Adhara terduduk lemas dengan menyedihkan.
Bersyukur bagaimana kepalanya masih bersatu dengan tubuh. Adhara meraba-raba lehernya untuk memastikan bahwa bagian itu masih tersambung dengan baik.
Entah mengapa kaisar memberikannya toleransi sebesar itu. Ia telah dengan lancang menyanggah pemikiran kaisar terdahulu, juga berdebat dengan pejabat tinggi yang terhormat.
Bukankah ia sangat beruntung?
“Adhara,” Rigel menghampiri Adhara yang masih bersimpuh di aula pengadilan tinggi. Memberi kekuatan pada adiknya.
Adhara menyadari bahwa aula pengadilan tinggi nyaris kosong. Hanya tersisa beberapa orang, termasuk pejabat Auriga yang menatapnya dengan sengit.
“Bagaimana bocah kecil ini begitu berani?” keluh Rigel pada kinerja mulut Adhara yang lebih cepat dibanding otak.
“Aku hebat kan?” Adhara yang merasa terbebas dari maut mulai sombong.
Rigel terkekeh. Raut wajah kusutnya perlahan terurai. Ia tak tahu lagi bagaimana ia harus berbuat jika kaisar tidak mentoleransi kelancangan Adhara.
Bagaimana caranya dia mengatasi adiknya yang sangat cerdas ini?
“Aku tak menyangka Adhara begitu berani,” suara Sargas yang menjengkelkan terdengar.
“Terima kasih, Tuan Auriga,” Adhara berusaha menjawab sesopan mungkin.
“Kau bisa memanggilku Sargas.”
“Bagaimana saya begitu tidak sopan,” ucap Adhara dengan senyum palsunya.
Rigel membantu Adhara bangkit dari duduknya. Ia berlutut sebentar untuk merapikan ujung gaun Adhara yang agak kusut.
Adhara sudah terbiasa diurus oleh Rigel. Ia membiarkan Rigel merapikan gaunnya. Mengabaikan Sargas yang memperhatikan Adhara dengan lekat.
“Saya meminta maaf jika adik saya menyinggung dan menyeret anda dalam masalah, Tuan Auriga,” singkatnya, jangan sok akrab dengan adikku, buaya!
Rigel yang sudah selesai dengan gaun Adhara menatap sengit pada Sargas.
“Aku tak masalah jika itu membantu Adhara,” jawab Sargas sambil tersenyum manis.
Adhara yang ingin mencela tindakan Sargas segera dihentikan oleh Rigel.
“Terima kasih atas kemurahan hati tuan Auriga. Saya akan membawa adik saya kembali ke kediaman kami.” Singkatnya, enyah kau dari hadapanku!
“Sampai jumpa lagi, Adhara,” Sargas melambaikan tangannya pada Adhara.
Rigel membalikkan tubuh Adhara agar tak melihat Sargas. Lalu, menarik tangan Adhara untuk keluar dari aula pengadilan tinggi. Mengabaikan Sargas yang tengah terkekeh pelan melihat tingkah mereka.
***
Esoknya Adhara bangun pagi dengan pikiran melayang-layang. Ia nyaris tak bisa tertidur, ia baru bisa terlelap setelah merendam kepalanya dengan air hangat beberapa kali.
Jika bukan demi ketentraman hidupnya, ia akan memilih untuk bersembunyi di kamar dan tak bertemu kaisar lagi. Tetapi, dia harus bertahan dari seleksi alam ini.
Baru saja Shaula membantunya mandi dan bersiap-siap, Rigel mengatakan bahwa seseorang gadis kecil dengan pakaian serba hitam bertamu. Adhara dengan cepat menuju ke ruang tamu. Spica yang anti sosial tak mungkin mengunjunginya jika tak ada hal yang penting.
“Spica,” Adhara berlari menuju gadis yang baru saja mengangkat cangkir untuk meminum tehnya.
Spica dengan kecewa meletakkan cangkirnya kembali, Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”
Tuh kan..
“Ayo.”
Adhara menarik tangan Spica menuju kamarnya. Spica hanya bisa menatap sedih pada cangkir tehnya yang belum tersentuh.
Adhara meminta Shaula untuk jangan mendekat ke kamarnya sejauh 5 meter.
Adhara menatap Spica dengan serius,“Apa kau melihat kilasan-kilasan lagi?”
Spica menatap Adhara dengan heran, “Tidak.”
Adhara merasa ingin pingsan.
“Lalu apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Adhara lemas.
“Kau berhutang padaku. Aku menemanimu ke pusat kota.”
“Oh itu. Terima kasih,” ucap Adhara. Ia bukan orang yang tak tahu berterima kasih pada orang lain.
Spica melempar gulungan kertas pada Adhara. Mau tak mau Adhara membukanya dan membaca tulisan yang ada di gulungan.
Semenjak berada di dunia ini, Adhara menyadari ia bisa membaca tulisan kuno itu. Bahkan, Adhara dapat memahami kata-katanya dengan baik, walaupun ia sendiri bingung dari mana asal pengetahuannya ini.
“Ini apa? Daftar belanja?” tanya Adhara bingung.
“Ayahku memintaku untuk mencari tumbuhan-tumbuhan itu di pasar. Bibi yang biasa mencarinya sedang sakit. Karena kau punya hutang padaku, kau perlu membayarnya dengan menemaniku ke pasar hari ini,” jelas Spica.
Intinya bocah baru puber ini memintanya untuk menemani kan?
“Oke.”
Wajah Spica tak terbaca, “Kau tak merasa terganggu?”
Adhara menggelengkan kepalanya bingung.
Spica berdehem tiba-tiba, “Baiklah jika kau mau.”
***
“Lelahnya….”
Adhara membaringkan diri di kasur. Rasanya melelahkan berkeliling bersama Spica. Meski membawa daftar belanja, tetapi Spica juga kurang mengetahui letak toko tumbuhan obat.
Mereka harus kesana kemari, bertanya pada orang dan sebagainya untuk menemukan toko tumbuhan obat. Lalu, ada beberapa tumbuhan obat yang langka. Jadi, mereka harus turun naik toko tumbuhan untuk mencari.
Pada akhirnya, Adhara dan Spica bisa menemukan semua yang ada di daftar obat ketika matahari hampir tenggelam.
Baru saja Adhara nyaris terlelap, ia merasakan guncangan lembut di bahunya. Ia memilih untuk mengabaikannya. Mungkin Shaula yang memintanya untuk mandi terlebih dahulu.
“Adhara, bangun,” suara Capella mencapai telinganya.
Adhara membuka mata matanya sebelah.
Menatap Capella yang membangunkannya dengan kesal, “Kenapa?”
“Seorang pengawal menjemputmu,” wajah Capella terlihat takut-takut.
Adhara mendecak dengan kesal ketika mengetahui bahwa ia tak akan bisa tidur sekarang. Ia mendudukkan tubuhnya dengan malas.
“Yang Mulia ingin bertemu denganmu.”
Seember es mengguyur kepala Adhara. Ia tak salah dengar kan?
“Yang Mulia apa?” mendadak otak Adhara agak oleng.
“Yang Mulia Aldebaran, Kaisar Negeri Bintang ingin berbicara denganmu.”
Dagu Adhara terjatuh.
"Adhara, cepat bersiap!" perintah Capella.
Ia dengan cepat menuju kamar mandi. Untungnya, Shaula sudah mempersiapkan semuanya. Bahkan, gaun Adhara sudah terlipat rapi di ujung kasurnya.
Setelah beberapa menit bersiap-siap dengan gesit, Adhara buru-buru turun ke ruang tamu. Di sana ia melihat seorang pengawal pribadi Aldebaran tengah duduk di bangku.
Melihat Adhara, pengawal itu berdiri untuk menyambutnya.
“Maaf mengganggu waktunya, Nona Canis. Saya menjemput anda untuk menemui Yang Mulia. Anda bisa memanggil saya Regor.”
Adhara menatap Regor dengan takut-takut, “Menemui dimana?”
Dia bukan mau dipenjara kan? Lagipula mengapa ia harus menemui kaisar di malam hari? Adhara mendadak was-was.
Jangan-jangan ia akan digiring ke penjara diam-diam. Adhara mengeluh saat menyadari Rigel dan Perdana Menteri yang belum pulang.
“Di istana Alnair.”
Istana Alnair adalah istana kediaman kaisar Negeri Bintang. Hanya sedikit orang yang bisa memasuki istana Alnair. Bahkan dalam novel, Capella pun belum pernah diundang ke kediaman kaisar. Capella hanya dikurung dalam istana Mirfak, kediaman permaisuri dan para selir.
Ah.. Jangan-jangan..
“Apa Yang Mulia akan membunuhku?” tanya Adhara dengan wajah pucat.
Regor tersenyum geli ketika melihat ekspresi Adhara. Sulit dibayangkan jika gadis kecil ini adalah orang yang sama dengan gadis kecil yang berbicara lancang di pengadilan tinggi kemarin.
“Saya tidak tahu, Nona. Saya hanya diminta untuk memanggil anda.”
Adhara mau tak mau mengikuti Regor menuju istana Alnair. Sepanjang perjalanan Adhara menatap istana Alnair yang tandus.
Berbeda dengan istana lainnya yang biasanya dipenuhi dengan tanaman hijau dan juga bunga, halaman istana Alnair hanya lahan kosong. Hanya ada beberapa patung batu menghiasi istana Alnair.
Bukankah tempat ini sangat mencekam?
Kuburan di dekat rumahnya dulu saja lebih terlihat ‘hidup’ dibandingkan dengan tempat ini. Aura di istana ini sangat mirip dengan bangunan kuno yang biasa ia lihat di buku sejarah. Mencekam dan seolah mengandung mistis.
Adhara tak akan pernah sanggup tinggal di istana seperti ini.
“Yang Mulia, Nona Adhara Canis sudah datang,” suara Regor membangunkan Adhara dari observasinya.
“Masuk.”
Suara dingin itu langsung membuat bibir Adhara bergetar. Ia menggigit bibir bawahnya untuk mencegah getaran itu terlihat.
Adhara mengikuti Regor yang masuk ke ruang baca Aldebaran. Pandangannya langsung terpusat pada tumpukan kertas di atas meja. Ia juga memperhatikan rak kayu yang ada di sudut ruangan. Tidak ada sesuatu yang menghibur di ruangan ini.
Hanya laporan-laporan kekaisaran dan buku-buku penting kekaisaran. Belum lagi ruang baca ini didominasi dengan warna abu-abu, serta lembaran kertas yang menguning.
Ruangan ini sangat mengerikan.
Bagaimana kaisar bisa berada di ruangan ini dalam waktu yang lama?
“Silahkan duduk, Adhara Canis,” Aldebaran memperhatikan Adhara yang masih tercengang.
Dengan cepat Adhara memberikan penghormatan, “Keberkahan menyertai Kaisar Negeri Bintang.”
Aldebaran meletakan kuasnya dan fokus menatap Adhara, “Kau takut?”
Tentu saja takut.
“Hamba menjawab, tidak, Yang Mulia. Hamba menghormati Yang Mulia,” jawab Adhara dengan wajah rubahnya.
“Kau terlihat tak gentar berada di pengadilan tinggi, tetapi kau terlihat ragu-ragu sekarang.”
“Kemarin hamba hanya memberanikan diri.”
Aldebaran mendadak geli mendengar jawaban Adhara. Makhluk mungil ini menatap tegas pada siapapun yang membantahnya di aula pengadilan tinggi, tetapi di depan Aldebaran sekarang ia tampak seperti kucing tertindas.
“Kau tahu mengapa aku memanggilmu?”
“Karena pendapat hamba di pengadilan tinggi, Yang Mulia.”
Aldebaran menerima gulungan kertas dari Regor. Ia menyerahkannya pada Adhara.
“Itu adalah kebijakan baru yang dibuat berdasarkan pendapatmu.”
Adhara mengangkat kepalanya. Matanya langsung berhadapan dengan mata Aldebaran yang sejak tadi memang tengah memandangnya. Dengan cepat, Adhara membuka gulungan tersebut dan kebijakan yang ia ajukan tertulis di sana. Padahal baru satu hari setelah pengadilan tinggi untuk membicarakan kebijakan ini.
“Aku menugaskan Sargas Auriga untuk mengatur ini.”
Wajah Adhara mengkerut. Jika Sargas yang mengatur ini maka peluang untuk melakukan pemberontakan masih terbuka. Ia harus melakukan sesuatu untuk mencegah Sargas terlibat dalam kebijakan ini.
“Hamba meminta maaf atas kelancangan hamba. Apakah penugasan Tuan Auriga tidak bisa diubah?” Adhara menundukan kepalanya, untuk memberikan banyak kesopanan pada tindakannya.
“Bukankah kau menggunakan Sargas Auriga sebagai contoh? Sargas Auriga bisa menjadi teladan yang baik.”
Aldebaran memperhatikan ekspresi tak puas yang nampak dari wajah Adhara.
“Aku akan mendengarkan saranmu,” putus Aldebaran untuk menghilangkan ekspresi tak senang Adhara. Entah mengapa ia tak suka melihat makhluk kecil ini tak bahagia.
“Bukannya hamba meragukan tuan Auriga sebagai teladan. Tuan Auriga berasal dari kalangan bawah yang menjadi bangsawan. Bukankah tidak mungkin jika tuan Auriga lebih condong ke kalangan bawah nantinya?”
Meskipun Sargas masih terlibat dalam kebijakan ini, tetapi ia tak akan leluasa untuk memberontak melalui jalan ini.
“Aku akan mendengarkan saranmu.”
Regor yang berdiri di belakang Aldebaran, mendelik tak percaya.
Bagaimana bisa kaisar yang dingin ini memberi banyak toleransi?
Menyetujui kebijakan ini berarti kaisar juga ikut meragukan sistem kekaisaran terdahulu. Bukankah hal ini bisa menimbulkan perdebatan di antara pejabat tinggi?
Tetapi Aldebaran dengan cepat menyetujui kebijakan ini. Dan sekarang bahkan ia mengubah lagi keputusannya dengan cepat, hanya karena melihat wajah cemberut Adhara Canis ini.
Regor mulai mempertanyakan batasan Aldebaran untuk gadis kecil ini.
Adhara yang senang langsung memberi tanda penghormatan kepada Aldebaran, “Terima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia.”
“Atas partisipasi hebatmu kemarin di pengadilan tinggi, aku ingin tahu apa tujuanmu. Kau pasti tak akan bertindak berani jika kau hanya ingin pendapatmu di dengar.”
Tentu saja.
Tak banyak orang yang mau mengumpankan dirinya sendiri untuk menangkap singa. Adhara ingin terlibat dalam kekaisaran. Selain agar ia punya wewenang, ia juga ingin kesejahteraan hidupnya nanti.
“Sebelumnya hamba meminta maaf jika hamba sedikit lancang. Namun hamba yakin Yang Mulia tak suka kata-kata dusta,” Adhara terlihat ragu.
Aldebaran segera memberikan isyarat agar Adhara melanjutkan perkataannya.
“Hamba ingin ikut serta dalam dewan pengadilan tinggi.”
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 344 Episodes
Comments
Malana Griselda
regor? kangen, yaampun
2025-02-08
0
Ima Rohimah
wahai kaisar pertanda apa kah ini
2023-05-11
0
Erlin Pramudyas
pemeran pembantu jadi pemeran utama ini mah 😁
2022-03-29
1