"Kau jangan mengada-ngada! Tadi dia baik-baik saja!"
Akhirnya, tanpa mengatakan apa-apa, aku segera membawa Elena pergi meninggalkan rumah ini. Mak dan Bapak mengikutiku dengan raut wajah cemas mereka. Aku segera menuju ilir, ke rumah dinas Bidan Sri dengan jarak masih dua kilometer lagi dengan medan naik turun perbukitan.
Bidan Sri adalah warga dusun ini. Akan tetapi nasibnya lebih beruntung karena orang tuanya sanggup membiayai sekolah hingga masuk akademi kebidanan. Dua diberi kesempatan menjadi bidan di dusun yang sangat kekurangan Nakes dan Faskes ini. Aku juga ingin seperti dia. Aku bercita-cita untuk membangun pendidikan lanjut yang belum dimiliki dusun ini.
"Assalamualaikum, Bu Bidan ..."
Lalu pintu yang masih tertutup tersebut terdengar dibuka dari dalam. "Walaikum salam. Waaah, Nesya ... Kamu balik ke dusun?"
Lalu Bidan Sri segera menyambut anakku, menidurkan Elena di atas brangkar seadanya. "Apa yang terjadi?"
Bidan Sri melihat diriku, Mak, dan Bapak yang sudah acak-acakan. Aku hanya menggelengkan kepala, malu menceritakan apa yang terjadi. Bidan Sri langsung memeriksa keadaan Elena.
Setelah Bidan Sri selesai memeriksa kondisi Elena, dia langsung meracik obat untuk anakku. Setelah itu Bidan Sri mengingatkanku agar jangan capek dan stress. Salah satu penyebab Elena sakit, bisa jadi karena menempuh perjalanan berat dan panjang kemarin.
Setelah usai, kami pun segera berjalan kaki kembali menuju rumah dengan jarak tiga kilometer dengan kondisi naik turun gunung, di antara hutan dan kebun kopi.
Karena tadi terburu-buru, Bapak lupa membawa motor dan menyusulku hingga ke rumah keluarga Bang Alan. Sudah lama sekali rasanya meninggallan dusun ini. Entah kenapa, kali ini tubuhku merasa sangat lelah melewati jalan ini sambil menggendong Elena.
Semakin lama, langkahku terasa semakin berat. Apakah ini karena efek sudah lama berada di luar dusun? Tubuhku yang sudah terbiasa menghadapi medan ringan, menggunakan motor matic kemana-mana, kali ini dipaksa melewati medan berat mengharuskan jalan kaki ke mana-mana. Aaahh, banyak yang harus dirombak. Namun, saat ini aku bukan siapa-siapa.
"Kenapa kamu terlihat lelah begitu Nesya?" Mak terlihat khawatir.
"Tidak apa-apa, Mak. Aku hanya butuh penyesuaian kembali."
"Kamu lelah karena sudah tidak terbiasa dengan kondisi desa kita?" tanya Bapak. Aku hanya menggelengkan kepala. Aku letakan Elena di atas dipan yang dialasi kasur kapuk yang lumayan nyaman.
Saat siang hari, setelah berhasil membujuk Elena makan beberapa suap, dia diberi obat. Namun, kondisi Elena belum membaik juga dan suhu tubuhnya terasa semakin tinggi. Elena tak mau melepaskan pelukannya dari tubuhku.
"Ibuk ... Eyena cuma mau cama Ibuk ... Eyena ga mau cama Andung." Air matanya terus mengalir. Membuat hatiku hatiku hancur berkeping-keping. *Andung \= nenek.
"Iya, Nak. Sampai kapan pun Elena akan selalu bersama Ibuk. Maafkan Ibuk ya, Nak? Membuat kamu tinggal bersama Andung. Ibuk janji, ini tidak akan pernah terjadi lagi." Pelukanku pada Elena tak kalah erat.
"Cepat sembuh, Sayang. Setelah ini kita kembali ke luar ya? Temani Ibuk bekerja mencari uang."
Elena menganggukan kepalanya. Aku kecup pipinya yang terasa hangat di bibirku. Nahasnya, semakin larut kondisi Elena malah semakin memburuk. Dia menggigil kedinginan. Ditambah suhu udara desa ini memang sangat dingin, membuatku semakin panik.
Aku tutup tubuh Elena dengan selimut tebal, aku berharap setelah membungkus tubuhnya, anakku tidak menggigil lagi. Beberapa waktu kemudian wajah Elena semakin merah padam. Tubuhnya mengejang.
Aku segera membuka selimut itu dan mengangkat tubuhny karena panik. "Elena, Nak?"
Apa yang terjadi? Apakah aku melakukan kesalahan? "Mak ... Maaaaak?" Aku berlari mencari Mak ke kamar sebelah.
Mak yang belum tua, setengah kaget membuka pintu melihat aku menangis karena luar biasa panik. Hal ini untuk pertama kalinya bagiku. Sebelumnya Elena tidak pernah seperti ini.
"Letakan dia di atas tikar!" titah Mak mencari sesuatu di dalam kamar.
Aku segera menidurkan Elena di atas tikar. Setelah ini apa yang harus aku lakukan? Aku terus mencoba menurunkan tatapan Elena yang terus melihat ke arah atas.
Mak membawa minyak kayu putih dan bawang. Lalu mencampur bawang yang ditumbuk dengan minyak kayu putih. Posisi Elena dimiringkan dan seluruh tubuh Elena dibalur oleh minyak bawang tersebut. Tak sampai lima menit, bibir Elena yang tadi membiru kembali berubah menjadi merah jambu.
Tubuh Elena yang tadi tegang karena kejang, sudah mulai mengendur. Aku segera memeluk Elena. "Maaf kan Ibuk, Nak ... Maafkan Ibuk ... Esok Ibuk tak akan meninggalkan Elena lagi. Ibuk janji." tangisku.
"Tadi kamu selimutkan dia?" tebak Mak.
"Dari mana Mak tahu?"
"Anak kecil itu kalo demam jangan diselimutkan. Nah, demamnya malah jadi semakin cepat meningkatnya." terang Mak kepadaku.
"Tadi dia menggigil, Mak. Suhu udara di sini sedang dingin. Ma-makanya aku selimuti dia." jelasku yang masih dalam kalut.
"Tadi seharusnya dipeluk saja. Jadi ini pelajaran ke depannya, jangan diselimutkan saat anak demam tinggi. Namun dibalur minyak kayu putih yang dicampur tumbukan bawang."
Sekarang aku mengerti. Sebelumnya saat Elena demam, aku tinggal bawa ke rumah sakit. Setelah demamnya turun, baru kubawa pulang kembali. Namun, di sini perawatan hanya bisa seadanya. Yaa, dari pada tidak ada sama sekali.
Keesokan pagi, Elena kembali kubawa ke Bidan Sri. "Tidak apa, hanya saja kalau anak lagi kejang, jangan masukan apa pun ke mulut anak ya? Untuk ke depannya lebih berjaga lagi. Jadi tiap Elena demam jangan biarkan sampai tinggi. Harus segera diberi penurun panas."
"Baik Bu Bidan."
Hari ini kondisi Elena sudah lebih baik dari hari sebelumnya. Apabila sudah sehat, aku harus segera keluar dari dusun. Ada pekerjaan yang aku tinggal begitu saja di kota. Semoga semua baik-baik saja.
Setelah tiga hari, Elena sudah benar-benar pulih. Aku segera mencari tetangga yang memiliki pik up tetangga yang dobel gardan untuk menumpang keluar. Kali ini, Mak dan Bapak ikut karena penasaran dengan usaha yang sedang aku rintis.
Perjalanan berat pun kembali kami tempuh. Meski jalan agak sedikit kering dibanding saat masuk dusun beberapa waktu lalu, tetapi seluruh tubuh tetap terasa pegal seperti habis berperang semalam suntuk dengan suami. Aaah, iya ... suami ... aku sudah tidak memilikinya.
Namun, tak apa ... yang penting Elena berada bersamaku. Aku tak akan pernah menuntut apa-apa lagi. Setelah sampai di luar, kami semua turun menunggu travel menuju ke kota. Setelah ini, mungkin aku tak ada waktu lagi untuk masuk ke dusun. Kecuali, setelah segala impianku tercapai.
Aku ingin sekali melobi pemerintah untuk segera membangun jalan menuju dusun kami. Kasihan sekali generasi penerus di sana yang masih terkungkung dengan kebiasaan menikah muda, seperti yang aku alami. Memang benar, dulu aku yang mendekati Bang Alan. Saat itu tidak mengenalnya. Hanya terbuai akan ketampanannya.
Travel yang kami tumpangi pun sampai tepat di depan ruko yang aku sewa. Akan tetapi, kenapa toko laudry-ku tutup?
💖
💖
💖
Hay-Hay ... terima kasih sudah mampir pada karya terbaru aku yaaa ... Kali ini aku ingin mengajak kaka semua untuk mampir juga pada karya sahabatku yang kece badai.
Napen Author: oktiyan
Judul karya: PEKA
Blurb:
Di sebuah kampus mewah, tepat di ruang loby itu tiga anak muda terlihat sedang duduk beralaskan karpet di bawah pohon. Buku-buku pelajaran terbuka, sementara remah remah makanan ringan berceceran di atas meja.
Langkah Hanna dihentikan oleh sebuah tangan, Hanna terdiam pasi, kala sebuah akar yang tiba saja melilit kaki kanannya, jelas ia lihat benda kenyal seperti tangan menempel ke kakinya baru saja.
Saat itu remang remang. Sehingga tidak terlalu jelas apa yang ada di sekitar. Pandangan Hanna dipalingkan ke kiri dan ke kanan, tapi tak terlihat seorang pun. Hingga ia menatap atas atap pohon besar, tepat diatas kepalanya.
Sosok itu jelas mengeluarkan suara lidah, Hanna tiba saja menatap atas kepalanya. Begitu terdengar kaget, ketika dari ujung pohon sebuah lidah panjang menjulur menghampiri wajah Hanna.
Aaaaarrrrgh!! teriak Hanna saat itu, tanpa sadar suaranya mengecil dan wanita berwajah lidah melilit lehernya dengan darah yang menetes bau amis, membuat Hanna mual dan ingin muntah. Tapi saat berteriak Hanna tiba sudah berada di berbeda tempat.
Yuks! intip kisah Hanna indigo tersesat dihutan acara camping. Judul 👉 "PEKA."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
AdindaRa
Setelah sekian lama, akhirnya bisa mampir baca. Pertolongan pertama Buat anak demam persis banget sama yang aku lakuin selama ini. Kereeeeen.
Aku sawer iklan biar Makin semangat berkarya.
2022-08-26
4
Anonymous
nyesek
2022-08-25
0
FieAme
oky
2022-08-13
0