...***...
Putri Andhini Andita sedang melaksanakan sholat duha. Setelah itu ia membacakan surah Yasin. Adiknya Prabu Asmalaraya Arya Ardhana berkata jika ia tidak bisa begitu saja masuk ke alam sukma. Kekuatan mereka sangat berbeda, jadi dengan membaca surah Yasin, ia berharap bisa memancing jin yang telah menyandera sukma Raden Candana Arga.
"Kanda Prabu."
Ratu Ayundari Paramita sangat khawatir dengan keadaan anaknya yang mengerang kesakitan. Tentunya itu adalah reaksi dari Jin yang bersemayam di dalam tubuh Raden Candana Arga.
"Tenanglah dinda Ratu." Respon sang Prabu. "Semoga saja nimas putih bisa menyelamatkan putra kita."
Prabu Candana Kumara sebenarnya juga khawatir, namun tidak bisa berbuat apa-apa selain melihat, dan berdoa semoga Raden candana arga bisa diselamatkan.
...***...
Sementara itu di sisi lain. Seorang laki-laki tua sedang merasa terganggu. Karena jin yang ia kirim merasa tidak nyaman sama sekali.
"Kurang ajar!." Umpatnya penuh amarah. "Ternyata ada seseorang yang sedang bermain-main denganku?!." Ia terlihat sangat marah. "Aku tidak akan membiarkan! Dia menggangguku."
Tak ingin kalah dari seseorang yang sedang berusaha mematahkan santet yang ia kirim, langsung bertindak, dengan mengirim yang lainnya.
...***...
Saat itu juga, terlihat dua cahaya yang meninggalkan bilik Raden Candana Arga. Cahaya itu menuju halaman dimana di sana Raden Jatiya Dewa dan Senopati Malakala sedang berbincang-bincang. Keduanya sangat terkejut melihat apa yang ada di hadapan mereka.
"Nimas putih?."
Keduanya bergegas mendekati Putri Andhini Andita yang sedang bertarung dengan Jin?.
"Demi Dewata yang agung! Makhluk seram apa itu?." Senopati Malakala sedikit bergidik ngeri melihat pemandangan itu.
"Nimas, bagaimana mungkin? Jin itu berada di sini?." Raden Jatiya Dewa tentunya mengetahuinya bukan?.
"Jin? Jadi dia adalah jin?." Senapati Malakala sangat terkejut mendengarnya.
"Raden, segera kumandangkan azan." Bisiknya. "Supaya tuan dari jin ini tidak ikut campur."
Putri Andhini Andita menyuruh Raden Jatiya Dewa untuk azan?. Ya, dari jarak jauh ia merasakan itu. Hawa sekitar telah berubah, bisa jadi lebih banyak jin yang ada di istana saat ini.
"Baiklah nimas."
Raden Jatiya Dewa tidak mau membuang-buang waktu. Tentunya ia mengikuti apa yang dikatakan oleh Putri Andhini Andita atau Putih.
"Azan? Apa itu?."
Sedangkan Senopati Malakala sama sekali tidak mengerti. Namun saat itu ia melihat Raden Jatiya Dewa menarik nafasnya dengan panjang. Selain itu ia menghadap ke arah barat?. Setali itu ia menempelkan tangannya ke telinganya?.
"Apa yang akan dia lakukan? Apa itu azan?." Senopati Malakala sungguh tidak mengerti sama sekali.
Raden Jatiya Dewa mulai mengumandangkan azan, saat itu juga Jin yang tadinya bertarung dengan Putih berteriak kesakitan, begitu juga dengan tuan yang telah mengirim Jin itu.
"Kurang ajar!." Umpatnya kasar. "Ternyata dia sangat kuat!." Ia panik. "Bagaimana mungkin? Aku bisa kalah oleh kekuatan aneh itu?."
Laki-laki tua itu merintih sakit, ia tidak bisa lagi melakukan apa-apa. Begitu juga dengan Jin yang bertarung dengan Putih, ia berteriak kesakitan.
"Hentikan! Hentikan!." Teriaknya kesakitan. "Jangan lakukan itu! Tubuhku rasanya sangat sakit sekali!." Kekuatannya semakin melemah?.
"Ini sangat aneh sekali." Ia heran. "Memangnya apa yang dilakukannya?." Ia mengamatinya. "Suaranya merdu sekali, tapi kenapa malah membuat jin itu kesakitan? Ini sangat aneh sekali." Dalam hati Senopati Malakala merasa sangat aneh, dan baginya itu sangat tidak biasa.
"Hei! Jin!." Tunjuknya kasar. "Siapa yang telah mengirim kau kepada raden candana arga?!." Amarahnya keluar begitu saja. "Katakan padaku! Atau kau akan aku musnahkan atas nama Allah SWT!." Putri Andhini Andita mengancam Jin itu agar mengatakan siapa yang telah menyuruhnya.
"Kau tidak akan mendapatkannya jawaban apapun dariku!." Balasnya. "Jika kau ingin mengetahuinya? Kau cari tahu sendiri jawabannya!."
Jin itu sepertinya tidak mau mengatakannya. Apa yang akan dilakukan Putih untuk mengorek informasi itu?.
"Ternyata kau cukup bodoh juga." Ejeknya. "Kau disuruh, dan saat ini kau akan terbakar." Ia menyeringai lebar. "Kau akan masuk neraka! Sedangkan orang yang menyuruhmu?." Lanjutnya dengan suasana membara. "Saat ini sedang tertawa senang, diatas rasa sakit yang kau rasakan." Ia memancing amarah jin itu. "Kemungkinan besar kau akan mati! Apakah itu yang kau inginkan?." Putih mencoba memberikan gambaran pada jin tersebut.
"Kau tidak usah banyak bicara!." Manusia itu memang serakah!. Demi mendapatkan apa yang mereka inginkan, mereka rela menjual diri mereka pada bangsa jin yang jelas-jelas adalah musuh yang nyata bagi mereka, tapi tetap saja mau bersekutu." Jin itu tidak peduli dengan ancaman yang dilayangkan oleh Putih. "Manusia itu serakah, bahkan demi mendapatkan cinta mereka rela bersekutu dengan iblis? Sungguh sangat menyedihkan sekali." Dalam keadaan kesakitan, ia terus berkata seperti itu. "Manusia itu sangat gila dari kami! Kau bahkan lebih gila dari kami!."
Setelah berkata seperti itu Jin itu menghilang, ia benar-benar terbakar oleh api yang menyala-nyala setelah Raden Jatiya Dewa mengumandangkan adzan.
...***...
Kediaman Senopati Agung.
"Hamba menghadap Gusti."
"Mari duduk caraka."
Ia memberi hormat, setelah itu ia duduk bersama atasannya.
"Katakan, informasi apa yang kau dapatkan?."
"Hamba mendapat petunjuk." Jawabnya. "Gusti Prabu cakra bagaskara, beliau berasal dari kerajaan suka damai."
"Kerajaan suka damai?."
"Benar sekali Gusti." Ia memberi hormat.
"Saya baru dengar kerajaan itu."
"Hamba pun demikian Gusti." Balasnya. "Sepertinya itu sangat jauh sekali dari kerajaan ini."
"Apakah kau? Tidak bisa melihat jejak beliau?."
"Sayang sekali Gusti." Ia kembali memberi hormat. "Hamba tidak bisa masuk lebih jauh lagi, ke tempat bangunan tua itu." Jelasnya. "Tekanan hawa murni di sana, membuat hamba tidak bisa masuk ke sana." Lanjutnya. "Jika orang biasa, mungkin saja bisa masuk, tapi hamba berbeda Gusti."
"Baiklah." Responnya. "Saya minta bantuan padamu caraka." Ia menghela nafas pelan. "Pergilah kau ke suka damai, dan cari tahu mengenai keluarga dari Gusti Prabu cakra bagaskara."
"Kalau begitu hamba pamit dulu Gusti."
"Berhati-hatilah caraka."
...***...
Istana Suka Damai.
Prabu Asmalaraya Arya Ardhana kembali menuju bilik Raden Ganendra Garjitha, karena melihat sosok Prabu Cakra Bagaskara yang menuju ke sana.
"Eyang Prabu." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana memberi hormat. "Apa yang bisa saya bantu eyang Prabu?."
"Kau lagi?."
"Saya cakara casugraha." Jawab Prabu Asmalaraya Arya Ardhana. "Katakan, apa yang bisa saya bantu?."
Belum ada tanggapan dari Sukma Prabu Cakra Bagaskara.
"Percayalah eyang Prabu." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana cemas. "Katakan masalahnya, karena eyang Prabu wijaksana arya tresna, sudah tidak ada di istana ini."
"Dahulunya saya membuat sebuah kerajaan." Sorot matanya tampak kosong. "Saya beri nama kerajaan itu alam raya." Jelasnya. "Saya meninggalkan dunia ini, karena saya pengguna pedang panggilan jiwa, pedang pembangkit raga dewi suarabumi." Hatinya terasa sakit. "Jika memang kau keturunan eyang buyut Prabu bahuwirya jayantaka byakta, harusnya kau mengetahui masalah itu."
"Tentu saja eyang Prabu." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana kembali memberi hormat. "Karena yunda saya, kini ia menggunakan pedang pembangkit raga dewi suarabumi."
Deg!.
"Yundamu?."
"Benar sekali kakek Prabu."
"Jagalah ia dengan baik." Dadanya terasa sesak. "Ia akan menjalani masa penghukuman." Terlihat air mata membasahi pipinya. "Jangan tinggalkan ia sendirian." Suaranya lirih menyayat hati.
"Saya akan selalu menjaga yunda andhini andita." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana mencoba kuat. "Tapi saat ini, apa yang bisa saya bantu untuk eyang Prabu?."
"Tolong selamatkan kerajaan yang telah saya dirikan." Tatapan matanya semakin kosong. "Saat ini, kerajaan alama raya, dipimpin oleh Raja yang kejam." Hatinya tak kuasa. "Tolong bebaskan mereka."
"Di mana letak istana alam raya?." Balas Prabu Asmalaraya Arya Ardhana. "Apakah eyang Prabu? Bisa menunjukkannya pada saya?."
"Ke arah tenggara." Jawabnya. "Hanya kerajaan kecil saja, tapi cukup mempengaruhi perdagangan."
"Saya akan mencoba ke sana." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana kembali memberi hormat. "Semoga saja saya bisa membantu."
"Terima kasih nanda Prabu." Ada senyuman terpancar di wajah pucat Prabu Cakra Bagaskara.
...***...
Duar!!!.
Alat-alat yang digunakan oleh laki-laki tua itu meledak. Sepertinya telah terjadi sesuatu padanya?. Ya, pecahan dari guci itu menancap ke tubuhnya. Termasuk ke wajahnya, sehingga ia bersimbah darahnya sendiri?.
"Kurang ajar!." Umpatnya penuh amarah. "Bagaimana mungkin aku bisa kalah?."
Baru kali ini ia mendapatkan musuh yang sangat kuat?. Ia kalah telak?. Dan nyawanya sebagai gantinya?. Ya, itu adalah bayaran yang kau terima jika kau berani bermain-main dengan hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
"Astaghfirullah hal'azim ya Allah." Putih sangat heran mendengarnya.
"Nimas putih?."
Raden Jatiya Dewa langsung menghampiri Putih, begitu juga dengan Senopati Malakala. Keduanya penasaran, bagaimana bisa Putih berhadapan dengan Jin?.
"Apa yang terjadi sebenarnya?." Senopati Malakala cemas. "Tolong katakan pada kami nimas."
"Katakan pada kami, apa yang terjadi sebenarnya?." Desaknya. "Bagaimana mungkin nimas bisa berhadapan dengan jin?."
"Itu adalah jin kiriman santet dari seseorang."
"Jin santet?."
"Ya, santet." Jawabnya. "Itu adalah jin santet yang keluar dari tubuh Raden candana arga." Ia cemas. "Sangat kuat, dan sangat jahat."
"Jadi? Penyebab raden candana arga sakit itu karena santet?."
"Ya, itu sangat benar." Jawabnya. "Santet yang ia gunakan adalah, untuk menyandera sukma Raden candana arga."
"Lalu? Bagaimana keadaan Raden candana arga?." Ucapnya. "Jika jin itu telah pergi dari tubuhnya?."
"Masih ada yang harus hamba lakukan."
Putih bergegas kembali ke bilik Raden Candana Arga. Karena memang ada yang harus ia lakukan. Yaitunya menjemput sukma Raden Candana Arga yang masih tertahan di alam sukma. Tentunya itu semua ulah jin jahat itu. Apakah yang akan dilakukan oleh Putih setelah ini?. Bisakah ia menyembuhkan Raden Candana Arga?. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Temukan jawabannya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments