Ternyata Suamiku Gigolo
"A-apa ini? Se-se-trong rasa pome granat."
Tanganku bergetar, menemukan sebuah bungkusan plastik, bewarna hitam bermerek 'Setrong.'
Meski aku hanya gadis bodoh yang baru merasakan hidup beberapa bulan di kota, tetapi aku tahu bahwa benda ini disebut dengan kon *dom. Aku pun tahu benda ini merupakan sebuah alat pencegah kehamilan yang orang bilang kontra *sepsi.
Namun, kenapa dia memiliki benda ini? Benda ini pun sudah kosong. Ini menandakan bahwa isinya sudah dipakai oleh yang empunya. Air mata, jatuh tanpa sempat terbendung. Tubuhku bergetar mencoba menduga-duga mengapa bungkus kon *dom tersebut bisa berada di dalam kantong celananya.
"Ayo ikut Ibuk!"
Aku angkat gadis kecil yang tadinya tengah asik bermain air di dalam baskom. Gadis kecil berusia satu setengah tahun ini kami beri nama Elena.
"Hek ... hek ... hek ...." Dia langsung menangis saat aku angkat dari dalam wadah air tempat dia bermain tadi.
Kakiku terasa berat, getaran tubuhku terasa hebat. Salah satu tanganku menggenggam bekas wadah alat kontra *sepsi yang aku temukan di dalam kantong celana Bang Alan, suamiku. Secara perlahan, kulangkahkan kaki menuju kamar.
Makin dekat dengan kamar, suara dengkuran Bang Alan terdengar semakin jelas. Suara dengkuran itu sama persis seperti dengkuran bapakku yang berada di dusun. Sangat aneh bukan? Pria muda berusia 21 tahun tidur mendengkur?
Langkah kaki ini, semakin mendekati suami yang katanya lelah pulang bekerja saat subuh tadi. Selama ini aku tak pernah mempermasalahkan apa pun pekerjaan yang dilakukan saat malam hari. Bagiku, yang penting dia bisa membawakan aku uang, berapa pun itu.
Dia hanya mengatakan bekerja di sebuah *klub malam. Dia baru mendapatkan pekerjaan tersebut semenjak tiga bulan lalu. Sementara kami sekeluarga telah memutuskan hijrah dari dusun untuk tinggal di kota semenjak enam bulan lalu.
Saat memasuki kamar, netraku malah teralih pada sebuah pantulan bayangan diriku yang menggendong Elena. Perkenalkan, namaku Nesya. Usiaku terbilang masih sangat muda, di bawah dua puluh tahun. Aku sudah memiliki seorang anak perempuan berusia satu setengah tahun.
Jika tetanggaku bilang, aku adalah pelaku pernikahan dini. Banyak anggapan buruk yang kudengar tentang keadaan diriku yang menikah dalam usia sekolah.
Namun, tak sedikit juga yang merasa prihatin akan keadaanku yang belia ini, bekerja tunggang langgang memenuhi kebutuhan keluarga kecil kami.
Mereka mengira aku hamil di luar nikah, sehingga, aku terpaksa putus sekolah dan menikah di usia belia. Padahal itu tidak benar sama sekali. Aku menikah resmi dan sah, tanpa embel-embel bocor duluan.
Kembali kupandangi cermin yang memperlihatkan betapa buruknya penampilanku saat ini. Tubuhku terlihat sangat kurus, kulitku kering bersisik, dan wajahku terlihat sangat kusam. Padahal, saat aku masih sekolah di jenjang SMP dulu, aku dikenal sebagai gadis cantik, layaknya kembang desa.
Kepalaku berputar sembilan puluh derjat. Kali ini aku melihat Bang Alan, suamiku tengah tidur pulas dengan dengkuran yang keras. Keadaannya sungguh berbanding terbalik dengan diriku.
Dia tampak gagah, dan semakin terlihat perkasa. Namun, semenjak bekerja di klub malam, yang memaksaku melepas dia bekerja di malam hari, membuat dia tidak pernah lagi menyentuhku. Dia bekerja malam, tentunya siang hari dia habiskan waktu untuk tidur. Bahkan untuk membantuku mengasuh Elena pun dia tidak mau.
Hahah, lucu bukan? Sudah tiga bulan Bang Alan tidak melepaskan has *ratnya kepadaku. Aku lihat kembali bungkusan kon *dom yang ada di tanganku. Apakah karena ini, dia tidak pernah lagi menyentuhku?
Jadi, dia sudah bermain di belakangku? Air mataku kembali terbendung di pelupuknya. Bibirku kelu, tak mampu memanggil dan membangunkannya.
"Hek ... hek ... hek ..."
Elena kembali menangis, teringat kesenangan bermain airnya tadi telah aku rampas. Volume tangisannya semakin waktu menjadi semakin tinggi. Hatiku dilanda pilu dengan segala dugaan menatap Bang Alan dengan uraian air mata di pipi.
Bang Alan terlihat mulai bergerak. Secara perlahan, matanya terbuka dan duduk menatapku. Wajahnya terlihat heran, sembari mengucek sebelah mata. Dia menepuk tangan mencoba membujuk Elena. Anakku pun berhenti menangis melihat sang ayah yang menghiburnya.
"Dek, kenapa berdiri di situ?"
Hatiku sedang diselimuti oleh amarah. Aku hanya bisa menduga-duga dengan benda yang ada dalam genggamanku saat ini. Tanpa merasa bersalah dia merentangkan tangannya menyuruhku masuk ke dalam pelukannya.
Aaah, kenapa kakiku berjalan dengan refleks mendekat padanya? Padahal saat ini aku merasa sangat kesal. Namun, tubuh ini dengan tidak bisa dikendalikan telah menyandarkan diri di dalam pelukannya.
Bang Alan, adalah salah satu pria tampan di dusun tempat kami berasal. Dulunya, aku merasa sangat bahagia mendapatkannya menjadi suamiku. Meskipun aku menikah dalam usia yang tergolong belia, aku merasa sangat bangga mendapatkan suami super tampan yang baru saja menamatkan SMA di ibu kota provinsi.
Bang Alan menyugar rambutku yang sudah kuyu. Dia menciumku dengan lembut. Entah kenapa, amarah yang tadi meluap seperti menguap hilang tak tersisa. Aku sangat merindukan belaian ini. Kami sudah lama tidak berpelukan seperti ini.
"Baaang ..."
Aku panggil sambil membelai-belai punggungnya yang tanpa alas itu. Sebagai kode terhadapnya bahwa aku sedang ingin meleburkan jiwa bersamanya saat ini juga.
"Nanti saja ya, Dek. Abang masih merasa lelah," ucapnya.
Walau sedikit kecewa, tetapi tidak terlalu aku pikirkan. "Bang, apakah aku boleh menanyakan tentang pekerjaan Abang?"
Dia berpikir beberapa detik lalu mengangguk membelai rambutku yang masih dalan dekapannya. "Tentu saja, Dek. Tentang apa? Tanyakan lah!"
"Abang bekerja di mana setiap malam?"
Bang Alan melirikku. Alisnya terlihat naik sebelah. "Bukan kah Abang selalu mengatakan bahwa Abang bekerja di sebuah klub malam?"
"Abang bekerja jadi apa di sana?"
Dia melepaskanku dari pelukannya dan kembali merebahkan diri di kasur kapuk tipis ini. "Kamu jangan terlalu cerewet ikut campur segala urusanku. Yang penting kali ini aku sudah membawakan uang padamu setiap hari bukan?"
"Bang, lihat aku dulu!" bentakku.
Bang Alan kembali menatapku. "Apa?"
Aku buka genggamam tangan yang berisi bekas bungkus kon *dom. "Ini punya siapa?"
Bang Alan melihat benda yang aku pegang. Sejenak wajahnya terlihat sedikit panik. Beberapa detik kemudian, ekspresinya sudah kembali normal. "Entah, emangnya kamu dapat dari mana?"
"Ini aku dapat di kantong celanamu!"
"Lalu kamu mencurigai itu milikku?" Suaranya pun mulai meninggi.
"Lalu punya siapa lagi? Ini aku dapat dari kantong celanamu.
"Entah, mungkin ada yang iseng memasukannya ke dalam kantongku saat aku bekerja."
"Bohong!"
Bang Alan kembali duduk. "Kamu pikir itu punyaku?"
"Iya, punya siapa lagi. Ayo katakan! Kamu melakukannya dengan siapa?"
Bang Alan menatap panjang. "Jadi kamu berpikir bahwa Abang selingkuh?" Namun, mulutku kelu mengatakannya.
"Dengarkan Abang, Dek. Kamu sudah menyakiti perasaanku jika kamu menyangka aku selingkuh. Aku sudah bersungguh-sungguh bekerja untuk kalian berdua. Coba kamu pikirkan, kapan waktuku untuk berselingkuh? Jika malam aku bekerja tunggang langgang, siangnya di rumah saja tidur sampai sore. Coba kamu pikirkan!"
Otakku menyetujui apa yang diucapkan oleh Bang Alan. Tidak mungkin Bang Alan sempat berselingkuh, sementara dia sibuk bekerja sepanjang malam. Saat Azan Subuh bergema, dia sudah sampai di kontrakan kami yang kecil ini.
Aku buang bungkusan aneh ini, lalu aku angkat kembali Elena yang tadi kabur saat kami berpelukan. Aku harus segera menyelesaikan cucian para pelanggan yang sudah memercayakan pakaian mereka kepadaku. Semenjak tinggal di sini, aku terpaksa menjadi buruh cuci untuk memenuhi biaya kebutuhan hidup kami.
Kala itu Bang Alan belum juga mendapat pekerjaan setelah melamar di sana sini. Begitu sulit mendapat pekerjaan dengan bermodalkan ijazah SMA. Apalagi statusnya telah menikah.
Hal ini memaksaku menawarkan jasa upah cuci pakaian dengan harga yang lebih murah dibanding harga laundry. Sehingga, banyak tetangga yang menggunakan jasaku untuk mencuci dan menyetrika pakaian mereka. Selama tiga bulan pertama, Bang Alan hanya tidur, makan, bermain dengan Elena, dan meminta uang untuk membeli rokok kepadaku.
Pada awalnya, aku tak keberatan. Namun, semakin lama tingkahnya itu membuatku menjadi semakin kesal dan pertengkaran pun terjadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Imas Maela
mampir
2022-12-16
0
Ayumi Putri
jvf UKmnnll
2022-09-16
0
🍭ͪ ͩ☠ᵏᵋᶜᶟぁん🏘⃝Aⁿᵘ𒈒⃟ʟʙᴄ❣️
baru awal udah sedih
2022-08-23
0