Spica menatap takut-takut pada dua orang pria yang ada di hadapannya. Salah seorang dari pria itu tersenyum ramah pada Spica, tetapi Spica hanya membuang wajahnya. Tak berniat untuk membalas tatapan pria itu.
Sedangkan pria yang satunya hanya duduk sambil bertompang dagu menatap ke arah luar kereta. Wajah dingin pria itu membuat orang lain enggan untuk berbicara dengannya.
Ia mendadak ingin mendorong Adhara yang duduk di sebelahnya keluar dari kereta kuda.
Mengapa ia harus terlibat dalam urusan ini?
Spica tentu tak masalah jika yang di depannya ini hanyalah orang biasa. Tetapi, kenapa pemegang kekuasaan tertinggi di Negeri bintang ini malah duduk di depannya?
Bersama tiga orang lainnya berpanas-panasan di kereta kuda yang sempit. Berpakaian layaknya pengawal, dan memasang wajah dinginnya yang otoriter.
Kejengkelan Spica semakin terasa saat ia melihat pelaku kekacauan ini.
Adhara tersenyum manis layaknya anak kecil yang dibawa bertamasya Seolah gadis itu tak menyadari dengan suasana panas di antara mereka.
Ia menyenggol bahu Adhara pelan untuk meminta penjelasan. Namun melihat tatapan bingung Adhara, Spica lagi-lagi hanya bisa menghembuskan napasnya kesal.
Melihat keadaan yang nyaris baku hantam, pria yang berambut panjang memulai pembicaraan di antara mereka.
“Saat ini Yang Mulia sedang ada dalam misi. Jadi, saya harap Nona bisa bertingkah seperti biasanya” jelas Regor pelan.
Mata Spica mau tak mau melotot menatap Regor. Bagaimana bisa ia bersikap seperti biasanya jika tatapan kaisar bermakna you look, you will die?
Rasanya ia ingin menenggelamkan pelaku situasi ini ke danau, tetapi gadis di sebelahnya malah tersenyum cerah seperti matahari pagi.
“Ada rumor tentang seorang gadis yang disebut penyihir di kota Dubhe,” tegas Adhara sambil mengibaskan tangan menghindari panah-panah dari tatapan Spica padanya.
“Kenapa?”
“Gadis ini, ibunya ialah seorang guru kebatinan di kota Dubhe. Namun entah mengapa ilmu batin sang ibu malah melenceng. Dia mulai gila dan melakukan hal-hal yang aneh. Termasuk menginginkan pewaris bintang,” jelas Regor untuk menjawab pertanyaan Spica.
“Pewaris bintang?”
Adhara mengira rumor dirinya sebagai kembaran bintang saja yang ramai dibicarakan. Kali ini pewaris bintang?
Hal ini cukup meresahkan Adhara, sebab dalam novel tak ada diceritakan tentang pewaris bintang. Yang diingatnya hanyalah ramalan Spica yang mengatakan bahwa di masa depan akan terjadi bintang jatuh.
Kenapa dunia novel ini penuh dengan ramalan?
“Katanya, pada masa kekaisaran Yang Mulia Sirius, ada seorang pustakawan di pusat kota pernah menulis sebuah buku yang sampai sekarang, tak ada yang bisa membaca judul bukunya. Anehnya, tidak seperti judul buku, isi dari buku itu bisa dibaca. Dalam buku itu tertulis, seseorang yang terlahir untuk disirami oleh darah saudaranya sendiri akan mengubah tatanan dunia. Orang itu diberkahi kuasa bintang, dan disebut pewaris kekuatan bintang atau pewaris bintang ,” jelas Spica panjang lebar.
Adhara merasa bingung untuk menyaring informasi ini, “Dimana buku itu sekarang?”
Spica menggeleng, “Tak ada.”
“Apa maksudmu?”
“Kau lupa bahwa cerita itu ‘katanya’. Hanya segelintir orang yang mengaku pernah membaca buku itu. Itupun jika pengakuannya benar. Lama kelamaan buku itu dianggap hanya kebohongan untuk membodohi publik.”
Otak Adhara yang tak terlalu cerdas mendadak macet lagi, “Lalu, apa hubungannya antara pewaris bintang dengan gadis yang disebut penyihir?”
Spica mendecak, “Kau ini berpikir dengan lutut ya? Ibu gadis itu mencari kemuliaan. Ia mengambil darah saudaranya, dan mandi dengan ‘itu’ saat dia hamil. Gadis itu disebut penyihir karena dianggap lahir dari sebuah ritual terlarang. Bahkan ada yang menyebut bahwa ayah gadis itu sebenarnya adalah iblis.”
Dengan kata lain, ibu gadis itu mengartikan ‘disirami dengan darah saudaranya sendiri’ dengan makna mandi darah saudaranya sendiri.
Inilah mengapa kau tak bisa menganggap sebuah karya sastra hanya sebatas tulisan. Perlu pemaknaan mendalam saat membaca sebuah tulisan, sebab ada kalanya kalimat itu bisa jadi multi-makna.
“Buku itu, meskipun tak dipercayai keberadaannya, tetapi cukup terkenal. Terutama ketika ada beberapa kalangan yang mengatakan bahwa pewaris bintang itu adalah…”
Spica terlihat ragu-ragu sambil menatap Aldebaran yang masih dengan wajah dinginnya menatap ke luar kereta.
Aldebaran sepertinya lebih tertarik pada keadaan di luar kereta, daripada pembicaraan mereka.
Regor memahami keraguan dari Spica. Memang mudah untuk bergibah jika orang yang dibicarakan tak bersama mereka. Orang yang ingin disebut ada di depannya, dan seorang kaisar lagi. Spica tentu saja tak ingin menyumbangkan kepalanya ke tukang jagal kekaisaran.
Ia memilih untuk melanjutkan penjelasan dari Spica, “Ada yang mengatakan bahwa titisan bintang ini ialah pewaris tahta Kekaisaran Negeri Bintang, putera dari Yang Mulia Sirius.”
Sirius memiliki empat orang putera dalam catatan keluarga kekaisaran. Tanpa berpikir pun Adhara sudah tahu siapa yang dimaksud oleh Regor pewaris tahta ini. Adhara tak akan kaget jika memang dugaannya benar.
Dari Aldebaran, ia tahu bahwa kutukan kaisar bukanlah kutukan dalam artian yang sebenarnya. Ketiga pangeran itu dibunuh, dan satu-satunya yang selamat adalah Aldebaran. Aldebaran, pria ini lahir dan hidup dari kematian saudara-saudaranya sebagai petunjuk.
Apalagi sesuai ramalan, pewaris bintang ini nantinya memperbaiki tatanan dunia.
Seperti yang Adhara sering bilang, di zaman kekaisaran yang dikuasai oleh Aldebaran, Negeri Bintang mencapai kejayaan yang bahkan belum pernah dicapai oleh kaisar-kaisar sebelumnya.
Satu-satunya sebab kehancuran Aldebaran ialah karena memaksa Capella untuk mencintainya. Sedangkan, heroin kita ini mencintai Sargas.
Akan tetapi, seharusnya tak ada yang tahu tentang kebenaran di balik kutukan kaisar itu. Hanya Sirius, kaisar terdahulu dan Aldebaran yang mengetahuinya. Karena orang-orang yang mengetahui kebenaran ini sudah dihilangkan dari dunia ini. Jika pun masih ada yang tersisa, orang itu tak akan berani membuka mulutnya bahkan sampai mati.
Regor kembali melanjutkan, “Mereka menyebut gadis itu penyihir dan takut akan kutukannya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa gadis itu sebenarnya menggunakan orang-orang yang hilang di kota Dubhe untuk kegiatan sihirnya,”
“Kegiatan sihir seperti apa?”
Kali ini wajah Regor terlihat rumit, “Menumbalkan mereka pada iblis. Untuk kemuliaan dan keabadian.”
Memangnya apa yang abadi dari dunia yang fana ini?
Mereka disita oleh keheningan. Jika tak ada suara derap kaki kuda, atau suara yang dibuat oleh kusir kereta, di sana akan terlihat seperti waktu berhenti tiba-tiba.
Masing-masing dari mereka terlarut dengan pikiran mereka sendiri. Membayangkan betapa buruk kasus yang akan mereka hadapi.
Ini…. Agak berbahaya.
“Kau takut?” suara dingin Aldebaran mencapai pendengaran Adhara.
Dengan kaku Adhara menggelengkan kepalanya. Ingatannya kembali pada mimpi buruk yang dialaminya. Jujur saja ia ketakutan. Kematian bukanlah hal yang main-main.
Ketika kau mati, kau akan benar-benar mati.
Melihat wajah Adhara yang pucat, Regor menutup mulutnya. Ekspresi Spica juga tak jauh berbeda dari Adhara. Kali ini, ia akan benar-benar menenggelamkan Adhara di danau karena melibatkannya pada kasus ini.
“Kita sampai,” teriak lelaki tua yang menjadi kusir kereta kuda.
Adhara langsung memperhatikan keadaan sekitar. Mereka telah sampai ke kota Dubhe. Ia turun dari kereta kuda dengan bantuan Regor, begitu pun dengan Spica. Meskipun Spica sempat menolak bantuan itu.
Angin menderu. Menerbangkan ujung gaun Adhara, dan membuat rambutnya berantakan. Adhara menyesal tak mengenakan jepit giok yang diberikan Aldebaran padanya. Namun karena misi ini, ia tak bisa mengenakan aksesoris yang membuatnya terlihat sebagai bangsawan.
Adhara mengalihkan pandangan pada Aldebaran yang saat ini mengenakan pakaian serba hitamnya. Aldebaran terlihat bermartabat seperti biasanya, bedanya ia hanya terlihat lebih sederhana. Seolah Adhara bisa melihat seorang pelajar muda di kekaisaran, padahal ia saat ini menyamar menjadi pengawal.
Tentu saja identitas Aldebaran menjadi rahasia untuk menghindari keributan. Mereka tak akan mengatasi kegaduhan yang akan datang apabila warga kota Dubhe menyadari kaisar mereka berada di sini. Kepergian mereka dari kekaisaran ke kota Dubhe tidak diketahui oleh banyak orang.
Aldebaran pun hanya membawa Regor sebagai pengawalnya. Mungkin sebenarnya Regor yang memaksa ingin ikut.
Saat ini mereka tengah berhenti di sebuah penginapan sederhana di kota Dubhe. Seorang nenek tua menyambut mereka dengan kesopanan yang dibuat-buat. Ia menyambut sepasang suami istri yang tengah berpegangan tangan dengan kaku.
Di belakang pasangan itu, ada dua orang pelayan yang mengikutinya.
“Selamat datang di penginapan Mirach. Saya Hadar, pemilik Mirach. Mari saya antar ke kamar Tuan dan Nyonya Cygnus,” ucap Hadar.
Pasangan suami istri ini berpegangan tangan dengan kaku. Mereka melirik takut-takut ke sekitar mereka seolah enggan. Tetapi aura di belakang mereka yang dingin, sehingga membuat mereka harus menjalani peran mereka.
Kedua orang ini, Regor dan Spica, mau tak mau harus memegang peran sebagai pasangan suami istri dari keluarga bangsawan Cygnus.
***
Regor memandang Spica dengan isyarat permohonan maaf. Ia hanya menjalankan titah dari Aldebaran. Seperti yang dikatakan sebelumnya, mereka harus menyamar. Namun Aldebaran jelas tak bisa diajak kerja sama untuk bermain peran. Akhirnya mereka hanya bisa membiarkannya melakukan apapun yang ia inginkan.
Mereka tak bisa bergabung dengan pasukan Jenderal Menkalinan karena tak mau menimbulkan keributan. Semua warga kota Dubhe tahu bahwa Jenderal Menkalinan menyelidiki kasus kota Dubhe, dan jika warga kota tahu kaisar Negeri Bintang ikut dalam penyelidikan, keributan akan tercipta.
Ide ini dibuat oleh Jenderal Menkalinan. Hal ini dikarenakan sepasang pasangan bangsawan Cygnus yang seharusnya datang ke kota Dubhe hari ini menjadi korban dari kasus kota Dubhe. Mereka menggunakan identitas ini, selain untuk meredam keributan karena jumlah korban yang bertambah, juga memudahkan penyelidikan mereka.
Aldebaran jelas tak mau ikut berperan. Regor juga tak bisa mengajak Adhara, sebab tak tahan dengan dingin yang menusuk punggungnya. Adhara kemudian meminta Spica untuk membantu Regor. Tentu saja Spica menolak, namun entah apa yang dikatakan Adhara pada Spica hingga gadis itu menyetujui hal tersebut.
Setelah beristirahat sejenak, mereka menuju markas Jenderal Menkalinan. Markas tersebut terletak di bagian barat kota Dubhe. Jadi mereka perlu berjalan sedikit untuk mencapai markas tersebut.
“Hamba meminta maaf atas ketidakmampuan hamba dalam mengatasi kasus ini, Yang Mulia,” Jenderal Menkalinan langsung memohon ampun ketika Aldebaran memasuki markas.
Hanya Jenderal Menkalinan sendiri yang tinggal di markas, semua pasukannya ia perintahkan untuk berpatroli di kota Dubhe.
“Angkat kepalamu, Jenderal Menkalinan. Aku ke sini bukan ingin mendengar hal itu,” Aldebaran tetap dengan pandangan otoriternya, sedangkan Regor berdiri tegap di belakangnya.
“Bagaimana perkembangannya?” tanya Adhara pada Jenderal Menkalinan.
Awalnya Jenderal Menkalinan agak bingung melihat penampilan Adhara yang seperti anak kecil. Pastinya ia telah mendengar kabar pejabat yang diutus untuk mengatasi permasalah kota Dubhe, tetapi gadis ini masih anak-anak.
“Dua orang pria yang menghilang itu ditemukan tak bernyawa, sedangkan gadis itu belum ditemukan.”
Memang ada yang salah dengan gadis yang menghilang ini.
Adhara menghela napasnya, “Aku ingin dengar tentang gadis yang hilang itu.”
“Gadis itu berusia 24 tahun, namanya Mintaka.”
“Dimana ibunya?”
Jenderal Menkalinan menggeleng, “Tak ada yang tahu. Tetapi kami lebih fokus pada gadis bernama Mintaka ini.”
“Kenapa? Bukankah yang melakukan ritual itu ialah ibunya?”
Wajah Menkalinan sedikit bingung, seolah tak mau mempercayai informasi yang telah ia dapat. Namun aura otoriter Aldebaran mencapai dirinya, sehingga ia segera menyampaikan semua yang ia tahu.
“Gadis ini… Mintaka, tak mengalami perubahan fisik dalam 10 tahun terakhir.”
Saat ini Mintaka berusia 24 tahun, berarti ia tak mengalami perubahan sejak usianya 14 tahun.
Apa hal ini mungkin?
Operasi plastik belum ada di dunia ini.
“Adakah informan di sini?” tanya Aldebaran memutuskan kesunyian.
Menkalinan mengangguk cepat, “Seorang gadis yang dikatakan para warga sebagai teman Mintaka.”
Selang beberapa saat, seorang gadis bercadar memasuki markas. Pandangannya terlihat ketakutan. Matanya menatap orang-orang dalam ruangan dengan tak fokus. Gadis itu semakin merapatkan cadarnya, tak mau orang lain melihat wajahnya. Sampai pandangannya terarah pada seorang pria dengan rambut panjang berwarna abu muda. Matanya menatap tajam pada Regor.
“AKHHHHH!!!!!!”
Gadis bercadar itu berteriak kencang seolah kerasukan. Hal ini membuat Adhara sangat terkejut. Begitu pun dengan Spica yang bahkan berjarak lebih dekat dengan gadis bercadar itu.
Gadis bercadar itu berlari menuju Regor, hingga tanpa sadar cadarnya terbuka. Menampilkan pipi yang cacat karena luka bakar.
“KAU BENAR-BENAR PRIA KEJI! KENAPA KAU TIDAK MENEPATI JANJIMU? AKU MENGUTUKMU!!!”
Gadis itu melayangkan serangan kacau kepada Regor yang masih terkejut.
***
Hai haii... Terima kasih buat yang berkenan membaca cerita abal milik saya. Ini saya authornya. Semoga para pembaca sehat dan terus semangat menjalani masa-masa sulit ini. Dan semangat juga bagi yang berpuasaaa... Tak lama lagi mencapai hari kemenangan.. Yeyy
Terima kasih banyak buat yang like dan menyempatkan diri untuk meninggalkan jejak di kolom komentar. Dan terima kasih juga buat yang memberi vote untuk karya saya. Saya sangat berterima kasih untuk semuanya.
Jujur saja, ini karya perdana saya di sini.. Jadi jika saya memerlukan kritik dan saran dari para senior sekalian..
Senpai, mohon bantuannya!!!
Jaga kesehatan yaa kakak-kakak pembaca. Ingat jika tak terlalu penting banget, tetap stay di rumah ya. Agar pandemi ini tidak lagi terus menyebar.
Adhios~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments
Malana Griselda
menkalinan, kita bertemu lagi
2025-02-10
0
Riza Riyanti
tulisan rapi dan alur cerita yang berbeda dengan yang lain sulit dipercaya ini karya pertama
2022-05-19
0
Frando Kanan
huh? knp regor yg kna? apakh ada hubungan dgn masa lalu???
2022-02-26
0