Hidup di kastil cukup sulit bagi seorang Laura Orca. Michael benar-benar memerlakukannya seperti seorang tawanan. Tak hanya akses terbatas, bahkan putus untuk berhubungan dengan dunia luar tanpa seizin Michael.
Laura bukan hanya harus berhenti dari pekerjaannya tanpa pamit. Dia bahkan tidak dapat berhubungan dengan Catherine sejak tinggal di tempat ini, sehingga informasi yang didapat pun sangat terbatas. Meskipun fasilitas yang diberikan Michael sangat memadai, dan bisa dibilang mewah. Namun, tidak bagi Laura. Baginya ini adalah penjara hidup, yang seharusnya hanya ada di negeri dongeng dan bukan nyata seperti ini.
Demi menghilangkan kebosanan, Laura memilih berjalan-jalan mengelilingi area kastil. Pemandangan di luar cukup menenangkan, tetapi suasana di dalamnya begitu mencekam. Hari-hari yang dilalui Laura penuh dengan ancaman. Baik nyawa atau yang lainnya. Michael seolah tak membiarkannya hidup tenang, meskipun dia sudah menuruti kemauan pria itu.
"Michael sialan! Aku sudah seperti burung dalam sangkar. Hanya bisa makan, tidur, dan buang air." Dia lantas mencondongkan tubuh sedikit ke depan." Bagaimana bisa aku melarikan diri dari bangunan setinggi ini. Yang ada aku mati nanti. Lagi pula aku juga tidak punya sayap seperti burung," gumam Laura seorang diri menatap jauh ke bawah tempatnya berdiri.
Dia hanya bisa menikmati pemandangan asri sambil menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Hingga tak lama kemudian, beberapa mobil hitam melaju dari kejauhan datang, memancing rasa penasaran Laura untuk melihatnya. Beberapa pria turun dari dalamnya, dan hendak bergerak menemui Michael. Namun, sosok pria yang bisa dibilang tak lagi muda, tetapi tidak juga tua menoleh ke atas tempat Laura berdiri saat ini.
Ada perasaan aneh bagi Laura ketika mereka saling memandang dari kejauhan. "Perasaan apa ini?" batin Laura tak menyangka tangannya tiba-tiba saja bergetar hebat.
Pria tersebut tidak tersenyum, tidak menyapa, atau hanya sekedar menundukkan kepala pada Laura setelah menatapnya dari kejauhan dan segera bergerak ke dalam untuk menemui Michael.
"Master," sapa pria tersebut pada Michael.
"Ada apa?" tanya Michael dingin.
"Master, ada masalah besar. Terjadi pemberontakan di keluarga Jacob. Tuan Besar meminta Anda untuk mendukungnya," lapor pria tersebut tegas.
Michael hanya menghela napas berat. Benar saja apa yang dia pikirkan, masalah besar kembali menyusul bahkan sebelum lukanya mengering. "Pergilah! Aku akan menyusul nanti."
Setelah mengatakan maksud kedatangannya. Mereka pun segera pergi, sedangkan Michael terlebih dahulu mencari Laura. "Di mana Laura?" tanyanya pada pengurus kastil.
"Ada di atas, Master," jawab pelayan itu sopan.
Dengan langkah tegas Michael mencari di mana Laura berada. Tak butuh waktu lama, matanya menangkap gadis tersebut duduk dengan kedua kaki menekuk dan pandangan entah ke mana. "Apa yang terjadi padanya?" batin Michael.
Suara langkah kaki tegas Michael menyadarkan Laura dari lamunannya tadi. Gadis tersebut lantas berdiri dari posisinya dan bertingkah seolah tidak terjadi apapun. Dia tidak bisa mengutarakan perasaannya jika sampai Michael curiga nanti.
"Jangan berpikir untuk lompat dari sini jika tidak ingin kehilangan kaki!" kata Michael memperingatkan Laura dengan dingin.
"Aku juga tidak sebodoh itu," ucap Laura ketus.
"Syukurlah kalau kau paham. Aku ada urusan, mungkin beberapa hari ini tidak akan ada di tempat ini. Kau bisa menikmati hari-harimu." Michael berdiri tepat di samping Laura dan ikut menatap pepohonan di depannya.
"Karena kau tidak ada, bolehkah aku kembali ke rumahku? Lagi pula tidak ada yang bisa aku lakukan di sini dan aku juga belum mengundurkan diri dari pekerjaanku," ujar Laura mencoba bernegosiasi dengan wajah antusias dan dibuat seimut mungkin. Sayangnya, ternyata hal tersebut tak berlaku bagi seorang Michael Wilson.
Michael lantas mendekat dan mencengkeram dagu gadis tersebut sangat kuat. "Jangan berharap atau berani keluar dari pintu itu tanpa seizinku jika kau masih menyayangi nyawamu—"
"Duduk dan diam di sini atau aku akan mengambil nyawamu sebagai bayarannya." Belum sempat Michael melanjutkan kalimatnya sudah terlebih dahulu di sela oleh Laura. Ancaman yang dikeluarkan oleh Michael terpatri dengan jelas dalam ingatannya karena terlalu sering mendengar kata-kata itu.
"Baguslah kalau kau paham! Aku pergi dulu." Michael melepaskan tangannya dan berbalik sambil tersenyum kecil. Bukannya kesal, tetapi menurutnya sangat lucu di saat Laura mengulang ancamannya seperti tadi. Seolah semua itu tidak berarti bagi gadis tersebut dan hanya seperti pelajaran sejarah yang patut di hafalkan.
Namun, setelah Michael pergi, Laura pun ikut berubah ekspresi. Perasaan berbeda akan pria yang menatapnya tadi membuat gadis tersebut merasa bingung sekaligus penasaran. "Jika aku tidak bisa keluar dari tempat ini. Maka aku akan mencari petunjuk di tempat ini," gumam Laura dengan sorot tajam yang membara.
To Be Continue..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Parwati amiin Parwati
ni novel critanya bagus tapi jarang yg Laik yahh
2022-09-24
0