Happy Reading 🌹🌹
Mobil yang dikendarai Gabriel telah sampai di perusahaan Gandratama, dengan segera Sky keluar setelah menawarkan istrinya untuk masuk kedalam perusahaan bersama dirinya.
"Antar Putri di rumah." Perintah Sky kepada Gabriel.
Tanpa menunggu jawaban dari Gabriel, Sky sudah berjalan meninggalkan keduanya. Sedangkan Gabriel langsung saja menjalankan mobilnya.
"Apakah aku harus menanyakan tentang gadis pendek itu sekarang, tidak ada Sky dan aku tidak akan di olok-olok olehnya." Gumam Briel dalam hati.
"Aku harus cepat tanya sebelum di miliki oleh orang lain, tapi... bagaimana jika gadis itu sudah memiliki kekasih. Ah bodo amat sebelum janur kuning melengkung." Lanjut Briel dalam hati.
Gabriel melihat kaca tengah mobil, baru saja ingin bertanya tentang gadis pendeknya tetapi dia urungkan. Karena melihat gadis yang duduk di kursi belakang tengah murung.
"Kenapa wajahmu sedih, Put?" Tanya Gabriel yang kembali fokus menyetir.
"Emm. Tidak." Jawab Putri datar.
Sesaat mereka terlibat percakapan hingga jawaban Putri membuat Gabriel mengerem mobilnya mendakak, beruntung dia sejak tadi mengendarai mobilnya ke pinggir jalan sehingga tidak membuat kecelakaan di tengah jalan.
Gabriel menghela nafasnya panjang, tangannya memijat pelipis yang tidak pusing tetapi lebih ke syok karena Gabriel pikir pernikahan kontrak hanya terjadi di dalam novel saja.
"Pernikahan itu bukan permainan yang dapat kalian mainkan dengan mudah, diantara kalian akan ada yang tersakiti. Apa kamu tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan Tuan Agung dan Nyonya Ambarsari jika mengetahuinya." Ucap Gabriel yang masih tidak habis pikir dengan kedua manusia berbeda lawan jenis tersebut.
"Maafkan Putri, kak." Jawab Putri yang sudah menangis.
Gabriel menghela nafasnya kasar untuk kesekian kali, dia meraup wajahnya dengan kasar. Bahkan terlihat Gabriel mengguyar rambutnya kebelakang.
"Putri, dengarkan Kakak. Meskipun kita bukan saudara kandung tetapi Kakak sudah menganggapmu sebagai Adik. Cari tahu isi hatimu, jangan sampai kamu menyesal. Sejatinya kita akan sadar ketika seseorang itu telah pergi." Ucap Gabriel panjang yang akhirnya menjalankan mobilnya kembali.
"Ekh, Put. Gadis pen... eh bukan. Temanmu yang makan di restoran kemarin namanya siapa?" Tanya Gabriel grogi.
Putri menaikkan sebelah alisnya, "Rose?" Jawab Putri pelan.
"Nama yang indah." Gumam Briel tanpa sadar tersenyum.
Putri menyipitkan kedua matanya, "Kakak suka dengan Rose?" Tanya Putri dengan curiga.
"Aku hanya ingin mengetahui teman-temanmu saja, apa kamu pikir pria sepertiku akan menyukai gadis ingusan sepertimu." Jawab Gabriel mengelak.
Putri berdecih dan melipatkan tangan di dadanya, "Awas jika Kak Gabriel jatuh cinta dengan gadis ingusan sepertiku, aku do'akan Kakak akan bucin se-bucin-bucinnya." Ucap Putri tidak kalah kesal.
Di tempat lain, terlihat Rose dan Ayah Nugroho tengah berjalan masuk ke sebuah pemakaman keluarga Amanda.
Terlihat tempat makam yang sangat luas dan asri, banyak pohon kamboja dan bunga-bunga yang lainnya. Bunga paling banyak adalah mawar putih, karena sang Bunda sangat menyukai mawar sehingga dirinya diberi nama Rose.
Rose menenteng keranjang dengan banyak kelopak bunga mawar yang berwarna merah dan putih ada juga bunga mawar yang masih utuh. Tidak lupa juga dua botol air putih yang ada di dalam kantong keresek.
"Halo, Bunda." Ucap Rose yang sudah berdiri didepan makan Ibunya.
Sedangkan Ayah Nugroho sudah berjongkok di samping makam istrinya, terlihat tangan tuanya mencabut rumput liar yang baru saja tumbuh. Ayah Nugroho hanya diam, Rose yang melihat tidak mempermasalahkannya.
Terlihat keduanya tengah membersihkan makan sekitar mendiang poros hidup mereka, hanya keheningan yang ada disana, Tangan mereka sibuk dan pikiran mereka terbang dengan memori masing-masing.
Setiap minggu ada yang datang untuk merawat dan membersihkan makan keluarga Amanda, karena jaraknya yang jauh dari pusat kota dan tidak setiap hari Rose maupun Ayah Nugroho dapat mengunjungi pemakaman keluarga tersebut.
Rose menyiramkan air mineral di atas tanah sang Bunda dan di ikuti oleh Ayah Nugroho, mengambil secangkup bunga mawar yang ada didalam keranjang dan menaburkannya dari atas hingga bawah dengan rata.
Terlihat pundak Ayah Nugroho bergetar, meskipun tidak mengeluarkan suara tetapi air matanya terjun bebas dari mata tuanya. Tangan yang sudah penuh keriput itu mengelus makam sang istri.
Rose membiarkannya sang Ayah, Rose sendiri juga menangis dalam diam. Bagaimanapun kehilangan sosok Ibu yang menjadi poros dalam hidup keduanya benar-benar bencana yang sangat nyata.
Tidak ada lagi masakan sang Bunda, omelan sang Bunda , tawa sang Bunda, dan pelukan sang Bunda. Rose mengingat semuanya hingga Bundanya diam-diam melawan penyakitnya sendiri tanpa memberitahukan keluarganya, Rose dan Ayah Nugroho sangat marah karena itu kenapa Bundanya menanggung derita sendiri.
Satu hal yang di sesali oleh Rose adalah ketika sang Bunda sering mengirimkan pesan singkat kepada dirinya, meskipun sekedar mengingatkan untuk memakan bekalnya.
"Sayangnya Bunda, jangan lupa bekalnya dimakan."
"Rose, pulang jam berapa?"
"Sayang, baju olahragamu tertinggal. Akan Bunda antarkan."
Masih banyak lagi pesan singkat hingga akhirnya sang Bunda tidak pernah mengirimkan pesan kepada dirinya.
"Kenapa setiap Bunda kirim pesan kepada Rose tidak pernah dibalas? Apa Rose terganggu dengan pesan singkat Bunda? Baiklah jika begitu, Bunda minta maaf sayang. Bunda akan lebih teliti lagi menyiapkan peralatan sekolahmu di rumah."
Rose sangat ingat betul kejadian itu, kini Rose hanya dapat menyesalinya. Nyatanya tidak ada yang seperti Bundanya meskipun sang Ayah sangat perhatian kepada dirinya tetapi jarang mengirimkan pesan singkat kepada Rose, semua diserahkan kepada Bibi Asih dan Mang Asep.
Rose memeluk nisan sang Bunda dengan menangis kencang, seakan mengeluarkan rasa sesak di dalam dada. Meskipun sudah di tinggal tiga tahun lamanya tetapi rasanya baru seperti hari kemarin.
Rose dan Ayah Nugroho hanya dapat menangis karena tenggorokan mereka serasa akan tercekat untuk mengeluarkan sebuah kata, dalam hati mereka menumpahkan apa yang ingin di sampaikan kepada sang Bunda.
Mang Asep hanya dapat melihat dari kejauhan, bagaimana tubuh keduanya bergetar dengan hebat. Posisi Nona Mudanya yang memeluk batu nisan sedangkan Tuannya bersimpuh dengan menunduk sangat dalam.
"Nyonya, semoga Anda melihat dari atas bagaimana anak dan suami Anda sangat mencintai Anda. Biarkan mereka bahagia Nyonya." Gumam Mang Asep dalam hati dengan menyeka matanya yang sudah basah.
Cukup lama Rose dan Ayah Nugroho berada di makan tersebut, setelah mengirim do'a untuk Bunda. Segera mereka pamit dari pusaran terakir sang Bunda.
"Bunda, Rose dan Ayah pulang dulu ya. Bunda tidur yang nyenyak ya karena sudah tidak merasakan sakit lagi." Ucap Rose dengan suara yang tercekat.
Ayah Nugroho merangkul pundak putrinya dan penepuk pelan, "Ayo sayang kita pulang, biarkan Bunda bahagia disini." Ucap Ayah Nugroho pelan.
Rose mengangguk dan melangkah bersama ayahnya meninggalkan pusaran sang Bunda, langkah keduanya terasa tidak memiliki tenaga, mereka berjalan dengan langkah gontai.
Mang Asep tanpa berbicara apapun, langsung membukakan pintu kursi belakang untuk kedua majikannya. Setelah semuanya duduk di tempatnya, Mang Asep segera masuk dan mengendarai mobil menuju mansion Amanda.
...**...
PROMOSI NOVEL
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 238 Episodes
Comments
Rapa Rasha
pokoknya komentar hanya lanjutkan kak
2022-12-16
0
Yulia Bunyamin
mellow bacanya.. semoga rose sabar dan tabah ya nak 😭😭
2022-09-17
1
Dewi
yg tabah ya Ros,
2022-09-10
0