Rigel menatap seseorang di sebelah kiri Adhara dengan pandangan kesal. Matanya mendelik pada sosok itu, tetapi sosok itu terlihat membalas tatapan Rigel. Mau tak mau mereka berkomunikasi lewat mata sebentar, lalu menyudahinya setelah mata mereka sakit.
Adhara hanya bisa menggelengkan kepala dengan kelakuan Rigel yang siscon.
Perlakuan semacam ini memang baru untuk Adhara, dan hal itu bukanlah hal yang buruk. Setidaknya perhatian semacam inilah yang tak pernah Adhara rasakan di kehidupan sebelumnya.
“Mengapa serangga ini ada di sini? Adhara, kalau kau mau peliharaan, kakak akan mencarikanmu. Mengangkat makhluk ini jadi peliharaan tak akan ada gunanya,” sindir Rigel.
Adhara menatap horor pada kakaknya. Kenapa kakaknya begitu berani menyebut pengawal pribadi kaisar sebagai peliharaan?
Mau tak mau Adhara menoleh, dan melempar pandangan meminta maaf pada Regor yang tengah menyalakan lilin, berduka.
“Kaisar memerintahkan Regor untuk mengawalku, kakak. Katanya kalau aku mau masuk pengadilan tinggi, aku harus dijaga dengan Regor.”
Brakk.. Rigel bangkit dari duduknya dengan cepat, “Kau masuk pengadilan tinggi?”
“I..ya,” jawab Adhara takut-takut.
Adhara benar-benar lupa memberitahu kakaknya yang langka ini. Adhara mengasihani telinganya yang akan menderita tak lama lagi. Tetapi Adhara hanya mendengar suara Rigel yang duduk kembali.
Apa dia tengah tersedak angin?
Adhara mendengar helaan napas panjang Rigel seolah penderitaannya begitu parah. Melihat keadaan Rigel, Adhara mengira Rigel benar-benar tersedak angin.
Ia hampir menyuruh Shaula untuk mengambilkan air, tetapi perkataan Rigel selanjutnya membuat Adhara tercekat.
“Kau tak pantas berada di pengadilan tinggi, Adhara.”
Rigel menolak untuk menatap mata Adhara, “Segera temui Yang Mulia, dan katakan kalau kau mengundurkan diri.”
“Aku tak mau,” balas Adhara tegas.
Adhara menolak untuk dikatakan tak pantas. Adhara harus melakukan ini demi kesejahteraan hidupnya. Ia tak mau untuk hidup hanya sebagai istri orang. Adhara menolak untuk dinikahkan dengan ‘orang itu’ nantinya.
“Bisakah kau menuruti kata-kataku?” suara Rigel terdengar frustasi.
Adhara menggenggam tangan Rigel untuk menenangkan, “Aku tak apa-apa, Kak.”
Rigel berdecak namun membalas genggaman tangan Adhara.
“Kita lihat saja nanti.”
Regor yang sedari tadi memperhatikan mereka hanya bisa tersenyum kecut. Gadis kecil ini benar-benar berkemauan keras.
Gadis ini membuat orang lain ingin menjaganya, tetapi pada saat yang sama, gadis ini juga membuat orang lain ingin melihatnya terus berkembang.
***
Hari ini Adhara akan masuk ke jajaran pengadilan tinggi.
Adhara harus menahan bibirnya yang terus-terusan membentuk senyuman. Ia merasa bangga saat menyadari ia memiliki pekerjaan yang mapan tanpa harus sekolah tinggi-tinggi.
Ha ha.. Bukankah dia hebat?
Regor telah muncul di depan pintu kediamannya pagi-pagi. Setelah menerima beberapa kata sindiran dari Rigel, Adhara akhirnya menyeret Regor untuk meninggalkan kediamannya. Menyelamatkan telinga Regor dari ocehan maut Rigel.
Adhara perlu datang lebih awal, karena ia harus menemui Kaisar. Ini ialah perjanjian yang dibuat oleh Adhara pada Aldebaran.
Setiap pengadilan tinggi diadakan, Adhara harus datang bersama Aldebaran. Adhara mau tak menerimanya, meskipun bingung.
Dalam perjalanan Adhara ke istana Alnair, kediaman kaisar, ia melihat seorang gadis kecil dengan pakaian hitam tengah berlari dengan panik. Ada apa dengan Spica?
Adhara melirik pada Regor yang berjalan di belakangnya.
Ia ingin menghampiri Spica, namun Regor tak memiliki kepentingan untuk menemaninya menemui seorang teman. Lagipula ini adalah hari pertamanya di pengadilan tinggi. Adhara tak boleh bolos…
Regor juga tak boleh tahu tentang ‘misi menyelamatkan bintang jatuh’ nya bersama Spica. Ia tak bisa menemui Spica jika ia bersama Regor.
Namun Spica bagaimana? Adhara mendadak jadi dilema.
Ia menghela napasnya, dan mengerenyitkan keningnya. Ia mencengkeram lengannya yang sedang dalam proses penyembuhan, bibirnya mengkerut untuk menahan sakit. Adhara pun berhenti berjalan.
Regor yang mengikuti Adhara dari belakang menyadari hal tersebut. Ia dengan cepat menghampiri Adhara yang membungkuk menahan sakit.
“Ada apa, Nona?”
“Lenganku nyeri,” Adhara terlihat makin memucat.
Gadis kecil ini terduduk karena sakit tak tertahankan.
“Saya akan mengantarkan anda ke istana pengobatan,” Regor dengan cepat mengambil tindakan. Terutama ketika ia melihat wajah Adhara yang sangat pucat.
“Ti..dak usah.”
Regor menghela napas mendengar ucapan Adhara. Kaisar saja tak bisa mengatasi gadis ini ketika tengah keras kepala, apalagi dirinya.
“Saya tidak bisa membiarkan anda hadir di pengadilan tinggi dengan sakit begini,” jelas Regor dengan sabar.
“Tolong ambil ramuan obat di kamarku. Minta Shaula untuk menyiapkannya. Aku akan tetap hadir ke pengadilan tinggi.”
“Nona….”
“Regor, aku tak mau mengecewakan harapan Yang Mulia padaku.”
“Tapi, Non…”
“Tak akan ada yang menyerangku di sini. Aku pingsan nihh..” ancam Adhara yang jengkel.
Dengan wajah tak yakin, Regor berlari menuju kediaman Perdana Menteri. Ia melirik Adhara berkali-kali untuk memastikan keadaan Adhara. Regor yang berlari dengan cepat perlahan tak tampak lagi.
Adhara segera berdiri..
Ia memastikan keberadaan Regor, lalu berlari menuju ke arah Spica pergi. Ia harus mengetahui apa yang membuat Spica terlihat panik. Spica nampaknya berlari ke arah istana pengobatan.
Sampai ke istana pengobatan, Adhara mengedarkan pandangannya untuk melihat ke sekelilingnya. Ia merasa kelelahan, dan mengeluh ketika tak melihat Spica.
Ia memutuskan untuk memasuki istana pengobatan, dan akhirnya menemukan Spica.
“Spica,” panggil Adhara pelan.
Mendengar panggilan Adhara, Spica mengalihkan pandangan pada Adhara dengan horor, seolah melihat hantu, “Apa yang kau lakukan di sini?”
Adhara mengusap lengannya bingung. Kenapa ia masuk ke istana pengobatan? Tentu saja karena ia melihat Spica yang berlari dengan panik.
Srett…
Spica dengan cepat menarik tangan Adhara dengan kuat. Membawa Adhara keluar dari istana pengobatan dengan cepat.
“Aku tahu kau suka keliaran sembarangan, tetapi kali ini, kau sudah melanggar batas.”
Adhara menatap Spica dengan bingung. Seingat Adhara tidak ada keributan ini di dalam novel.
Apakah ini karena Spica yang tidak diasingkan?
Ini adalah butterfly effect.
Pada alur sebenarnya, Adhara dan Spica tak pernah bertemu sebelumnya. Spica diasingkan ketika usianya 10 tahun, dan tak pernah didengar lagi kabarnya. Setelah itu, ketika Adhara berusia 18 tahun, ia mulai tinggal bersama keluarga calon suaminya. Sehingga pertemuan antara mereka berdua nyaris tak ada kesempatan.
Sekarang Spica tak diasingkan, dan berteman dengan Adhara. Tindakan kecil ini menghasilkan perubahan yang tak disangka.
“Ada apa, Spica?”
Spica segera menarik Adhara ke arah pipa air yang dibuat dengan bambu. Spica mengambil ramuan berbau herbal dan menggosok tangan Adhara dengan ramuan tersebut. Lalu, tak lama ia membasuh tangan Adhara dengan air tersebut.
Ia kemudian menyuruh Adhara untuk meminum semangkuk ramuan obat. Adhara hanya mengikuti perkataan dengan bingung. Namun lama-lama Adhara semakin jengah. Ia memberontak ketika Spica ingin menyiramnya dengan ramuan lainnya.
“Apa lagi ini, Spica?”
“Ramuan itu akan membuat tubuhmu yang lemah itu tak tertular penyakit,” Spica menggosok ramuan itu ke tangan Adhara.
Adhara nyaris muntah mencium aroma ramuan yang digosokkan Spica ke tangannya. Ia segera menampik tangan Spica pelan.
“Berhenti keras kepala,” bentak Spica.
“Aku bukannya keras kepala. Ini ada apa?”
Spica terus menggosok tangan Adhara yang kurus, “Seorang tabib mengalami bintik-bintik kemerahan di tangannya. Bintik-bintik itu menyebar dan mengembang. Ia mengalami gatal di seluruh bagian tubuh yang dimunculi oleh bintik-bintik kemerahan itu. Tabib itu mengalami lemas selama beberapa hari. Ayahku mengatakan mungkin tabib itu terkena kutukan,” jelas Spica dengan takut.
Bintik-bintik merah?
“Lalu, bagaimana keadaan tabib itu sekarang?”
“Ia demam tinggi, dan mengigau dalam tidurnya. Ia bilang seekor kucing mengutuknya. Tabib itu telah mengambil kucing hitam di jalanan, mungkin kucing itu penyihir.”
Adhara merasa ingin terjatuh mendengar penjelasan Spica.
“Boleh aku melihatnya sebentar?”
Spica memukul lengan Adhara yang terluka pelan. Setelah mendengar suara rintihan dari Adhara ia memaki, “Kau itu jangan menambah sakit lagi. Ini saja belum sembuh.”
“Aku sepertinya tahu ‘kutukan’ itu,” ucap Adhara dengan yakin.
Spica menatap Adhara dengan tak percaya, “Kau tahu siapa penyihir yang menjelma menjadi kucing itu?”
Ini tidak ada hubungannya dengan kucing.
“Aku perlu melihatnya terlebih dahulu. Kau sudah memberikan ramuan penangkalnya. Aku pasti baik-baik saja.”
Spica tahu bahwa Adhara tak akan mati dengan mudah. Namun mengingat bahwa gadis ini cenderung ceroboh, Spica kembali tak yakin.
“Aku hanya akan melihatnya dari kejauhan," Adhara menambahkan lagi.
Mau tak mau Spica mengantarkan Adhara. Namun ia harus mengawasi gadis ceroboh ini dengan teliti sebab tindakan Adhara seringkali tak terduga.
Adhara dibawa ke sebuah ruangan yang penuh dengan aroma herbal. Ada banyak tabib yang berkerumun dan berbisik-bisik.
Ketika mereka sampai, Adhara melihat seorang pria yang masih berusia sekitar 20 tahun tengah berbaring lemah di sebuah kasur.
Mata Adhara terpaku pada kulit pria itu yang dipenuhi oleh bintik-bintik merah yang berair..
Ini kan…….
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments
kthsbth _
ngakak helpp.....
2021-11-08
1
Mamak Supriadi
jgn sampai ada kelapa muda pula obatnya Thor😁😁😁
2021-08-30
2
Asya 021807
daebak👏👏😌
2021-05-31
0