Adhara menghela napas lega.
Tabib ini bukan terkena kutukan, melainkan hanya cacar air.
Adhara tak tahu setting waktu di novel ini. Mungkin saja novel ini mengambil waktu sebelum dikenalnya penyakit cacar. Sebagai penyakit yang belum pernah dilihat sebelumnya, tentu saja ini menimbulkan kepanikan.
“Kau tahu bagaimana cara menghilangkan kutukannya?” tanya Spica pasrah sambil menatap kasihan pada pria malang itu.
“Aku tak yakin tentang itu, tetapi ini tak akan berlangsung lama. Kau perlu memberi ramuan atau bedak yang bisa mengurangi rasa gatal di kulitnya. Beri dia minum air putih sesering mungkin.”
Adhara menduga-duga mungkin di dunia ini belum ada obat anti virus, “Kau bisa memberinya ramuan yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Juga ramuan yang dapat meredakan demam. Berikan itu secara teratur,” jelas Adhara.
Semenjak Spica merasakan aura yang berbeda dari diri Adhara, ia yakin Adhara mengetahui banyak hal yang belum pernah diketahui oleh orang banyak. Adhara terlihat mudah dibaca ekspresi wajahnya, namun tidak dengan pikirannya.
“Aku akan memberitahu ayahku tentang ini,” ucap Spica sangat mempercayai Adhara.
Adhara mengangguk pelan, “Aku harus pergi ke pengadilan tinggi sekarang.”
Spica melambaikan tangan pada Adhara dengan isyarat mengusir. Adhara berdecak dan mendadak ingin menenggelamkan Spica ke danau.
Ia harus kembali ke tempatnya berpisah dengan Regor. Adhara yakin Regor pasti tengah mencari dirinya, dan buruknya lagi ia mungkin terlambat mengikuti pengadilan tinggi.
Wajah Adhara mengkerut membayangkan sindiran yang akan didapatkannya dari Tuan Auriga, ayah angkat Sargas. Pria tua itu pasti memiliki dendam padanya. Pasti…
Adhara kembali ke tempat yang tadi, dan Regor tak ada di sana. Apa ia harus pergi ke pengadilan tinggi sendirian?
Adhara mendengus kesal. Jika ia bersama Regor, dia bisa berpura-pura bahwa ia harus dituntun oleh Regor ke pengadilan tinggi karena ia sakit. Tetapi pengawal berambut panjang itu tak menunjukkan batang hidungnya.
Baru saja ia ingin berlari ke arah pengadilan tinggi, bahunya direnggut dengan kecepatan tinggi. Ia terkejut ketika merasa badannya terasa melayang seolah terbawa angin.
Belum sempat ia berpikir, ia telah mendarat di rerumputan.
Srett…
Sepasang tangan menyangga tubuhnya, sehingga luka di lengannya tak langsung menyentuh rerumputan. Adhara mendongakkan kepalanya, dan mendapati sepasang mata segelap malam menatapnya tajam.
Bekas luka tipis itu terlihat lagi oleh Adhara. Ia nyaris menyentuh bekas luka tipis itu, namun ia menahan tangannya yang kurang ajar.
Pemilik mata ini bukanlah seseorang yang bisa ia sentuh.
“Aku ingin melubangi kepala cantikmu itu, dan melihat apa yang ada di pikiranmu. Beraninya kau bermain-main denganku,” suara dingin itu terdengar mengancam.
Ini adalah Aldebaran, Kaisar Negeri Bintang.
Mengapa mereka dalam posisi yang ambigu ini?
“Yang Mulia.. Ini..”
Tangan Aldebaran bergerak. Mencengkeram rahang Adhara dengan kuat, tetapi tak menyakiti.
Adhara hanya bisa pasrah ketika merasakan cengkeraman itu. Bahkan bila kaisar ingin mengakhiri nyawanya di sini, ia tak akan bisa apa-apa.
“Kau tahu betapa berbahaya permainanmu ini, dan kau masih bisa bermain-main. Aku tahu kau masih kecil, tetapi berhentilah berpikir semua orang mau mengasihanimu.”
Apa sih maksud si Aldebaran ini?
Adhara menyadari otak lemotnya tak mampu menyaring kata-kata Aldebaran. Ia hanya bisa terpaku pada mata tajam Aldebaran.
“Mungkin kau perlu tahu bagaimana rasanya terancam.”
Otak Adhara lagi-lagi mogok.
Mata Adhara terbuka lebar ketika bibirnya disentuh oleh sesuatu yang dingin. Belum lagi dengan mata pihak lain yang tertutup, membuatnya menjadi terbawa. Sepasang mata kelam itu tak menyapanya lagi, tetapi belahan bibir yang biasanya hanya bisa ia pandangi perlahan menempel di atas bibirnya.
Apa-apaan ini?
Kesadaran Adhara kembali. Ia berusaha memberontak, namun rahangnya masih direnggut oleh tangan kiri Aldebaran. Belum lagi dengan lengan kanan Aldebaran yang merangkulnya dengan erat, memaksa untuk menghapus jarak di antara mereka.
Kenapa kaisar menciumnya?
Dia bukanlah Capella, dia bukan orang yang dicintai oleh Aldebaran.
Adhara mendorong dada Aldebaran ketika napasnya terasa sesak. Namun pihak lain masih tetap menyatukan bibir keduanya. Adhara yang merasakan sudah mencapai batasnya, mau tak mau memukul dada Aldebaran.
Ia tak perduli dengan Aldebaran yang seorang kaisar. Kebutuhan Adhara terhadap udara lebih penting.
Tak lama Aldebaran melepaskan tautan bibir mereka.
Tangan kiri Aldebaran yang semula mencengkeram rahang Adhara perlahan naik, dan mengusap bibir Adhara yang basah.
Tak lama Aldebaran perlahan bangkit. Aldebaran mendegus keras, menahan diri.
Apa kaisar marah karena Adhara memukul dadanya tadi?
Adhara masih dalam posisi berbaring di rerumputan, tak berani bergerak. Napas Adhara masih tersengal. Tangan Adhara segera menutupi bibirnya yang terasa bengkak.
“Berhenti menguji kesabaranku Adhara. Aku ingin memberimu kebebasan, jadi jangan buat kehilangan kesabaran dan akhirnya mengekangmu.”
Apa Aldebaran akan memenjarakannya?
Adhara membayangkan hidup dalam penjara yang dingin, dan seketika ia menggeleng.
“Nona Adhara, kenapa?”
Adhara dikejutkan oleh Regor yang berlari ke arahnya. Saat itulah Adhara menyadari, Aldebaran sudah tak ada.
Regor segera membantu Adhara bangkit dari rerumputan. Regor mengucapkan permisi, dan membantu Adhara membersihkan gaunnya yang ditempeli rumput.
“Saya mencari anda sedari tadi.”
“Kita ke aula Pengadilan Tinggi,” putus Adhara agar Regor tak membahas tentang ‘kasus’ hilangnya tadi.
Adhara berjalan sambil menutupi bibirnya. Entah mengapa ia merasa sangat memalukan jika Regor mengetahui tentang kejadian tadi.
“Pengadilan hari ini dibatalkan.”
Dengan cepat Adhara menoleh ke arah Regor, menatapnya kaget, “Dibatalkan kenapa?”
“Saya memberitahu Yang Mulia bahwa anda menghilang. Dia memerintahkanku untuk mencarimu sampai ke lubang tikus, dan pergi meninggalkan aula pengadilan tinggi. Tanpa kehadiran Yang Mulia, pengadilan tinggi tak bisa dilanjutkan.”
Wajah Adhara kembali memerah.
Bugh.. bughh..
Adhara tiba-tiba berbalik dan memukuli Regor sekuat yang bisa.
“No..na?” Regor mengerenyitkan matanya bingung.
“Regor bodoh! Bodoh.. Aku membencimu. Mulut ember. Rambut sapu! Kau harusnya menahan mulut embermu itu. Dasar Regor rambut sapu. Aku membencimu,” Adhara hanya bisa melampiaskan seluruh frustasi di dalam kepalanya kepada Regor.
“Maafkan saya, Nona. Saya tidak mengerti,” meskipun Regor berkata begitu, ia tetap membiarkan Adhara memukulinya.
Setelah lelah, Adhara mendudukan dirinya kembali ke rumput. Mau tak mau Regor berlutut untuk menyamakan tingginya dengan Adhara.
“Saya antar pulang?” tanya Regor saat melihat Adhara sudah tenang.
Tetapi ketika melihat wajah Regor lagi, kegeraman Adhara kembali. Ia memukuli Regor lagi. Regor memasang wajah tabah karena menjadi sasak tinju Adhara.
Adhara mendesah frustasi. Bibirnya masih terasa panas, dan jantungnya masih berdegup dengan kencang.
Kenapa Aldebaran menciumnya?
***
Beberapa hari kemudian terjadi kehebohan di istana pengobatan. Kehebohan ini menyebar dari istana pengobatan sampai ke seluruh wilayah kekaisaran. Termasuk kediaman Perdana Menteri.
Dikatakan bahwa seorang tabib dikutuk oleh seekor kucing hitam, dan menderita penyakit kutukan. Namun seorang gadis kecil menghilangkan kutukan itu. Tabib itu perlahan sembuh dan mengatakan ia bermimpi melihat bintang.
Gadis kecil itu seketika menjadi viral. Tabib-tabib menjadi saksi, gadis itu memberikan mantra-mantra penyembuh.
Tidak ada yang tahu maksud mantra-mantra itu. Hanya terdengar kata ‘ramuan obat’ dan ‘air putih’.
Akhirnya orang menganalisisnya dengan hati-hati. Dan muncul kesimpulan bahwa gadis kecil itu memberikan ‘air’ dari dewa yang dapat menjadi ramuan obat dari kutukan itu.
Apalagi gadis kecil itu dibawa oleh Spica yang memiliki penglihatan cenayang. Mereka mulai hiperbolis dalam menyimpulkan sosok seorang Adhara.
Setelah itu, mereka bertanya pada Spica, dan mengetahui bahwa Adhara merupakan anak kedua dari Perdana Menteri Canis. Mendengar status Adhara yang terpandang, rumor tentang ‘kemampuan’ Adhara melonjak.
Muncul seorang tabib yang mengaku membantu kelahiran anak kedua Perdana Menteri Canis. Tabib itu mengaku bahwa saat Adhara akan dilahirkan, ia melihat dua bintang yang sangat besar di langit. Padahal saat itu tengah hujan lebat.
Kemudian Adhara lahir, dan bintang di langit hanya tersisa satu. Tabib itu yakin bintang yang menghilang di langit itu adalah Adhara, sedangkan yang tersisa di langit ialah kembarannya.
Rumor terus berkembang, hingga Adhara dijuluki sebagai ‘kembaran bintang’.
Bintang merupakan lambang yang mulia di Negeri Bintang. Sehingga dengan menyebut seseorang sebagai ‘kembaran bintang’ berarti orang itu dipenuhi dengan kemuliaan.
Seluruh rumor itu membuat Adhara bingung untuk menanggapinya.
Ia baru bertransmigrasi ke tubuh Adhara. Mana tahu dia tentang kelahiran dari pemeran pembantu ini.
Terutama penulis tak pernah menjabarkan tentang Adhara secara detail.
Ia akhirnya bertanya pada Rigel tentang masa kecil Adhara.
Rigel dengan hebohnya membahas betapa lucunya Adhara, mulai dari sekecil timun sampai besar seperti bantal guling.
Mau tak ma, ia harus melabeli Rigel dengan siscon garis keras.
***
Hay semuanya...
Ini author abal dari cerita unik di atas..
Tolong kritik dan saran ya jika ada kesalahan, berhubung ini adalah karya pertamanya author.
Oh ya..
Jangan lupa buat fav bila suka dan tidak mau ketinggalan kalau up-nya. Kalau bermurah hati silahkan vote, biar authornya lebih semangat lagi.. Like-nya jangan pelit ya sodara-sodara...
Adhios...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments
Ayu Sari Murni
q dah baca 2 kali karya kak mira ini tp q masih pingin baca lagi
2024-10-27
0
ikaindra🌺
karya pertama kak mira udah sangat bagus banget aku suka🥰🥰
2024-09-05
0
cahaya mentari pBg
pernah baca ini tp belum sampe tamat 🙈 karena g sengaja keluar aplikasi dan lupa sama judulnya 🤭😆 yeey akhirnya ketemu lagi sama novel favorite aku 🔥✊
2024-05-10
1