Jenderal Menkalinan segera menangkap gadis yang hampir mencakar wajah Regor. Napas gadis itu tersengal-sengal seolah napasnya telah banyak didonasikan kepada kemarahannya.
Ia berusaha memberontak dari cengkeraman Jenderal Menkalinan, agar ia bisa mencapai wajah Regor dengan cepat. Matanya menatap bengis pada Regor.
“Apa maksudnya ini?” tanya Adhara bingung.
Ia dengan cepat menatap pada Regor, namun Regor hanya menggeleng. Wajah Regor terlihat pucat karena terkejut. Sedangkan Aldebaran tetap terlihat dingin seperti biasanya. Namun matanya yang tajam tampak menilai gadis bercadar tersebut.
“KAU MENINGGALKAN MINTAKA!” Gadis itu semakin memberontak dengan liar.
“Aku tak tahu siapa itu Mintaka,” ucap Regor pelan.
Mata gadis itu membelalak. Menatap Regor dengan tatapan membunuh. Dikombinasikan dengan luka di pipinya, gadis ini terlihat sangat mengerikan. Bahkan Spica memegang tangan Adhara erat untuk menenangkan dirinya sendiri.
“KAU YANG SELALU ADA DI HATI MINTAKA, PRIA KEJI! TETAPI KENAPA KAU MEMPERMAINKAN MINTAKA? PADAHAL DIA PERCAYA KAU AKAN MENYELAMATKANNYA. AKU MENGUTUKMU!” teriakan gadis itu semakin nyaring.
Markas dipenuhi oleh teriakan dengan cara yang menakutkan. Mata Adhara bergetar, kakinya juga terasa lemas. Matanya menatap tak menentu pada gadis yang tengah berteriak di hadapannya.
“REGOR!”
Regor bersujud pada Aldebaran, “Hamba bersumpah, Yang Mulia. Hamba tidak tahu apa-apa tentang gadis itu.”
Gadis bercadar itu meraung keras lagi, “PEMBOHONG!”
“Diamlah.”
Seketika markas menjadi hening mendengar suara tegas Aldebaran. Gadis bercadar yang awalnya bertingkah brutal mendadak hening, dan terduduk di lantai markas. Menangis dengan keras, mendeklarasikan kesakitan yang dialaminya. Tangannya menyentuh pipinya yang cacat.
“Yang Mulia…”
“Regor, kau keluar,” titah Aldebaran ialah mutlak.
Pengawal pribadi kaisar itu bangkit dengan cepat, dan meninggalkan markas tanpa menoleh sekalipun. Bahkan ia tak menatap Adhara dan Spica yang dilewatinya. Regor yang biasanya bertingkah konyol berubah menjadi seseorang yang tak dikenali oleh Adhara.
Aldebaran menyangga dagunya dengan tangan kanan. Menatap gadis bercadar itu dengan tajam, seolah menjelajahi pemikirannya. Jenderal Menkalinan segera memaksa gadis bercadar itu untuk berlutut pada Aldebaran.
“Aku ingin tahu cerita sebenarnya.”
Gadis bercadar itu terlihat bergetar. Merasa ketakutan karena tingkahnya yang anarkis, padahal kaisar Negeri Bintang ada di sana.
“Ha…. Hamba bertetangga dengan Mintaka. Kami juga berteman.”
Alis sebelah kiri Aldebaran terangkat, “Lanjutkan.”
“Mintaka bukan penyihir! Tetapi orang-orang sering menyebutnya penyihir. Mereka bahkan sering memukuli Mintaka, dan membiarkan anak-anak mereka melempari Mintaka dengan batu.”
Adhara memperhatikan wajah Spica yang termenung. Spica juga sering disebut sebagai penyihir di kekaisaran, tetapi nasib Spica tak seburuk Mintaka. Meskipun ia disebut penyihir, namun karena status ayah Spica, kemampuan itu dianggap sebagai anugerah. Spica bersyukur dengan keadaannya.
“Dimana ibu Mintaka?”
“Mati.”
Menkalinan hanya mendengus pelan tanpa berniat mengatakan apapun.
“Mintaka bilang bahwa ibunya pantas mati.”
Seorang anak yang membenci ibunya, karena membuat petaka untuk dirinya.
Adhara memahami ini, tetapi apa pantas, jika kita menganggap kematian seseorang sebagai suatu kewajaran?
“Mintaka membunuh ibunya sendiri?” tanya Adhara lemah.
Gadis bercadar itu menggeleng, “Aku tak tahu. Tak ada yang tahu.”
“Kenapa kau menyerang Regor?”
Adhara memperhatikan wajah gadis itu yang terlihat bingung. Ia tampak seperti tak mengenal Regor dengan baik, sehingga gadis itu tak tahu bahwa pria yang diserangnya bernama Regor.
“Beberapa tahun yang lalu seorang pria mengalami kecelakaan di kota Dubhe. Wajah pria itu terluka parah sampai sulit untuk dikenali. Mintaka menolongnya, meskipun aku sudah melarangnya. Aku sudah menduga pria itu tak baik. Aku hanya ingin Mintaka tak diganggu oleh siapapun. Mintaka sudah menderita, dan aku tak mau dia lebih menderita lagi,” jelas gadis bercadar itu dengan penuh air mata.
“Tak lama setelah pria itu sembuh. Ia pergi dan tak pernah kembali. Aku yakin, Mintaka mencintainya, tetapi pria itu mungkin tidak. Lalu, tiba-tiba seorang warga kota Dubhe meninggal, tak lama setelah orang itu menghina Mintaka.”
“Mintaka mengutuknya?” tanya Menkalinan yang bingung.
Mata gadis itu menatap Menkalinan dengan pandangan membunuh, “Mintaka tak punya kemampuan untuk mengutuk. Tetapi, mereka mendatangi rumah Mintaka, membakar rumahnya. Membiarkan Mintaka terkurung di sana dan terbakar hidup-hidup. Aku… hiks.. Berusaha menyelamatkannya, tetapi… tak bisa,” tangis gadis bercadar itu terdengar lebih nyaring dari sebelumnya.
Hal itu menjelaskan darimana datangnya luka di pipi gadis bercadar ini.
“Kapan kejadian itu terjadi?”
“Satu tahun yang lalu.”
Menkalinan meragukan kebenaran cerita gadis bercadar ini. Dari kesaksian yang lain, ia mendapati bahwa beberapa dari mereka mengatakan pernah melihat Mintaka akhir-akhir ini.
“Lalu, kenapa warga desa bersaksi jika Mintaka hilang baru-baru ini?”
“Mereka dihantui oleh Mintaka. Mereka yang melihat Mintaka akan ketakutan, dan besoknya akan menghilang. Lalu, beberapa hari kemudian mereka ditemukan tak bernyawa. Mintaka datang untuk membalas dendam.”
“Jika gadis itu bukan penyihir, bagaimana bisa ia tidak mengalami perubahan fisik?”
Hal inilah yang masih tak bisa Menkalinan terima dari semua hal tentang Mintaka.
“Mintaka tak tumbuh dengan baik karena ia tak makan dengan benar. Aku bersumpah bahwa itu hanya rumor. Mintaka bertumbuh tinggi, tetapi tak ada yang menyadarinya karena pertumbuhannya hanya sedikit.”
Mereka hanya bisa menghela napas lelah.
Kasus ini tidak memiliki titik terang. Kasus ini terlihat seperti film horor yang menceritakan tentang balas dendam dan sebagainya. Namun apa itu memang benar?
Apa benar ada hantu gentayangan yang datang untuk membalas dendam?
Jika seperti itu mereka berarti harus menangkap pelaku yang kakinya mungkin tak menapak tanah. Diam-diam Adhara bergidik.
Tetapi bukan hanya soal arwah yang gentayangan. Ada suatu hal yang sedikit janggal di sini…
“Lalu, apa hubungannya dengan Regor?”
Gadis bercadar itu terdiam sejenak, “Dari Mintaka aku tahu bahwa pria yang diselamatkannya itu mengatakan bahwa ia akan membawa Mintaka ke pusat kota. Tetapi, janji hanya sekadar janji. Pria itu tak datang.”
“Kau yakin pria itu Regor?”
“Pria dengan rambut abu muda sangat langka. Aku sangat yakin bahwa pria tadi ialah pria yang sama dengan yang membuat janji dengan Mintaka. Aku sempat melihat Mintaka bersama pria berambut abu muda, beberapa hari sebelum Mintaka dibunuh.”
Bukankah alasan ini tidak kuat?
Bagaimana bisa tuduhan ini mengarah pada Regor hanya karena dia berambut abu muda? Memang benar, rambut abu muda ini memang langka.
Bahkan Adhara baru bertemu dengan dua orang yang memiliki rambut abu muda, yakni Regor dan Sargas. Namun kau tak bisa menjatuhkan hukuman pada seseorang hanya karena kau punya rambut yang sama
Ini sangat sulit.
***
Spica dan Adhara berjalan-jalan di sekitar rumah yang nyaris habis terbakar. Meskipun ini terjadi satu tahun yang lalu, namun Adhara masih dapat mencium bau hangus.
Dalam hati ia berdoa semoga tak menemukan bangkai hewan yang terbakar, apalagi bangkai dari Mintaka.
Adhara memperhatikan Spica yang fokus pada puing-puing yang tersisa dari rumah milik Mintaka ini. Spica mungkin bisa melihat sesuatu di antara puing-puing ini. Setidaknya mereka harus memiliki titik terang dari kasus di kota Dubhe.
Mereka sebenarnya tak hanya berdua. Ada Aldebaran dan Regor yang berdiri tak jauh dari mereka. Adhara tak tahu apa yang keduanya bicarakan, namun wajah Regor yang biasanya konyol terlihat benar-benar serius.
Dulu Adhara mengira jika Regor menjadi pengawal pribadi kaisar karena ada orang dalam. Tetapi, melihat ekspresi Regor saat ini, Adhara berniat dalam hati untuk lebih menghargai Regor.
Pria itu, Regor dalam alur sebenarnya juga sangat misterius. Adhara mengira itu karena Regor adalah bayangan ksaisar, tetapi Aldebaran mengatakan bahwa seorang bayangan tak akan muncul di permukaan. Ia segera menepisnya.
Regor sering bertingkah konyol di depan Adhara, tetapi siapa yang tahu tentang diri Regor yang sebenarnya.
Apa benar Regor adalah pria yang dicintai Mintaka?
Spica tiba-tiba menyenggol bahu Adhara. Adhara mengikuti arah pandangan Spica, dan menemukan sebuah penutup yang terbuat dari kayu tebal yang tak termakan habis oleh api. Meskipun penutup itu bertahan dari kobaran api, tetapi itu hanya penutup kendi minuman yang khas dimiliki oleh orang-orang.
Hal yang menarik perhatian Spica bukan penutup kendi itu, tetapi sesuatu di baliknya.
Tangan Spica meraih pegangan dari susunan kayu tebal itu, dan berusaha untuk mengangkatnya. Tetapi, ia tak bisa. Adhara yang tertantang mencoba untuk membuka penutup kayu itu. Dan.. Terbuka…
Spica mengaggumi tangan Adhara yang kuat seperti kuda.
Adhara mengerutkan keningnya saat menyadari bahwa tak ada apa-apa di bawah penutup itu. Namun berbeda dengan Spica, dengan tangan kosong Spica menggali tanah yang sedikit gembur akibat terbakar. Adhara mau tak mau membantu Spica.
“Nona, jangan mengotori tangan anda.”
Regor rupanya melihat mereka yang menggali tanah dengan tangan kosong. Dengan cepat pria berambut panjang itu berlari untuk menggantikan pekerjaan mereka berdua.
Belum sempat Regor menggantikan pekerjaan mereka, Adhara sudah menggenggam sebuah benda berbentuk persegi yang terbuat dari emas.
Benda tersebut agak tipis, tetapi mereka tahu apa benda itu.
“Ini kan….”
Sebuah kartu emas yang dimiliki oleh setiap orang-orang yang bekerja di istana kekaisaran. Regor dan Spica memiliki ini. Sedangkan Adhara, masih belum mendapatkan benda ini karena masih baru.
Benda ini milik kekaisaran.
Tetapi bagaimana bisa benda milik kekaisaran ini ada di antara puing-puing rumah Mintaka?
***
Terima kasih sudah membaca sampai di sini 🙏 Terus ikuti cerita abal ini yah. Kan lumayan, untuk mengisi waktu luang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments
Istrinya Jaemin
Yang bener tuh sebenernya jenderal menkalinan
2022-12-18
2
PQ matahari
kayaknya sagas deh
2022-02-05
0
Rusma Yulida
sargas dc kyx
2021-11-24
1