...***...
Putri Andhini Andita saat ini bersama kedua orang utusan dari pangeran Abinaya Bena. Saat ini mereka menghadap Prabu Asmalaraya Arya Ardhana, dan mereka menceritakan keadaan negeri mereka saat ini. Mereka merasa kesulitan karena adanya masalah yang sedang menimpa negeri mereka?. Tapi kenapa Pangeran Abinaya Bena tidak mau menunjukkan wajahnya di hadapan Prabu Asmalaraya Arya Ardhana?.
"Mohon ampun Gusti Prabu." Ia memberi hormat. "Kiranya kami telah memasuki wilayah kerajaan suka damai tanpa izin." Ia menghela nafas panjang. "Maafkan kami Gusti Prabu, kami telah membuat kekacauan di wilayah kekuasaan Gusti Prabu."
"Kami sangat khawatir dengan keselamatan gusti pangeran." Hengkara memberi hormat. "Karena itulah, kami mencegah siapa saja yang mendekati daerah itu." Lanjutnya. "Maafkan kelancangan kami."
"Sepertinya itu sangat berbahaya rayi Prabu." Putri Andhini Andita merasa sangat cemas akan keadaan seperti itu. "Apalagi saat ini mereka dalam masa pelarian." Ia mengamati mereka. "Apa jadinya? Jika pasukan, yang mencari mereka sampai ke kerajaan suka damai?."
"Yunda benar." Respon Prabu Asmalaraya Arya Ardhana. "Bisa jadi mereka yang mengejar pangeran kalian itu datang kemari." Sang Prabu cemas. "Lalu? Berbuat kerusuhan di wilayah kerajaan suka damai." Sang Prabu menatap mereka. "Itu akan membahayakan keselamatan kerajaan suka damai."
"Mohon ampun Gusti Prabu." Ia kembali memberi hormat. "Kami tidak tahu harus kemana lagi." Raut wajahnya tampak sedih. "Maafkan kami, hanya tempat ini saja yang aman."
"Jika saya boleh mengetahui?." Ucap sang Prabu. "Kenapa kalian sampai ke wilayah kerajaan suka damai? Apa yang terjadi sebenar?." Sang Prabu heran. "Kenapa kalian sampai melarikan diri ke sini?."
Tentunya sang Prabu ingin mengetahui apa masalah mereka. Mungkin saja bisa mencari tahu melalui tatapan atau ucapan mereka?. Tapi rasanya ada yang menghalangi pandangan mata batin sang Prabu, ketika mencoba membaca situasi yang mungkin mereka rencanakan, melalui tatapan mata salah satu dari mereka.
"Perebutan wilayah kekuasaan, yang dilakukan oleh keluarga sendiri." Jawabnya. "Itulah yang membuat Gusti Pangeran abinaya bena melarikan diri."
"Fitnah yang sangat kejam mengarah padanya." Ia tampak sedih. "Sehingga ia menjadi buronan." Jelasnya. "Kami hampir saja tidak bisa menyelamatkan pangeran abinaya bena, dari penyerbuan itu."
"Lalu? Di mana pangeran kalian itu?." Sang Prabu menatap serius. "Harusnya ia bertemu dengan kami di istana ini, meminta izin pada kami, untuk tinggal di wilayah ini." Putri Andhini Andita sangat mencurigai mereka. "Jika memang ia dalam pelarian saat ini."
"Mohon ampun Gusti Putri." Ia memberi hormat. "Kami tidak bisa mengajak Gusti pangeran kemana-mana." Jelasnya. "Kami sangat mencemaskan keselamatannya, maafkan kami untuk maslah itu, kami adalah perwakilan beliau."
"Itu sangat aneh." Responnya. "Tidak biasanya, ada seseorang? Yang meminta izin untuk bersembunyi di wilayah seseorang, tapi tidak mau bertemu tuan rumahnya?." Putri Andhini Andita semakin heran.
"Sekali lagi maafkan kami." Balasnya. "Ini semua demi keselamatan Gusti pangeran."
"Benar Gusti Putri." Sambungnya. "Kami tidak bisa sembarangan, mempertemukan Gusti pangeran dengan orang lain."
Tampaknya mereka memang tidak ingin mempertemukan Pangeran Abinaya Bena dengan orang lain.
"Kalau begitu-."
"Tidak apa-apa yunda." Ucap sang Prabu. "Jangan terlalu memaksakan."
"Tapi rayi Prabu-."
"Tenanglah yunda." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana tersenyum kecil. "Percayakan semuanya pada Allah SWT." Menatap Putri Andhini Andita. "Semoga mereka baik-baik saja, dan masalah mereka segera selesai."
"Baiklah." Ia mencoba tenang. "Aku akan mendengarkan ucapanmu rayi Prabu." Memberi hormat pada adiknya.
"Untuk sementara waktu, kalian boleh tinggal di wilayah ini." Sorot mata sang Prabu tampak tajam. "Tapi aku tidak akan segan-segan mengusir kalian, jika kalian berbuat sesuatu yang merugikan bagi kerajaan ini."
"Terima kasih Gusti Prabu." Ia memberi hormat. "Terima kasih atas kebaikan yang Gusti Prabu berikan pada kami."
"Tentunya Gusti pangeran sangat senang mendengar kabar baik ini."
Keduanya tampak sangat senang sekali, karena mendapatkan tempat yang aman untuk bersembunyi saat ini.
...***...
Kembali ke masa ini.
Ya, kira-kira begitulah yang terjadi. Putri Andhini Andita sedang memastikan, jika mereka memang tidak berniat jahat. Putri Andhini Andita menyamar menjadi rakyat biasa untuk memantau apa yang mereka lakukan di desa Damai Setia. Wilayah yang masih memiliki hutan yang sangat lebat, pantas untuk bersembunyi di wilayah ini.
"Apakah tidak apa-apa? Kau melakukan ini andhini andita?." Sukma Dewi Suarabumi sedikit ragu dengan apa yang dilakukan oleh mereka semua.
"Tentu saja hamba tidak apa-apa Gusti Putri." Ia memperhatikan pakaian yang ia kenakan saat ini.
Sungguh pakaian yang sangat cocok untuk gadis desa biasa. Ia juga menyiapkan sesuatu untuk ia gunakan menyamar. Seperti bakul yang lumayan besar yang ia gunakan untuk memuat buah-buahan yang ia dapatkan di kebun penduduk nantinya.
Dan ternyata benar, ada pondok kecil yang sudah lama tidak didiami. Di sana Putri Andhini Andita melihat ada tiga orang yang sangat mencurigakan. Mereka seperti sedang berunding sesuatu yang sangat penting.
"Untuk saat ini kita tenang saja dulu." Ucapnya. "Mereka merasa tidak curiga sama sekali, jika kita berada di sini." Barja, terlihat sangat puas dengan apa yang ia lakukan.
"Kita harus melakukannya dengan baik." Ia tersenyum kecil. "Aku yakin kita akan mendapatkan semuanya dengan sangat baik." Hengkara terlihat sangat senang.
Namun ketika itu, Pangeran Abinaya Bena merasakan kehadiran seseorang, sehingga ia memberi kode pada kedua pengikutnya untuk diam.
"Sepertinya ada seseorang yang mencoba mendekati kita." Matanya mencoba melihat ke arah mana seseorang itu bersembunyi?.
"Sial!." Umpatnya. "Sepertinya ada seseorang? Yang mencoba untuk mengamati, apa yang kita lakukan di sini?." Barja merasa kesal. "Bagaimana mungkin? Ada orang lain mendekati wilayah ini?."
"Jangan-jangan mereka adalah mata-mata dari kerajaan ini?." Hengkara waspada, jika itu kemungkinan yang terjadi.
"Sepertinya kehadiranmu diketahui oleh mereka andhini andita." Ucapnya. "Dan kau harus melakukan sesuatu, supaya tidak dicurigai oleh mereka semua." Sukma Dewi Suarabumi sepertinya memberi tahu pada Putri Andhini Andita agar supaya segera bertindak.
Dan benar saja, saat itu, tanpa diduga Barja dan Hengkara telah sampai di tempat ia bersembunyi saat ini. Ia sempat terpaku di tempat, sebelum akhirnya ia berteriak karena terkejut.
"Hei!." Teriaknya. "Siapa kau?!." Anehnya keluar begitu saja. "Kenapa kau malah datang ke wilayah ini?." Barja menarik paksa lengan kiri Putri Andhini Andita.
"Tidak! Lepaskan aku!."
Putri Andhini Andita mencoba melawan, layaknya rakyat kecil yang tidak berdaya ketika ada orang yang lebih kuat darinya menganiaya dirinya.
"Lepaskan aku tuan!."
Putri Andhini Andita mencoba memberontak, namun ia malah semakin diseret oleh Barja sampai menuju Pangeran Abinaya Bena.
Brugh!.
Barja menyeret Putri Andhini Andita dan mendorongnya hingga ia berlutut dihadapan pangeran Abinaya Bena.
"Oh? Tuan, ampuni saya." Ia bersujud memohon ampun. "Saya hanya mencari buah saja untuk di makan." Jelasnya dengan nada lirih. "Kasihani saya tuan, saya sangat kelaparan sekali." Dengan raut wajah memelas, ia meminta belas kasihan pada Pangeran Abinaya Bena.
"Wajahmu terlihat sangat pucat sekali."
Sepertinya Pangeran Abinaya Bena bersimpati pada Putri Andhini Andita. Wajahnya memang terlihat sangat pucat, seperti orang yang belum makan seharian.
"Apakah kau? Tinggal di sekitar sini?." Ia menyamai tinggi Putri Andhini Andita. "Kenapa kau tidak makan?."
Bagaimana tanggapan dari Putri Andhini Andita?. Apakah ia akan menjawab pertanyaan itu?.
...**...
Istana Suka Damai.
Prabu Asmalaraya Arya Ardhana berada di diruangan pribadi Raja.
"Ada apa cucuku? Kenapa kau tampak resah sekali?."
"Hormat saya kakek Prabu." Prabu Asmalaraya Arya Ardhana memberi hormat. "Rasanya saya cemas sekali." Ungkap sang Prabu. "Saya tidak bisa melihat, apa yang sedang mereka sembunyikan." Sang Prabu cemas. "Ada kegelapan, yang menghalangi mata batin saya."
"Tenangkan dirimu cucuku." Sukma Prabu Guindara Arya Jiwatrisna menatap serius. "Jika kau tidak bisa tenang? Maka kau tidak akan bisa melihatnya."
"Saya akan mencobanya kakek Prabu."
"Semoga saja nanda Prabu mampu melakukannya."
"Ya, semoga saja kakek Prabu."
Apa yang sedang terjadi sebenarnya?. Temukan jawabannya. Next.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments