Kemarin karena ia berjalan-jalan ke pusat kota bersama kaisar, ia jadi tak bisa menjalankan misi bintang jatuhnya. Ia harus terus menjalankan misinya, dan kali ini tanpa Spica.
Ingatan Adhara kembali pada saat ia mendatangi Spica di istana pengobatan. Tetapi bukannya bertemu dengan Spica, tabib-tabib di sana malah bertingkah dengan sangat heboh.
Ia yang risih, memilih berlari untuk menghindari kerumunan tabib yang menjelma menjadi wartawan berita.
Jadi, ia memutuskan untuk ke pusat kota sendirian.
Setelah membohongi Regor, Adhara menyelinap keluar dari kediamannya menuju bukit Wezen. Ia menyuruh Regor untuk mengumpulkan seribu bunga berwarna biru. Bunga apa saja asalkan itu berwarna biru.
Saat Regor menanyakan untuk apa bunga itu. Adhara mengatakan bahwa ia ingin memberi seseorang bunga. Wajah Regor langsung berbinar-binar layaknya neon, dan mengumpulkan bunga itu tanpa bertanya apa-apa lagi.
Sebenarnya Adhara tak mau menyelinap, tetapi Adhara tidak melihat Capella akhir-akhir ini. Bahkan, si pemeran utama itu tak datang ke kamarnya untuk merusuh lagi. Adhara tak tahu penyebabnya, tetapi ia menduga pasti ada hubungannya dengan Sargas.
Pasti Sargas mencuri momen lagi dari Capella.
Adhara menyusuri pusat kota yang ramai. Kekaisaran Negeri Bintang memiliki kekuasaan di atas Negeri lainnya. Banyak kerajaan-kerajaan tetangga yang takluk di bawah kekuasaan Negeri Bintang. Kemajuan yang Adhara lihat sekarang belum seberapa dengan kemajuan yang akan dibawa Aldebaran di masa depan.
Untuk itu, Adhara tak boleh membiarkan pemberontakan muncul.
Pemicu pemberontakan adalah Capella.
Selama Capella jatuh cinta pada Aldebaran, tak akan ada pemberontakan yang dipelopori oleh Capella bersama Sargas.
Berbicara tentang Aldebaran. Pria itu sangat misterius. Dalam novel, penulis tak pernah menjabarkan bagaimana perasaan Aldebaran yang sebenarnya. Meskipun Aldebaran ditetapkan sebagai pemeran antagonis, tetapi peletakkan ini tak jelas alasannya.
Aldebaran mengejar Capella seperti memang sudah seharusnya ia mengejar Capella. Padahal kontak antara Aldebaran dan Capella pun sangat jarang ditampilkan. Penulis mengatakan bahwa, Kaisar Negeri Bintang tertarik pada rambut emas Capella saat acara penobatan. Hanya sebatas itu.
Mungkin penulisnya termakan banyak cerita romantis tentang jatuh cinta pada pandangan pertama.
Berbicara tentang pandangan pertama.
Adhara mengingat kembali kegiatan ‘tatap-menatap’nya saat acara penobatan.
Saat itu, ia belum tahu bagaimana rupa Kaisar Negeri Bintang. Jadi, ia fokus pada penyelidikannya terhadap visual Sargas. Mana dia tahu kalau yang dia tatap itu penguasa absolut di Negeri Bintang.
Ia menghela napasnya. Kasihan dengan kebodohannya sendiri.
Adhara memperhatikan pusat kota dengan cermat. Dalam novel, dinarasikan bahwa pusat kota mengalami kerusakan parah. Banyak orang-orang yang kehilangan tempat tinggal, dan banyak korban berjatuhan. Salah satu korban itu adalah Adhara sendiri.
Di akhir cerita, kekaisaran Negeri Bintang runtuh. Aldebaran, si antagonis dalam novel, ditikam oleh Sargas saat duel satu lawan satu. Tanpa pewaris, kekaisaran tak bisa bertahan. Negeri Bintang menjadi bintang jatuh.
Sargas dan Capella pergi ke negeri lain dan hidup bahagia bersama.
Bukankah cerita itu benar-benar sampah?
Hanya karena kau ingin bersama orang yang kau cintai, bagaimana bisa kau mengorbankan logika dan hidup orang lain?
Adhara mengomel dalam lamunannya….
Saat tiba di bukit Wezen, Adhara tak melihat siapa-siapa di sana..
Mungkin hari ini akan berlalu lagi dengan sia-sia.
Adhara tetap tak bisa mengubah perasaan Capella pada Sargas. Sargas Auriga itu benar-benar..
“Aku tahu Adhara akan datang ke sini.”
Suara itu mengejutkan Adhara dari lamunannya. Tanpa menoleh pun, Adhara tahu siapa yang berbicara.
“Tuan Auriga,” sapa Adhara seanggun mungkin.
“Kau bisa memanggilku Sargas, Adhara.”
“Anda bisa memanggil saya nona Canis, Tuan Auriga,” balas Adhara cepat.
Sargas terkekeh mendengar ucapan Adhara. Pandangannya teralih pada lengan Adhara yang hampir sembuh.
“Apa lukanya meninggalkan bekas?”
Adhara melirik ke lengannya, “Tidak, Tuan Auriga. Saya rasa obat oles yang diberikan oleh Spica manjur.”
Sargas berjalan lebih dekat dengan Adhara. Saat itu, ia menyadari bahwa gadis ini terlihat kelelahan. Ia menduga Adhara datang ke bukit Wezen dengan berjalan kaki, dan sendirian.
Sargas mendengus,“Kau terlihat lelah Adhara. Jika kau mengizinkan, aku ingin membawamu ke tempat yang memungkinkan kau beristirahat.”
Adhara ingin menggeleng, tetapi Sargas sudah menarik lengan Adhara yang tak terluka untuk berjalan menuruni bukit Wezen.
“Berhenti menarikku,” Adhara menyentakkan lengannya, tetapi pegangan Sargas tetap erat.
“Tempat itu tak jauh dari sini,” jelas Sargas sambil menyeret Adhara seperti maling.
“Lepaskan aku.”
“Lihat Adhara, ada sapi terbang,” Sargas menunjuk ke arah langit.
“Jangan mengalihkan pembicaraan!”
***
Adhara memperhatikan sekelilingnya dengan bingung. Tempat ini seperti sebuah kafe, tetapi terlihat agar tradisional dan agak…. Sensual?
Bagaimana bisa ia beristirahat di sini?
Ia melirik Sargas yang duduk di sebelahnya. Sargas balas menatapnya dan mengedipkan mata pada Adhara.
Adhara menahan tangannya yang ingin mencongkel mata seseorang.
“Tempat apa ini?” Adhara memutuskan untuk bertanya.
“Rumah cinta.”
Ini kan…
Adhara memperhatikan gadis-gadis yang duduk berjejer dengan rapi, seolah siap untuk dipilih. Adhara merasa sangat tak nyaman. Seumur hidupnya, dari kehidupan lalu sampai hidupnya yang sekarang, hal semacam ini merupakan jenis kehidupan yang jauh darinya.
Untuk apa Sargas membawanya ke sini?
“Aku dilahirkan di sini.”
Adhara mengalihkan pandangannya pada Sargas yang tengah meminum dengan tenang.
“Semua saling melempar, seperti melihatku layaknya kentang panas saat wanita itu meninggal,” tambah Sargas tanpa ekspresi seolah hal tersebut bukanlah tentangnya.
Bukankah dalam novel seharusnya Sargas menceritakan hal ini pada Capella? Apa dia berhasil menjauhkan Sargas dengan Capella? Haruskah Adhara senang sekarang?
Sargas memang terlahir dari seorang perempuan penyaji cinta di sini. Namun perempuan itu meninggal saat Sargas berusia tiga tahun. Tidak ada yang ingin merawat seorang anak kecil di rumah cinta ini, sehingga Sargas diasuh sebentar oleh pemilik rumah cinta.
Hal inilah yang membuat Sargas membenci perempuan. Namun dalam cerita novel, semua berubah saat Capella menyembuhkan lukanya. Itulah kenapa Capella sangat berarti untuk Sargas.
“Kenapa kau membawa kecantikan dari luar, padahal aku menyediakan kecantikan di sini, Sargas?” suara hangat itu membuat mereka berdua menoleh bersamaan.
Dia adalah Elnath, Si paman ganteng, pemilik rumah cinta.
Elnath menatap Adhara dari ujung rambut sampai ke kaki, “Bukankah gadis ini terlalu kecil untuk kau berikan kemari, Sargas?”
Berikan? Sargas mau menjualnya di rumah cinta?
Sargas mendecak dan menarik Adhara untuk berlindung di belakangnya. Elnath mengangkat sebelas alisnya dengan tatapan tertarik.
“Dasar anak nakal,” ejeknya pada Sargas.
Adhara memperhatikan penampilan Elnath. Paman ini memiliki badan yang tegap dan tinggi. Tingginya mungkin sama dengan si tiang Aldebaran. Bedanya, badan Elnath lebih terlihat berisi.
Elnath memakai baju dengan kerah terbuka sehingga dadanya terlihat. Rambut pirangnya yang pendek di sisir ke belakang dengan asal. Di bawah matanya nampak kerutan yang menandakan bahwa ia sudah cukup berusia. Mata birunya tampak seperti lautan, dalam dan berbahaya.
“Kau harusnya tak datang kemari, Sargas. Bagaimana jika Yang Mulia melihat pejabat tingginya mengunjungi rumah cinta.”
Sargas mendengus, dan masih menyembunyikan Adhara di belakangnya.
“Jangan bicara omong kosong! Aku ke sini untuk membiarkan Adhara istirahat. Lagipula kau tak pernah menolak tamu kan? Baik dari kalangan atas, ataupun sebaliknya.”
Elnath tersenyum tipis namun tak membatah perkataan Sargas.
“Kau bisa keluarkan kecantikan yang ada di belakangmu. Aku tak tertarik pada gadis kecil.”
Tetapi Sargas tetap menyembunyikan Adhara. Ia bahkan mengatur bangku Adhara berada di belakang bangkunya. Menghalangi Elnath untuk memperhatikan Adhara.
“Kau tak boleh menyebutnya gadis kecil. Dia juga pejabat tinggi kekaisaran. Yang Mulia mengangkatnya masuk ke dalam pengadilan tinggi.”
Paman ganteng ini terlihat semakin tertarik pada Adhara.
“Kau selalu menerima tamu dari semua kalangan?” tanya Adhara dari balik tubuh Sargas.
“Tentu saja. Ini rumah cinta, sayang. Semua orang perlu cinta.”
Adhara menyingkirkan bahu Sargas, dan menatap mata Elnath langsung.
“Bagaimana bisa kau menjalankan usaha yang menjual kecantikan. Negeri Bintang adalah Negeri yang memelihara kecantikan. Usahamu ini sangat buruk,” Adhara berbicara dengan cepat tanpa memperhatikan perubahan wajah Elnath.
“Buruk?” Elnath membalas tatapan mata Adhara.
Sargas segera menyembunyikan Adhara kembali.
“Lebih baik aku yang membuka usaha ini daripada orang lain.”
“Apa maksudm… Hey! Aku sedang bicara,” Adhara mendelik pada Sargas yang tak membiarkannya langsung berhadapan dengan Elnath.
Elnath tertawa pelan, “Baik atau buruk itu relatif. Tergantung kau melihatnya dari segi apa. Meski kau mengatakan usaha ini buruk, aku akan tetap melakukan pekerjaan ini,” tegas Elnath.
“Kenapa?”
“Aku tahu pekerjaan ini buruk. Tetapi akan lebih buruk lagi kalau bukan aku yang menjalankannya. Jika aku yang menjalankannya, maka aku punya kendali untuk berbuat sesuatu. Harus ada orang yang mau mengerjakan sesuatu yang ‘kotor’ untuk melindungi orang lain. Berkat memiliki usaha ini, aku bisa menyelamatkan wanita-wanita yang kehilangan harapan hidupnya.”
Elnath menunjuk barisan wanita dengan dagunya yang berjanggut tipis, “Apa kau melihat mereka seperti dipaksa?”
Adhara mengikuti tatapan Elnath. Ini rumit.
“Kau pikir nasib para wanita ini akan lebih baik jika keluar dari tempat ini?”
Sargas mendengus ketika melihat Adhara yang terdiam. Ia diam-diam melirik Elnath untuk memperingatkan. Elnath hanya tertawa geli sambil mengangkat tanganya sebagai pertanda menyerah.
Seperti yang Elnath duga, Adhara termasuk dalam orang yang bisa berteori namun untuk pelaksanaannya kurang. Ia tak menyalahkan Adhara, karena Adhara tetap saja seorang gadis yang hanya tahu tentang dunia dari buku-buku.
“Lagipula berkat menjadi pemilik di sini aku bisa bertemu dengan seorang anak lelaki yang menarik. Bahkan sekarang dia sudah menjadi orang yang hebat.”
Elnath yang membesarkan Sargas sampai pada usia 10 tahun. Elnath menyadari bahwa rumah cinta bukanlah tempat yang baik untuk membesarkan seorang anak. Akhirnya, ia memberikan Sargas pada salah satu temannya, yang merupakan pengawal di kekaisaran.
Adhara melirik Sargas yang terlihat merenung. Sebagai seorang anak yang sempat dibesarkan oleh Elnath, Sargas tentu tak mau Elnath tertimpa sesuatu yang buruk suatu hari nanti karena pekerjaannya yang ilegal. Tetapi Sargas tak bisa melarang Elnath.
Lagipula sesuatu yang buruk meskipun dilandasi oleh niat yang baik, bisakah hal tersebut bertahan lama?
Perlahan ia mengerti mengapa Sargas selalu tersenyum seperti sudut mulutnya ditahan oleh peniti.
Apapun yang ia lihat, alami, dan rasakan, Sargas harus selalu tersenyum.
Saat ia harus ditolak layaknya kentang panas, ia harus tersenyum untuk menarik orang lain. Semua itu karena kebiasaan.
Sargas hanya ingin bertahan hidup.
Untuk kali ini, Adhara bisa mengerti perasaan Sargas.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments
Malana Griselda
dih, mandang fisik lu ye
2025-02-09
0
Ida Blado
di sini sepertinya adhara mlh yg mengacau,hrs'a biarin sargas dn capela.toh dgn jelas kaisarnya gk menunjukan minat pada capela mlh pada dirinya,,,
2021-10-25
2
astri kurniasari
ndak sadar pdhal sekarang dia yg jadi bintangnya,,,,
2021-10-03
1