Bab 1

Pranggg

Suara benda jatuh membuat suasana yang semula ribut langsung hening dalam hitungan detik. Tatapan setiap mata dari orang-orang yang ada di sana mengarah pada sosok perempuan dengan rambut tergerai serta mimik wajahnya yang polos sambil menatap orang-orang di depannya.

Ketika senyuman terukir di wajah wanita itu dan secepat itu pula mereka yang membuka mulut langsung menutup mulutnya. Hembusan napas terdengar dari setiap insan yang ada di sana selain si wanita pembuat gaduh.

"Azalea Nazira Al-Basyir binti Ikhsan Nazir Al-Basyir!" decak seorang perempuan sambil bertepuk tangan dan menggelengkan kepala, kemudian mengacungkan jempolnya, "wow Anda sangat luar biasa bestie..."

"Saya tersanjung," balas Lea dengan menantang.

"Yes, perbuatan Anda memang pantas diberi penghargaan," sahut teman Lea yang lain, yaitu Yessa.

"Tentunya."

"Anda adalah teman lakna.t terbaik saya."

"Sudah pasti," ujar Lea merasa di atas angin dan ikut bertepuk tangan bangga, "eh... Apa yang lo bilang tadi, bestie? Coba sekali lagi deh.. keknya kurang jelas."

"Teman lakna.t"

Mata Lea membulat dan tangannya mengepal. Perempuan itu mendesis dan sangat ingin menerjang teman gesreknya itu, jika bisa pada saat itu sekalian Lea akan mengirimkannya ke neraka.

"Din!! Kabur lo Din, awas noh diamuk sapi betina."

"Gak takut gua. Orang badan kecil kek gitu kok."

Emosi Lea pun sudah sampai di ubun-ubun apalagi Dinda yang mengomentari fisiknya seperti wanita itu sempurna saja. Lihat saja Fisik Dinda juga kecil dan gendut lagi.

"Apa lo bilang, hah?"

Lea pun menghampiri Dinda namun ia tak terlalu berhati-hati hingga kakinya pun tertusuk beling bekas pecahan gelas kaca yang dibawanya barusan.

"Anjir.t my feet saki.t Anjay," umpat Lea sambil mendesis dan terduduk di lantai sembari melihat telapak kakinya yang mengeluarkan banyak darah.

"OMG!! Dinda! It's darah.. i am very afraid, help me, Dinda!"

"Lebay anj.irt bisa gak ngomong, gak usah dicampur Inggris, gua gak ngerti bahasa alien, Yessa!!"

"Dinda, you ini bagaimana sih.. we as anak Jaksel itu harus beda and you should can speak English u know!!" kesal Yessa pada Dinda.

"Nyenyenyenye.... Serah lo!! Gua gak ngerti bahasa lo! Mau anak Jaksel kek mau anak Jakut kek, mau anak Bandung kek, gak peduli yang penting gue tinggal di Indonesia dan pake bahasa Indonesia... Lo keknya buat planet baru aja sama pengikut lo sana," kesal Dinda seraya menarik napas dalam.

"But Dinda, Jaksel itu kawasan elite."

"Oh?"

Dibalik pertengkaran itu mereka tidak sadar dengan kekesalan seorang wanita yang dari tadi mengepalkan tangannya geram. Napasnya memburu lalu tak menunggu waktu lama ruangan itu dipenuhi dengan teriakannya.

"Dinda!! Yessa!!" teriak geram Lea yang berusaha mati-matian menahan rasa sakit di area telapak kakinya.

Air matanya keluar dari kelopak indah itu. Bukan lagi menangis karena kesakitan tapi wanita itu menangis karena tidak sanggup melihat temannya yang sudah meminum jutaan komik hingga otaknya tidak berfungsi dan tidak memikirkan nasibnya antara hidup atau mati.

Dinda dan Yessa melirik bersamaan ke arah sahabatnya tersebut lalu menyengir dengan wajah polos tak ada rasa bersalahnya.

"Ya maaf," ucap Dinda lalu menyengir kuda.

"Lo pada nganggep gue apa di sini. Lo gak liat gua lagi sekaratul maut, 'hah? Gue temen lo coy!! Lo liat kaki gue noh, penuh dengan darah. Di mana hati nurani kalian dan malah bertengkar dengan pembahasan gak guna. Kalian ini memang anjayni," lirih Lea lalu menarik napas panjang.

"Iya-iya maafin kita."

"Nggak."

"Lah yaudah kita pulang aja Dinda."

Mata Lea membuka lebar dan wanita itu menunjuk kedua temannya dengan napas tersengal-sengal.

"Lo!!! Kabur gua gak ikhlas, awas lo kalau gua mati, arwah gue ngehantuin lu pade!!"

"Ya jangan," ucap Dinda ketakutan dan mereka menghampiri Lea lalu membantunya mengurus luka akibat kecerobohan wanita itu sendiri dan kemarahan malah melimpahkan ke teman-temannya. Pikir sendiri saja Lea tipe teman seperti apa?

Mereka memberikan obat merah dan perban di kaki Lea lalu Dinda membereskan pecahan kaca agar tidak ada lagi korban selanjutnya.

Jikapun ada, Dinda berharap Lea lagilah yang akan menjadi korbannya.  Sebut saja dia menyukai penderitaan Lea, karena jika membuat teman menderita baru bisa mendapatkan sebuah predikat BesTai yang sesungguhnya.

Tidak lama datang seorang suami istri dengan balutan muslim dan muslimah. Mereka masuk ke dalam rumah dan terkejut melihat rumah itu bagaikan kapal yang baru saja diledakkan.

"Assalamualaikum."

"Wallaikumsallam!!"

"Astaghfirullah, rumah kok gini ya, Yah. Siapa yang berantakin," kaget bunda Hana sambil menatap seluruh penjuru rumahnya yang tidak bisa disebut lagi tempat tinggal saking berantakannya.

"Nggak tau, Nda. Mungkin ada tuyul lepas masuk rumah kita," ucap Ikhsan ayah Lea itu begitu saja.

Sementara tiga penghuni yang tinggal di rumah itu ternganga dengan wajah tak percaya. Memang Ikhsan dan Hana tidak melihat ada tiga spesies tersebut di rumah ini.

"Ayah gua bilang kita tuyul."

"Kalau elu sih iye. Kita mah manusia."

"Lah iya?"

"Iya. Elukan tuyul."

"Masa sih?"

"Pake gak percaya lagi," ucap Dinda menghela napas.

Seketika Lea tersadar dan menoyor kepala kedua sahabatnya.

"Enak aja lo!! Lo aja yang jadi tuyul!! Noh lo sekalian ajakin rapat sama babi ngepet buat ngambil uangnya Sisca Khol!!"

"Yakali."

"Yaudah kalau gak mau."

Hana dan Ikhsan sudah mendapatkan pelakunya. Namun, kali ini ketiga orang itulah yang tidak menyadari jika Ikhsan dan Hana tengah menatap mereka.

"Akhem! Akhem!!"

"Apa sih Yah, berisik," ujar Lea tidak sadar.

"Kalian ngapain?"

"Lagi rencanakan bisnis rahasia. Karena kita tuyul, rencana mau maling di rumah Sisca Khol!"

"APA?!!" marah Ikhsan dengan tangan mengepal.

Ketiga orang itu tersentak dan tersadar. Seketika ketiga orang itu menjadi tersangka tanpa membuat tindak kriminal. Bahkan hukuman kali ini mungkin lebih berat dari dipenjara seumur hidup.

"Eh, Bunda, Ayah," ucap Lea sembari mengacungkan dua jari.

"Kalian ngapain di sini?"

"Ini, Om... Jadi gini..."

"Hah, jadi?"

"Jadi, gini..."

"Terus?"

"Ya gitu deh Om," cengir Yessa.

"SAYA SERIUS!"

Hana menghela napas kasar melihat suaminya yang membentak teman Lea hingga anak itu merinding. Ia mengusap tangan suaminya menenangkan pria itu.

"Ayah, tenanglah. Lihat Nak Dinda dan Yessa sampe takut gitu wajahnya."

"Mau tenang bagaimana Bunda kalau anaknya sifatnya kayak gini," keluh Ikhsan.

Lea yang dari tadi diam saja langsung angkat bicara menengahi pertengkaran antara ayahnya versus BesTainya.

"Jadi karena malam besok tahun baru, Lea sama Yessa dan Dinda mau nonton konser di Bandung."

"Nggak boleh," tegas Ikhsan memperingati anaknya yang mulai hendak membantah. "Kalian semua, PULANG!!"

Melihat raut wajah Ikhsan yang menakutkan seperti hantu gedoruwo yang biasa Yessa impikan sontak saja ia menarik tangan Dinda dan kabur secepatnya dari rumah berhantu tersebut.

"Dinda yok kabur!!"

"Kemana?"

"Serah aelah, buruan!!"

Kedua orang itu sudah pergi dari rumah Lea dan kini Lea ditatap oleh kedua orangtuanya bagaikan tengah diintrogasi, rasanya tidak jauh berbeda dengan tahanan.

Tatapan Ikhsan sangat tajam dan itu membuat jantung Lea ingin lepas dan ia ingin berhenti hidup hanya di detik itu saja, ingat hanya di detik itu saja.

Lea berusaha memikirkan cara kabur dari tatapan sang ayah tapi tampaknya itu adalah perihal yang sangat mustahil.

"Kenapa sih Yah natap Lea kek gitu amat. Lea jadi merinding Yah."

"Kamu tau kesalahan kamu?"

Lea pun bingung dan mencari kesalahan yang terletak pada tubuhnya. Namun ia tak menemukan kesalahan apapun dari tubuhnya tersebut.

"Nggak tau."

"Pertama, kamu tidak memakai hijab mu. Kedua kamu ingin merayakan tahun baru, kamu tidak tahu Lea? Bandung itu luas dan penjahat seksual ada di mana-mana. Bagaimana jika sesuatu terjadi pada kamu? Lagian ngerayain tahun baru tuh harusnya tadarusan."

"Ya gak gimana-gimana."

"Lea kamu itu anak kami satu-satunya, kamu harus tahu betapa kami sangat menyayangi mu, Nak, kami tak ingin kamu kenapa-kenapa. Jadi Ayah TIDAK AKAN MENGIZINKAN," larang tegas Ikhsan dengan wajah memerah itu artinya ia benar-benar serius dengan ucapannya.

"Ayah!" rengek Lea dengan wajah memelas.

Ikhsan pun berlalu begitu saja setelah menegaskan larangannya pada sang anak, putri semata wayangnya itu. Sementara Lea merengut karena tidak mendapatkan izin dari sang ayah.

Anak gadis itu menatap bundanya yang bersikap seolah tidak tahu menahu. Hanya satu harapannya yaitu bundanya.

"Bunda," rengek Lea sambil mengerucutkan bibirnya.

"Lea, ini memang untuk kebaikan kamu. Kamu turutin saja keinginan ayah kamu. Dan jangan lupa bersihkan ruangan ini, kamu harus bisa bertanggung jawab." Hana pun pergi setelah mengecup pipi anaknya.

Lea menggeram dengan otak yang penuh dengan strategi licik wanita itu. Bukan Azalea Nazira Al-Basyir jika sebuah aturan dibuat untuk dirinya langgar.

"Emang Ayah bisa larang Lea, huh!! Liatkan aja nanti."

_________

TBC

JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA

Terpopuler

Comments

Neulis Saja

Neulis Saja

msh menyimak

2022-10-08

0

ancaaaaaluv

ancaaaaaluv

njib! ajakin gw juga woy! lu pikir gw nolak kaya?!

2022-07-11

1

YsryhAbdh28💜

YsryhAbdh28💜

cpeee sm mrekaaa plssss😭😭🤣🤣🤣

2022-07-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!