Wajah Aldebaran mengeras. Ia mendongakkan kepalanya untuk membuang kemarahan yang bergolak di hatinya. Ia tak mau melampiaskan kemarahannya pada gadis kecil berkulit pucat yang berada di hadapannya.
Aldebaran berdiri dengan kasar dan berteriak, “Regor.”
Dengan cepat Regor memasuki ruangan, dan berlutut di hadapan Aldebaran. Menunggu titahnya.
“Mulai sekarang kau akan mengawal Adhara kemana pun ia pergi. Jika ia terluka lagi seperti sekarang, kau akan mendapatkan hal yang sama.”
“Baik, Yang Mulia.”
Adhara bahkan tak sempat untuk mengedipkan mata ketika mendengar titah Aldebaran yang egois.
Bagaimana bisa pengawal kepercayaan kaisar, beralih menjadi pengawal seorang putri Perdana Menteri? Dan apa maksud Aldebaran bahwa ia terluka lagi? Bukankah ini hanya serangan perampok?
Adhara mulai bingung dan hanya bisa menangis dalam hati, ketika menyadari logikanya yang nyaris tengkurap.
Aldebaran memberikan isyarat tangan agar Regor keluar lagi. Ruangan itu kembali sunyi.
Adhara bahkan hanya mendengar suara napasnya sendiri, karena itu ia mencoba menahan napasnya agar ia tak menimbulkan keributan. Tetapi ketika ia merasa sesak, mau tak mau ia menghembuskan napasnya dengan serakah.
Lalu mereka harus membicarakan apa lagi?
“Y…ang Mulia.”
Aldebaran tak menjawab, dan hanya menoleh pada Adhara yang terlihat ketakutan.
“Bukankah Regor adalah pengawal pribadi Yang Mulia. Hamba merasa bersalah jika Regor tak melayani Yang Mulia.”
“Aku tak perduli pada Regor. Dia yang mengikutiku terus itu mengganggu.”
Adhara mengasihani Regor yang tak dianggap. Mungkin Regor akan menangis jika mendengar pernyataan kaisar.
“Bukankah Regor itu bayangan Yang Mulia sendiri?”
Dikatakan bahwa semenjak kaisar berusia 10 tahun ia telah memiliki seorang bayangan. Seseorang yang mengabdi padanya, menjadi bayangan yang menakutkan dan melakukan pekerjaan kotor yang berkaitan dengan kekaisaran.
Jika kaisar bertindak sebagai penguasa dan mengatasi yang terlihat. Maka bayangannya akan melakukan tugas di bawah cahaya, menyelesaikan persoalan yang tak pernah disadari oleh siapa pun, kecuali kaisar.
Rumor mengatakan bahwa ‘bayangan’ inilah yang membunuh ibu kaisar dengan titah Aldebaran. Kaisar sebelumnya, Sirius tak akan pernah bisa mengatasi hal tersebut karena yang membunuh adalah bayangan.
Eksistensinya tak ada.
Meskipun begitu, kaisar juga tak bisa melawan Aldebaran karena puteranya itu sudah sangat melebihi dirinya sendiri. Setelah Sirius wafat karena usia, Aldebaran telah melampaui batas ‘pantas’ menjadi Kaisar Negeri Bintang.
“Regor bukan bayanganku.”
Tentu saja, pikir Adhara.
Jika Regor adalah bayangan, maka dia tak akan muncul di permukaan. Lagipula mana mungkin ciri ‘bayangan’ yang menakutkan itu dipenuhi oleh Regor yang konyol.
Adhara memutuskan untuk tak mengorek lebih lanjut mengenai ‘bayangan’ ini. Mana mungkin Aldebaran akan memberitahunya….
Adhara merasa sangat lelah hari ini. Ia merindukan kasurnya yang nyaman.
“Kau akan memasuki pengadilan tinggi dua hari lagi. Kau tak perlu bertindak secara aktif. Jika kau merasa ada sesuatu yang menganggumu, kau harus mengatakannya kepadaku terlebih dahulu,” ucap Aldebaran yang duduk kembali di hadapan Adhara.
Baru saja Adhara akan menjawab, Aldebaran sudah memotong pembicaraannya, “Bahkan pada Perdana Menteri dan Pejabat Rigel.”
Adhara langsung bungkam.
Aldebaran meraih cangkir teh di atas meja dan meminumnya dengan cepat. Adhara menatap Aldebaran dengan takut.
“Tak hangat lagi.”
Bukankah itu?
Adhara melirik Aldebaran dengan takut-takut.
Itu adalah cangkir teh yang sudah lama disediakan oleh kasim. Itu adalah cangkir teh milik Adhara. Buruknya lagi, ia sudah meminumnya sedikit.
Ia akan mati sebentar lagi.
Bagaimana mungkin seorang kaisar meminum di cangkir bekas orang lain?
Ini juga salah Aldebaran yang bertindak sangat cepat. Sudah tahu ada orang lain di ruangan ini, pasti cangkir itu sudah punya pemilik. Tangan Adhara bergetar.
“Itu.. teh itu sudah disediakan lama,” ucap Adhara pasrah.
Alis Aldebaran mengerenyit tak mengerti.
“Itu adalah cangkir teh milik hamba, Yang Mulia.”
Hening…
Dengan cepat Adhara bersujud di hadapan Aldebaran, namun lagi-lagi lukanya menjadi korban dari gerakannya sendiri.
“Akhh..” teriak Adhara tanpa sadar.
Brakk..
“Apa yang terjadi, Nona Canis?” Regor mendobrak pintu ruangan dengan tergesa-gesa.
Regor yang beralih profesi menjadi pengawal Adhara, tentu saja harus selalu sigap menjaga Adhara. Tetapi pemandangan di depannya membuat Regor menjadi malu.
Aldebaran tengah 'memeluk' Adhara, dan Adhara yang terlihat tersengal-sengal. Belum lagi dengan pipi Adhara yang pucat tampak bersemu dan nyaris terbakar.
Apa ia sudah menghancurkan momen penting?
Wajah Aldebaran menghitam. Ia melepaskan tangannya yang mencengkeram bahu Adhara.
“Regor.”
Adhara dan Regor menatap horor pada Aldebaran yang telah jengkel ke ubun-ubun.
“Pergi berdiri di depan istana Alnair. Tangkap nyamuk sebanyak-banyaknya dan jangan berani masuk sampai aku memberi perintah untuk masuk.”
Regor benar-benar menangis kali ini.
***
Adhara memasuki kamarnya dengan diam-diam. Ternyata hari sudah malam, dan Rigel juga belum pulang. Ini kabar baik untuk Adhara. Ia juga tak melihat Capella, mungkin saja Capella tengah bertemu dengan Sargas.
Ia harusnya mengikuti mereka berdua. Namun ia juga harus menemui kaisar. Pilihan ini terasa sulit. Mungkin belum rezeki Adhara untuk mempergoki Capella bersama Sargas.
Tak lama Shaula masuk ke kamar Adhara dengan wajah kusut. Adhara mendadak gugup, Shaula akan mengomelinya.
Tetapi, Shaula hanya meletakkan sebuah piring berisi benda misterius di hadapan Adhara.
“Saya sudah berusaha membuat ini dengan baik. Sebelumnya saya memang gagal tetapi ini adalah percobaan terbaik saya.”
Adhara menatap horor pada ‘makanan’ di hadapannya. Ini yang disebut percobaan terbaik? Kenapa warnanya hitam begitu?
“Letakkan saja di sana. Aku tiba-tiba merasa kenyang. Aku akan memakannya nanti,” Adhara menunjuk meja di samping ranjangnya.
Adhara membaringkan tubuhnya di ranjang. Ia membiarkan Shaula menyelimuti tubuhnya. Tak lama, ia tertidur dan bermimpi.
Ia bermimpi melihat seseorang memperhatikannya dari sudut ruangan. Menatapnya seolah dirinya akan hilang,
jika orang itu tak memperhatikannya.
Hal ini tentu saja mengerikan. Namun Adhara tak merasakan ketakutan apapun…
Rambut Adhara diusap dengan pelan, kemudian terdengar suara bisikan hangat di telinganya, “Selamat tidur, Adhara.”
Saat itulah Adhara langsung tersentak dari tidurnya. Ia memperhatikan seluruh ruangannya dengan panik.
Setelah itu, ia mendesah lega saat menyadari tak ada siapa pun di ruangan ini selain dirinya.
Adhara kembali berbaring dengan pelan karena takut mengenai lukanya. Adhara masih bisa merasakan hembusan napas hangat menyapa telinganya. Ia menyentuh pipinya yang terasa memanas.
Mungkin Adhara terlalu lelah….
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments
ikaindra🌺
siapakah dia??apakah kaisar🤔🤔
2024-09-05
0
annfypink🍒
Aku ulang lagi lohh kaka
2023-05-04
0
~Anyelir~
hukuman yang menginspirasi
2022-06-16
0