiba sesosok bertubuh gempal menghampiri mereka.
"Eh, Pak Roki. Makan, Pak!" sapa Kanaya kepada seorang kesiswaan di sekolah ini.
"Makan, makan, ya jelaslah saya ikut!" Pak Roki pun ikut bergabung bersama Kenzo dan Kanaya.
Pria paruh baya bertubuh gempal itu memang mudah takluk dengan makanan. Seakan lupa kewajibannya sebagai kesiswaan, mereka makan bersama dengan tenang.
"Staff sekolah ini memang tidak ada yang beres!" Kenzo berdecak dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
...
makin asik aja ceritanya 😙
2022-07-11
0