...***...
Putri Andhini Andita hanya diam saja, diperhatikan seperti itu oleh Pangeran Abinaya Bena dan kedua anak buahnya seperti itu?. Apa yang sebenarnya yang mereka inginkan?. Kenapa mereka benar-benar curiga dengan kedatangannya saat ini?. Bukankah ia telah melakukan penyamaran dengan sempurna?. Lalu apalagi yang membuatnya merasa takut?.
"Apakah kau belum makan sama sekali?."
"Hei! Gusti pangeran bertanya dengan baik. Maka jawablah pertanyaan gusti pangeran dengan benar!."
"Bukankah kau tadi bisa berbicara?! Atau jangan-jangan kau malah terpesona dengan penampilan Gusti pangeran?!."
"Kau jangan coba-coba berpikiran akan melakukan sesuatu yang membuat kami ingin membunuhmu!."
"Ayo andhini andita, kuatkan lah hatimu, jangan sampai kau terpancing amarah yang tidak berguna itu." Dalam hati Putri Andhini Andita menekan amarahnya. "Maaf saja tuan-tuan, ini adalah wilayah kerajaan suka damai." Ucapnya dengan tegas. "Siapa tuan-tuan ini? Gusti Prabu asmalaraya arya ardhana saja tidak pernah melarang kami untuk mengambil buah apapun di sini."
Deg!.
Seketika mereka terkejut mendengarkan ucapan itu, tentu saja mereka menyadari ucapan itu.
"Jika tuan-tuan ingin memasuki wilayah ini? Harusnya tuan-tuan meminta izin kepada Gusti Prabu."
"Diam kau! Kami telah meminta izin pada Gusti Prabu untuk menetap di sini untuk sementara waktu!."
"Kau ini cerewet sekali!."
"Hm? Orang luar memang tidak sopan."
"Hei! Kau gadis desa! Jika kau ingin mati di sini?! Maka akan aku kabulkan."
Sepertinya mereka tampak tidak bersahabat sama sekali, lantas apa yang akan dilakukan oleh Putri Andhini Andita?. Simak dengan baik kisahnya.
...***...
Raden Hadyan Hastanta sedang bersama Raden Jatiya Dewa saat itu. Keduanya sedang mengamati bagaimana keadaan kota Raja, mereka takut akan ada yang mencurigakan nantinya.
"Jadi? Raden telah menetapkan hati untuk tetap bersama rayi andhini andita?."
Deg!.
Raden Jatiya Dewa sangat gugup dengan pertanyaan itu.
"Rayi andhini andita itu dulunya sangat tergila-gila pada rayi Prabu, kami semua sangat pusing memberinya nasihat."
"Jadi benar? Jika Gusti Putri andhini andita menyukai Gusti Prabu asmalaraya arya ardhana?."
"Ya, itu memang benar."
Mungkin pembicaraan itu di luar tugas, hanya saja Raden Hadyan Hastanta tidak menduga jika Raden Jatiya Dewa begitu menyukai adiknya.
"Rasa cinta yang tumbuh ini tidak bisa saya cegah, rasanya semakin besar."
"Kalau begitu Raden tidak perlu cemas, rayi andhini andita itu orangnya mudah dipengaruhi, yang penting Raden bersabar saja menghadapi sifat galaknya itu."
"Ya, jika marah memang tampak menyeramkan."
"Hahaha!." Raden Hadyan Hastanta tertawa mendengarkan ucapan itu. "Dia memang seperti itu, Raden harus memiliki mental baja untuk menghadapinya."
"Saya rasa memang seperti itu Raden."
sambil bertugas, keduanya bercerita banyak hal tentang Putri Andhini Andita. Raden Hadyan Hastanta sepertinya tidak keberatan sama sekali, jika adiknya bersama Raden Jatiya Dewa.
...***...
Istana Kerajaan Suka Damai.
"Nanda Prabu?."
"Ibunda, yunda, raka." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana memberi hormat.
Prabu Asmalaraya Arya Ardhana baru saja memasuki ruangan keluarga.
"Di mana nanda hadyan hastanta? Ananda Putri? Juga nanda jatiya dewa?."
"Saat ini mereka melakukan tugas ibunda." Jawab Prabu Asmalaraya Arya Ardhana. "Maaf, jika tidak bisa berkumpul saat ini."
"Memangnya ada masalah apa nanda Prabu?." Ratu Gendhis Cendrawati heran. "Coba jelaskan."
"Maaf ibunda." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana memberi hormat. "Saat ini ada seorang pangeran, yang sedang menumpang bersembunyi di wilayah suka damai." Jelas sang Prabu. "Nanda menyuruhnya untuk ke istana ini." Sang Prabu sedikit menghela nafas. "Tapi pengawalnya berkata tidak bisa."
"Itu aneh sekali." Respon Ratu Gendhis Cendrawati.
"Ya, aneh sekali nanda Prabu." Ratu Dewi Anindyaswari heran.
"Karena itulah, nanda meminta yunda andhini andita." Ucap sang Prabu. "Untuk menyelidikinya."
"Kenapa tidak mengatakan padaku rayi Prabu?."
"Maaf yunda." Balas sang Prabu. "Yunda andhini andita tidak mau mengganggu yunda." Sang Prabu menatap serius. "Masalah ini, biarkan kami yang menyelesaikannya."
"Semoga saja bukan masalah yang besar."
"Semoga saja ibunda." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana tersenyum kecil. "Lantas? Kapan raka bisa menyiapkannya?."
"Apakah tidak apa-apa?." Ia memberi hormat. "Saya kembali dalam keadaan seperti ini?."
"Masalah yang ada di sini." Jawab sang Prabu. "Raka tidak perlu cemas." Sang Prabu tersenyum kecil. "Masalah ini tidak akan lama."
"Baiklah, besok saya akan kembali ke istana kerajaan derajat jati."
"Kalau begitu, jaya satria akan mengantar raka."
"Terima kasih rayi Prabu." Ia memberi hormat. "Karena diantar langsung oleh Gusti Prabu."
"Itu semua demi keselamatan raka."
"Benar yang dikatakan nanda Prabu." Ucap Ratu Dewi Anindyaswari. "Kami semua takut, terjadi sesuatu pada nanda nantinya."
"Jangan sampai terjadi hal yang sama." Ratu Gendhis Cendrawati juga cemas. "Jika nanda mau ke sini nantinya? Kirim surat terlebih dahulu." Lanjutnya. "Kami akan mengirim utusan, untuk mengiringi nanda nantinya."
"Apakah itu tidak masalah ibunda Ratu?."
"Demi keselamatan raka." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana tersenyum kecil. "Tentunya tidak keberatan sama sekali."
"Terima kasih ibunda, terima kasih rayi Prabu." Ia memberi hormat.
...***...
Kembali ke Putri Andhini Andita.
"Siapa namamu?." Ucapnya. "Kau belum menyebutkan namamu."
"Nama hamba putih."
"Hanya itu saja?." Matanya memperhatikan penampilan Putri Andhini Andita.
"Bagi rakyat kecil seperti hamba." Ucapnya. "Apalah arti sebuah nama?." Ia tampak sedih. "Apa lagi hamba hanya hidup sebatang kara."
"Jadi kau tidak memiliki orang tua?."
"Ada." Jawabnya. "Hanya saja tidak mengetahui mereka di mana."
"Begitu rupanya?."
Kembali ia mengamati bagaimana Putri Andhini Andita yang sedang menikmati buah-buahan yang ada di depannya.
"Kalau begitu, aku akan memanfaatkan gadis ini." Dalam hatinya sedang memikirkan sesuatu. "Aku pasti bisa menggunakannya sebagai alat untuk membunuh Raja muda itu." Dalam hatinya sangat yakin akan melakukan itu. "Apakah kau tidak mengalami kesulitan selama ini? Sebab kau tidak bersama kedua orang tuamu." Pangeran Abinaya Bena memperlihatkan rasa simpati pada Putri Andhini Andita.
"Aku tidak mengerti, kenapa ia berkata seperti itu?." Dalam hati Putri Andhini Andita mulai waspada. "Ya, seperti itu lah Gusti Pangeran." Ia mencoba tenang. "Tapi hamba tetap menikmati hidup ini."
"Kau memang sangat luar biasa sekali." Ia terkesan. "Wanita tangguh yang memiliki tekad hidup yang sangat kuat." Ia merasa semakin tertarik.
"Gusti tidak perlu memuji hamba seperti itu." Ia tersipu malu. "Hamba hanya manusia biasa, yang tidak pantas mendapatkan pujian."
Saat itu mereka berbincang-bincang banyak hal, Putri Andhini Andita tentunya sambil mengorek keterangan alasan kenapa mereka bisa berada di sana?.
Sementara itu di luar.
Para pengawal Pangeran Abinaya Bena sedang berjaga-jaga, tentu saja mereka akan waspada terhadap penduduk asli yang mungkin akan berdatangan ke kawasan yang mereka tempati sekarang.
"Bagaimana pendapatmu tentang gadis itu?." Ucapnya. "Apakah menurutmu? Ia terlihat mencurigakan?."
"Aku sangat curiga padanya." Jawabnya. "Aku takut dia adalah mata-mata, yang dikirim Prabu asmalaraya arya ardhana untuk mengawasi kita."
"Aku juga sependapat denganmu." Ia duduk di samping temannya itu. "Cara bicaranya tidak seperti gadis pada umumnya." Ia terus mengamati itu. "Dia terlihat sangat cerdas, dan juga waspada." Lanjutnya. "Terhadap gerakan yang akan kita lakukan padanya."
"Tapi kita juga tidak boleh gegabah dalam bertindak." Ucapnya. "Bagaimana pun juga? Katanya desa-desa, ada pendekar yang selalu siaga." Jelasnya. "Jika adanya ancaman dari luar."
"Rajanya sangat dekat siapa saja." Ucapnya. "Termasuk para pendekar." Ia menghela nafas pela. "Dan kita? Tidak sembarangan dalam bergerak."
"Baiklah." Responnya. "Kalau begitu kita harus menyamar." Ia berdiri. "Akan berbahaya jika wajah kita, sampai dikenali oleh orang-orang sekitar sini."
Tentunya mereka tidak ingin gagal, karena nyawa akan menjadi taruhannya jika mengalami kegagalan. Tapi apa yang akan mereka lakukan sebenarnya?. Simak dengan baik kisahnya.
...****...
Pondok pesantren Al-ikhlas.
"Untuk saat ini, kawasan kerajaan sedang dalam masalah." Ucapnya. "Ada kegelapan aneh yang menyelimuti perbatasan." Syekh Asmawan Mulia mengumpulkan mereka semua untuk berdiskusi. "Kita sebagai santri, akan membantu dengan tenaga dan do'a." Lanjutnya. "Jangan sampai negeri yang kita cintai ini mengalami masalah yang rumit, karena ulah manusia." Syekh Asmawan Mulia tampak cemas dengan kondisi yang terjadi. "Bagi santri yang memiliki kepandaian? Syekh guru harap dapat membantu dalam bentuk fisik."
"Baik Syekh guru."
"Lingga?."
"Saya Syekh guru."
"Saya harap kau bisa memimpin mereka, untuk menghadang kemungkinan buruk terjadi."
"Baik Syekh guru."
"Untuk ayu?."
"Saya Syekh guru."
"Tolong sediakan pengobatan, dan persediaan makanan." Ucapnya. "Mungkin saja akan terjadi situasi yang genting nantinya." Jelasnya. "Maka kelompok ayu, sebagai santriwan akan diperlukan."
"Baik Syekh guru."
"Alhamdulillah hirobbil'alamiin." Hatinya merasa tenang. "Malau begitu mari kita lakukan persiapan." Ucapnya lagi. "Kita juga akan berjuang! Untuk mempertahankan negeri ini dari musuh jahat!." Suaranya keras. "Allahuakbar!."
"Allahuakbar!."
Takbir terdengar sangat keras dikumandangkan oleh mereka semua, hati mereka bersatu untuk melindungi negeri yang sama-sama mereka cintai dari kegelapan jahat.
...***...
Raden Hadyan Hastanta dan Raden Jatiya Dewa.
Keduanya telah sampai di perbatasan Kota Raja menuju Desa Abdi Setia.
"Apakah dinda melihatnya?." Ia mengamati keadaan sekitarnya. "Ada hawa kegelapan yang tidak biasa di sini."
"Ya, itu terlihat sangat jelas sekali kanda."
"Kalau begitu kita harus melakukan sesuatu." Ucapnya. "Akan berbahaya jika kegelapan ini terus berada di sini."
"Apa yang akan kita lakukan kanda?."
"Bagaimana kalau kita bacakan saja ayat suci Al-Quran?." Jawabnya. "Semoga bisa membantu kita mengatasi masalah kegelapan ini."
"Baiklah kalau begitu kanda."
Keduanya membaca ayat kursi.
للّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ
Surat Alfatihah.
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ
مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ
صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ
Bahkan membacakan doa agar dilindungi dari gangguan jin dan setan.
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ.
"Aku berlindung kepada Allah dari (gangguan/kejahatan) setan-setan laki-laki dan setan-setan perempuan." (HR Ahmad, Abu Daud, an-Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban,)
أعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللّٰهِ الثَّامَاتِ الَّتِي لَا يُجَاوِزُهُنَّ بَرٌّ وَلَا فَاجِرٌ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ ، وَذَرَا وَبَرَا وَمِن شَرِّ مَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَآءِ وَمِنْ شَرِّ مَا يَعْرُجُ فِيهَا، وَمِن شَرِّ مَا ذَرَأَ فِى الْأَرْضِ ، وَمِنْ شَرِّ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا، وَمِنْ شَرِّ فِتَنِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ طَارِقٍ أِلَّا طَارِ قًا يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَارَ حْمٰنُ . رواه أحمد عن عبد الرحمن بن عنبى
Tentunya sambil mengerahkan tenaga dalam mereka untuk menghilangkan kegelapan aneh itu. Dan yang membuat merinding ketika mereka mendengarkan suara teriakan kesakitan, namun tidak terlihat sama sekali bagaimana wujud mereka?.
"Tetaplah fokus kanda dinda." Ucapnya. "Abaikan saja teriakan itu." Dalam hatinya merinding mendengarnya, bahkan ia hampir saja tidak fokus sama sekali.
"Suara apa itu?." Ia mencoba tenang. "Kenapa terdengar menyeramkan sekali? Apakah benar mereka adalah jin?." Dalam hati Raden Jatiya Dewa sangat takut, namun hatinya tetap harus kuat untuk mengatasi masalah itu.
Sedikit membutuhkan waktu bagi keduanya, hingga kegelapan itu benar-benar hilang.
"Kalau begitu kita kembali ke istana." Ucapnya. "Kita laporkan masalah ini pada rayi Prabu."
"Baiklah kanda."
Setelah itu keduanya segera pergi meninggalkan tempat, mereka hanya berharap semuanya akan baik-baik saja. Mereka masih penasaran siapa yang berani menyerang wilayah kerajaan Suka Damai dengan cara seperti itu?. Apakah yang akan terjadi selanjutnya?.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
AGhanteng
Kasian putri andhini andita ditipu sm pangeran abinaya bena.
Untung ada pangeran jatiya dewa.
Seru liatnya, dr cerita sang prabu udah sering berkelahi2 sprti ank2.
Dr benci bisa jadi cinta putri andhini andita.. Lanjutkan thor.
2022-07-27
1