Enam bulan yang lalu
“Jangan bengong! Cepetan! Kalau sampai kue pesanan itu tidak tepat waktu ke yang pesan, kita bisa dicap jelek dan kehilangan pelanggan.”
Ariel yang matanya fokus ke televisi harus dibuat kaget dengan bentakan sang bibi, sejak jam tiga pagi gadis itu membantu bibinya membuat kue. Puti – melirik tajam sang keponakan, dia melempar serbet ke arah Ariel lalu mematikan televisi.
“Sudah! kerjakan jangan jelalatan nonton acara gosip.”
Ariel menunduk, dia baru saja melihat berita tentang salah satu kandidat wali kota mereka. Gagah Wiryawan namanya, pengusaha muda yang entah ada angin apa berbelok terjun ke kancah politik.
Namun, bukan sosok pria itu yang sebenarnya mencuri perhatian Ariel, melainkan wanita yang terus berada di samping Gagah. Wanita yang membuat hidup Ariel menjadi sengsara seperti sekarang ini. Meta Pradana. Ya, wanita itu lalai saat berkendara dan menyebabkan kecelakaan yang menewaskan orangtua Ariel enam bulan yang lalu.
Ariel masih tekun memasukkan potongan bolu gulung ke dalam wadah dan menatanya, dia seolah menulikan telinga saat Puti berteriak membangunkan Sania, anaknya. Namun, teriakan Puti juga ikut mengganggu Abil – adik Ariel yang masih berumur empat tahun.
“Kakak!"
Abil merengek. Ariel dengan kondisi tubuh yang lelah karena bangun pagi memilih memangku sang adik. Berat memang untuknya kehilangan orangtua di umur delapan belas tahun, tapi lebih berat bagi Abil, adik angkatnya yang sudah diasuh orangtuanya sejak bayi. Kini, Ariel menjadi sosok orangtua tunggal untuk Abil.
Menahan nyeri di dada sudah biasa Ariel lakukan, perlakuan bibinya selalu kasar dan seperti setengah hati merawat mereka. Padahal rumah peninggalan orangtuanya sudah Puti jual, tapi untuk meminta haknya saja, bibinya itu tak memberikan. Jangankan untuk melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi, menyekolahkan Abil ke PAUD saja Puti tidak berkenan.
Dengan masih memangku Abil, Ariel melakukan pekerjaannya lagi, setidaknya dia akan mendapat upah dua puluh ribu dari Puti yang bisa dia tabung.
Mencoba membuat Abil tak mendengarkan amukan sang bibi, Ariel mengajak adiknya itu berbicara, Puti memang sering marah-marah setelah suaminya terkena PHK. Apa lagi Sania- putri tunggalnya sangat pemalas. Sudah dua kali juga gadis itu gagal ikut ujian masuk perguruan tinggi.
“Kan sudah ada Ariel,” gerutu Sania saat Puti menariknya duduk untuk ikut membantu.
“Dia itu lelet, sudah biasa jadi anak emas, sekarang jadi yatim piatu kaget dia.”
Sungguh kejam ucapan Puti. Bahkan Abil yang masih polos pun terkena bentakan saat memperhatikan tingkahnya yang mengamuk pagi-pagi buta.
“Eh …. Jangan asal dimakan! itu masih bisa dijual ke tetangga,” cegah Puti saat Ariel ingin memberikan tepian kue bolu untuk Abil.
“Nanti kakak belikan ya,” bisik Ariel lalu mendaratkan ciuman ke pipi Abil yang masih berada di pangkuan, Bocah itu mengangguk seolah mengerti kondisi mereka.
Hati Ariel semakin merasa bersalah, Abil diangkat anak oleh ayah dan ibunya karena tak tega melihat kondisi bocah itu saat bayi, tapi sekarang bagi Ariel kondisi Abil malah lebih menderita, bahkan untuk membeli jajanpun dia terkadang tidak bisa menuruti.
“Heh … kamu beneran, jadi tukang bersih-bersih di panti Bu Niken?” tanya Sania.
“Jadi,” jawab Ariel singkat, dia tidak mau dibentak Puti lagi.
“Dibayar berapa? Udah deh nggak usah ngimpi bisa kuliah, mau ngumpulin duit sampai rambut kamu beruban juga kagak bakal bisa kuliah.” Sania tertawa, entah kenapa rasanya dia bahagia melihat sang sepupu menderita.
Ariel memilih diam, dia tidak mau mendengarkan kalimat negatif yang hanya membuatnya semakin berkecil hati dan tak bersemangat menjalani hidup.
_
_
Setelah membantu Puti dan mandi, Ariel pergi ke panti asuhan milik wanita yang dia panggil Bu Niken. Wanita itu adalah teman baik almarhum Ibunya.
Awalnya Bu Niken tidak mengizinkan Ariel bekerja di sana, tapi gadis itu memohon dengan alasan ingin mengumpulkan uang demi biaya sekolah Abil dan kuliah.
“Abil main dulu ya! main baik-baik sama yang lain. Kakak bersih-bersih dulu,” pesan Ariel ke sang adik. Bocah itu pun mengangguk lantas berlari dengan sandal doraemonnya yang sudah buluk dan hampir putus.
“Riel, kamu bersihkan kamar sinar rembulan dulu ya,” ucap bu Niken menyebutkan nama kamar khusus untuk anak panti yang berusia balita.
“Soalnya pak calon walikota mau kunjungan, itu lho Pak Gagah.” Niken tersenyum lebar, tentu saja dia semringah karena wanita itu bagian dari ibu-ibu yang sangat menggilai Pak calon wali kota.
Ariel tersenyum dan mengangguk, meski setelah Niken pergi wajahnya berubah murung. Ia tahu pasti Gagah akan datang bersama Meta. Wanita yang bahkan tidak mengucapkan belasungkawa dan datang ke pemakaman orangtuanya.
***
“Kamu itu bisa senyum dikit nggak sih Mas.”
Meta menyenggol lengan sang suami. Perdebatan mereka itu disaksikan oleh sang sopir pribadi. Namun, karena sudah lama mengabdi di keluarga Pradana, sang sopir pun memilih diam, dia tahu bagaimana sifat anak majikannya sejak remaja.
Gagah, sejatinya tidak ingin terjun ke dunia politik, tapi karena beberapa alasan dia terpaksa melakukan itu. Menjadikannya seorang penguasa adalah ambisi mertua dan keluarganya termasuk Meta.
“Ingat Mas, kalau mas terpilih. Mas akan lebih mudah membangun bisnis, orang-orang yang tidak membutuhkan Mas jadi membutuhkan,” ujar Meta. “Mas Gagah harus membangun image yang baik agar jalan menuju kursi wali kota semakin terbuka lebar,” imbuhnya.
“Lalu, apa karena agar mempermudah jalanku? sampai kamu dan papa menutupi peristiwa kecelakan yang menewaskan pasangan suami istri itu dari publik?” sergah Gagah. “Kamu bahkan tidak memberitahuku siapa korban itu dan menutup semua aksesku untuk mencari tahu.”
“Untuk apa Mas mencari tahu?” Meta kikuk juga, dia memalingkan muka, karena malas meladeni perdebatan yang akan mengungkit rasa bersalah dan ketakutannya ini.
“Apa kamu tidak berpikir andai mereka punya anak dan keluarga? Bagaimana nasib mereka?” tanya Gagah lagi.
“Aku sudah memberikan kompensasi, aku kan sudah bilang berkali-kali, lagi pula itu sudah enam bulan yang lalu. Mereka tahu namaku, aku mengirim uang kok.” Meta tak mau kalah, dia memang tidak pernah menunjukkan sedikit pun penyesalan.
Beberapa menit kemudian, akhirnya pasangan suami istri itu berhenti berdebat. Mereka sadar mobil yang mereka tumpangi hampir memasuki halaman panti asuhan ‘Cahaya Pertiwi’.
Meta langsung memasang wajah riang, dia tahu beberapa wartawan sudah menunggu suaminya di sana.
Gagah pun turun, dia membenarkan lengan kemeja dan tersenyum menyapa, di luar panti ternyata banyak warga yang datang hanya untuk mengambil gambarnya. Saat Gagah melambaikan tangan sambil menatap ke segala penjuru, tanpa sengaja tatapannya bersirobok dengan seorang gadis yang sedang berdiri di dekat sebuah pilar dengan memegang sapu.
Ariel mengerjab, untuk beberapa saat dunianya seperti berhenti. Riuh suara di sekitarnya seketika hilang berganti dengan sebuah bisikan -
“Ariel, rusak rumah tangga Meta Pradana."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Najwa_auliarahma
kamu ya na yang bisikin ke Ariel 😂😂😂
2022-12-15
0
Idku Nursaman
aq dukung ariel... sebel ma orng sombong..
2022-10-22
2
🍌 ᷢ ͩ🌤️
ehh ayok ngaku..
siapa itu yg bisikin Ariel? 😂
2022-10-13
0