Hari itu, Gagah dan Meta pergi ke rumah Pradana atas permintaan sang mertua. Sebenarnya Gagah sangat malas bertemu ayahanda istrinya, tapi tetap saja dia harus datang ke sana karena merasa perlu menebus sesuatu. Ya, Gagah merasa pernikahannya dengan Meta adalah sebuah kesalahan sejak mereka mempermasalahkan bahwa dia bukan anak kandung Wiryawan seperti yang Pradana gadang.
Gagah dan Meta datang saat pagi hari, mereka sarapan bersama Pradana dengan suasana dingin mencekam. Pradana memberikan tatapan tak senang. Pria tua itu makan tanpa bicara, bahkan tak mengatakan apa yang sebenarnya membuat pria itu mengundang Gagah datang ke rumah mewahnya.
Gagah sudah merasakan firasat buruk, tapi dia tetap berusaha bersikap biasa, pria itu makan sambil terus mengabaikan atmosfer yang terasa dingin menusuk hingga ke tulang.
Meta sendiri terlihat sangat kesal sejak Gagah pulang pagi ini untuk menjemputnya, hal itu dikarenakan Roni yang sudah memberikan paper bag berisi baju dalaman wanita atas permintaan Ariel. Meta pun mencoba menahan amarah karena tak ingin bertengkar dulu sebelum bertemu dengan ayahnya.
Saat semuanya sedang makan dengan tenang, tiba-tiba Pradana meletakkan alat makan dengan kasar ke atas piring, menciptakan suara yang nyaring di ruangan itu. Tentu saja hal yang dilakukannya membuat Gagah dan yang lain terkejut, lantas menatap pria itu bersamaan.
Pradana mendengkus kasar, sungguh fakta yang sudah dia ketahui membuatnya sangat kecewa dan kesal saat dipikirkan.
“Aku tidak menyangka kamu tidak jujur sejak awal!” bentak Pradana dengan suara menggelegar, bahkan sampai membuat Meta dan yang lain mengedikkan kedua bahu karena terkejut.
Gagah terdiam, tangannya menggenggam erat sendok dengan kepala tertunduk penuh rasa bersalah.
“Aku masih sangat kecewa saat tahu kamu bukanlah putra kandung Wiryawan! bagaimana bisa kamu dengan tenang menikahi putriku, hah!” Pradana semakin meradang, hal yang terus mengganggunya akhirnya diluapkan lagi dan lagi.
Gagah masih diam menunduk, lantas menarik napas panjang dan menghela perlahan, sebelum kemudian memberanikan diri menatap pada ayah mertuanya.
Meta sendiri memilih diam, karena tahu betul bagaimana sifat sang ayah jika sudah marah.
“Saya minta maaf jika sudah membuat kecewa,” ucap Gagah pada akhirnya. Dia pun tidak tahu bagaimana cara memperbaiki sesuatu yang sudah terlanjur terjadi.
Pradana melirik tajam pada Gagah yang berani meminta maaf, tapi baginya kata maaf itu tak berarti sama sekali. Dia membanting serbet ke meja, sebelum kemudian meninggalkan meja makan begitu saja.
Gagah menghela napas kasar, hal yang terjadi memang harus dihadapi. Sementara itu, Meta membersihkan mulut dengan serbet, lantas berdiri dan menatap suaminya yang masih duduk.
“Kita perlu bicara,” ucap Meta, lantas berjalan meninggalkan Gagah dari meja makan.
Gagah mendengkus kasar, kini apalagi yang harus dihadapinya. Mertua yang kecewa, kini istri yang memberikan tatapan dingin dan penuh curiga padanya. Gagah pun memilih ikut berdiri, lantas berjalan mengekor pada Meta yang sudah berjalan duluan.
Meta mengajak Gagah masuk ke kamar miliknya yang ada di rumah itu, di sana dia langsung mengunci pintu agar tak ada yang mendengar perbincangan mereka.
“Ada apa?” tanya Gagah setelah tangan Meta lepas dari kunci.
Wanita itu menoleh dan memberikan tatapan tajam, ada sebuah kilatan yang siap menyambar dari bola matanya. Kedua telapak tangan Meta mengepal di samping tubuh, menandakan jika dirinya benar-benar dalam kondisi amarah yang tertahan.
“Ada apa? Kamu masih bisa bertanya ada apa, hah?” Meta mulai meluapkan emosi. Sedangkan Gagah menaikkan satu sudut alisnya, mereka sudah terbiasa bertengkar, tapi kali ini Meta tampak berbeda.
“Katakan! Apa yang sebenarnya kamu lakukan di belakangku, hah?” Suara Meta semakin meninggi, bahkan urat lehernya sampai terlihat ketika membentak sang suami.
Gagah makin mengerutkan alis, hingga kemudian membuka suara. “Aku tidak tahu, apa yang kamu bicarakan.”
Meta semakin emosi dengan ucapan Gagah. Perkataan suaminya itu bagai sebuah sangkalan untuk membela diri.
“Kamu berselingkuh di belakangku, ‘kan! Katakan kalau itu benar!” Meta akhirnya mengeluarkan tuduhan itu. Dirinya emosi ketika Roni pulang dan memberikan paper bag berisi pakaian dalaman wanita, tentu saja hal itu langsung membuat pikiran Meta menebak jika pria di depannya ini sudah berselingkuh.
Namun, Meta juga tidak mengatakan kalau Roni yang memberikan bukti karena yang wanita itu tahu Roni berpihak padanya.
Gagah sangat terkejut dengan tuduhan Meta yang seratus persen benar, tapi tentunya pria itu takkan mau mengakui begitu saja.
“Aku tidak tahu maksud dari tuduhanmu. Jangan menuduh sembarangan!” elak Gagah, bicara sambil menatap Meta untuk meyakinkan.
“Hah!” Meta membuang napas menggunakan mulut, sekilas memalingkan wajah dari Gagah, sebelum kembali menatap pada suaminya itu.
“Kamu pikir bisa membohongiku? Instingku lebih kuat dari yang kamu kira!” Meta mencoba membuat alasan yang masuk akal akan tuduhannya, agar Gagah tak bertanya alasan dirinya menuduh. “Kamu sering pulang malam kadang pagi, bahkan tidak pulang sama sekali. Kamu pikir, apa bisa membohongiku dengan alasan lembur tak masuk akalmu itu!” sembur Meta.
Gagah mengepalkan telapak tangan di samping tubuh mendengar tuduhan Meta. Meski semua benar, lantas apakah salah dirinya berbuat seperti itu. Ini semua juga hasil dari tekanan yang didapat darinya, andai Meta lebih paham dan menerima dia apa adanya, Gagah tentu takkan sampai berbuat hal gila.
Gagah mencoba menyangkal dan memberikan alasan masuk akal, tapi Meta tak percaya dan terus menyudutkan Gagah. Hingga di kamar itu mereka bertengkar hebat, Meta terus mengeluarkan tuduhan-tuduhan yang masuk akal untuk membuat Gagah mengaku.
Gagah merasa geram dengan sikap Meta yang terus saja semena-mena terhadapnya, menganggap dirinya boneka yang bisa terus dikontrol dan perintah. Membuat Gagah akhirnya membentak dengan keras, untuk menunjukkan jika dirinya juga bisa bersikap tegas.
“Diam! Atau aku akan berbuat sesuatu yang akan membuatmu menyesal!” ancam Gagah dengan nada suara tinggi karena lelah disudutkan.
Meta membelalakkan mata ketika Gagah membentak dan mengancam, sebelum kemudian tersenyum miring seolah tak percaya jika pria ini bisa mengancamnya.
“Apa yang bisa kamu perbuat tanpa aku, hah? Menyesal? Apa kamu bisa?” Meta mencibir suaminya.
Gagah merasa harga dirinya semakin terinjak oleh sikap Meta, hingga akhirnya dia terpaksa mengeluarkan jurus terakhir untuk membuat istrinya itu bungkam.
“Jika sikapmu seperti ini terus, maka aku tidak akan segan mengundurkan diri dari pemilihan wali kota. Untuk apa aku pertahankan, bukankah ini impianmu, bukan impianku.”
Meta membulatkan bola mata lebar mendengar ancaman Gagah, hingga membuatnya diam seribua bahasa. Meta tidak bisa membiarkan Gagah mundur atau gagal sebelum pemilihan, dia takkan bisa menanggung rasa malu atas perjuangan yang sudah dilakukan.
“Jangan coba-coba mundur dari pemilihan, atau aku akan melakukan hal yang bisa membuatmu menyesal seumur hidup!” ancam Meta sambil menunjuk wajah Gagah. Dia menantang suaminya dengan tujuan untuk memukul mundur niatan Gagah berhenti dari pemilihan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Nila Lutfiyah
kalau dalam rumah tangga istri lebih berkuasa. dan suami lemah mmg gak bahagia rumah tangga itu
2022-10-30
2
SEPTi
kenapa ga cerai aja si, kalo emang si bapak dan si anak ga suka ngapain de pertahanakan???
2022-09-23
3
⟁sahabi🌱🐛
yes gelud 😂🤣 ayoo ledakan semuanya boom 😂😂
2022-09-05
2