Aku sudah berbohong pada Nayra, agar dia mau menerimaku tapi ternyata Nayra tetap menolakku. Nayra, apa yang harus aku lakukan agar kamu mau menikah denganku?
Arfi merasa sedih.
Arfi kembali kerumahnya dengan hati yang kecewa dan sedih, sampai dirumah ia melihat Renata sudah tidur.
"Bahkan setelah aku bertengkar dengan Renata, kita belum sempat bicara lagi." Arfi menghela nafas.
Renata maaf, aku tidak bisa mengendalikan hatiku. aku mencintai Nayra, aku juga tidak tahu. Bagaimana perasaanku padamu sekarang? Arfi duduk disamping Renata.
Renata tidur membelakangi Arfi. Arfi kemudian membaringkan tubuhnya disebelah Renata, satu tangan Arfi memeluk pinggang Renata.
"Arfi, aku cape. tolong jangan ganggu aku." Renata terbangun dari tidurnya, ia menurunkan tangan Arfi dari pinggangnya.
Renata lalu menutupi tubuhnya dengan selimut.
Lagi lagi dia menolakku. Arfi merasa kecewa.
Arfi memejamkan matanya, bayangan wajah Nayra tiba tiba muncul dibenaknya.
Nayra, seandainya saja dulu aku mempertahankan hubungan kita. mungkin sekarang kamu lah yang menjadi istriku. Batin Arfi.
Arfi bangun dari tidurnya ketika jam menunjukan pukul tujuh pagi, Arfi melihat Renata sudah berpakaian rapi.
"Renata, apa kamu bisa mengantar Kevin kesekolah?" Arfi turun dari tempat tidurnya, ia ingin segera mandi.
"Kamu tidak lihat? aku mau pergi kerja, biasanya Kevin diantar supir." Renata menyisir rambutnya sambil bercermin.
"Supir kita sedang pulang kampung, ia tidak bekerja selama beberapa hari." Arfi menjelaskan pada Renata.
"Kenapa aku tidak tahu?"
"Kamu memang tidak tahu apa apa Renata, yang kamu tahu hanya bekerja dan bekerja." Arfi meninggalkan Renata ia berjalan kekamar mandi.
"Renata, jangan salahkan aku jika aku bertemu lagi dengan Nayra." Arfi bicara sendiri didalam kamar mandi.
"Kenapa dia selalu marah, bukankah seharusnya dia senang mempunyai istri yang bisa mencari uang sendiri." Renata keluar dari kamarnya.
...*******...
Nayra sudah sampai disekolah, Nayra sengaja berangkat lebih pagi agar ia tidak bertemu Arfi. Nayra baru ingin memasuki pintu gerbang sekolah saat ia mendengar seseorang memanggil namanya.
"Bu Nayra!" Kevin memanggil Nayra.
"Kevin." Nayra menengok kebelakang
Nayra ingin menghampiri Kevin tapi ia mengurungkan niatnya karena saat itu ia melihat Arfi keluar dari mobilnya.
Kenapa dia tidak langsung pergi? seharusnya tadi aku berangkat lebih pagi.
Nayra menatap Arfi, Kebetulan Arfi juga sedang menatap Nayra. mereka berdua akhirnya saling berpandangan, Nayra mengalihkan pandangannya ia melihat kearah Kevin.
"Kevin kamu sudah datang?" Nayra tersenyum manis.
"Iya bu." Kevin memegang tangan Nayra.
"Kevin, kamu masuk dulu. papa mau bicara dengan bu Nayra.
Kevin menuruti keinginan Arfi, ia segera masuk kedalam sekolah. Melihat Kevin pergi, Nayra buru buru ingin pergi meninggalkan Arfi tapi Arfi lebih dulu memegang lengannya.
"Sayang, aku mau bicara." Arfi berusaha menahan kepergian Nayra.
"Pak Arfi jangan panggil aku sayang karena aku bukan sayangmu dan aku ingatkan lagi, aku tidak mau bicara denganmu."
Nayra sebenarnya sangat senang bertemu Arfi tapi ia pura pura kesal. Nayra sudah terlanjur menolak Arfi, Nayra malu jika ia menunjukan rasa senangnya.
"Kenapa kamu tidak ingin bicara denganku?" Tanya Arfi dengan wajah sedih.
"Karena tidak ada lagi yang perlu bicarakan."
Nayra menurunkan tangan Arfi dari lengannya tapi Arfi menarik tangan Nayra hingga Nayra jatuh kedalam pelukannya.
"Arfi lepaskan aku." Nayra mencoba melepaskan pelukan Arfi.
"Aku tidak mau." Arfi menolak.
"Arfi, lepas! malu dilihat orang." Nayra memohon.
"Buat apa malu? biar saja semua orang lihat." Arfi mempererat pelukannya.
"Arfi."
Suara seseorang membuat Arfi mengalihkan pandangan matanya, ia buru buru melepaskan pelukannya pada Nayra karena yang memanggilnya adalah Renata. Renata lalu menghampiri Arfi dan Nayra.
"Renata, sedang apa kamu disini?"
"Apa aku tidak boleh datang kesekolah anakku?" Renata menatap sinis pada Nayra
"Renata, bukan itu maksudku. kamu bilang kamu mau kerja."
"Aku ada meeting di cafe dekat sini, jadi aku sekalian mampir kesekolah Kevin. aku tidak menyangka yang aku lihat bukan Kevin anakku, tapi suamiku yang sedang memeluk perempuan lain." Mata Renata mulai berair.
"Istri? jadi kalian belum bercerai? tanpa sadar Nayra menanyakan sesuatu yang pribadi.
"Maksud kamu apa? kamu mau aku cerai, supaya kamu bisa menikah dengan suami aku. kamu mau jadi pelakor?" Renata kelihatan sangat kesal
"Ibu Renata, ibu jangan salah paham. selama saya mengajar disekolah ini. saya tidak pernah melihat ibu datang kesekolah ini, jadi maaf kalau saya mengira papanya Kevin dan ibu sudah berpisah." Nayra alasan.
"lalu, Kenapa kamu dan suamiku berpelukan? Renata sakit hati karena merasa dihianati.
"Aku.." Nayra menjadi gugub, ia tidak tahu harus menjawab apa.
"Sayang, tolong jangan bicara sembarangan.bu Nayra itu bukan pelakor." Arfi membela Nayra.
"Kamu membela dia?".Renata bertambah kesal.
"Aku cuma tidak mau kamu menuduh orang. Tadi itu bu Nayra hampir terjatuh, aku cuma mau menolong bu Nayra." Arfi bohong.
"Dengan cara memeluknya?" Renata tidak percaya.
"Aku memegangi bu Nayra, tapi karena bu Nayra ingin jatuh aku terpaksa memeluknya." Arfi kembali berbohong untuk meyakinkan Renata.
Arfi, dia berbohong, jelas jelas tadi dia sengaja memelukku. itu artinya dia belum bercerai dengan Renata dan itu artinya dia sudah membohongi aku.
Nayra sangat sedih. Nayra ingin menangis tapi karena sedang berada ditempat umum, ia berusaha menahan air matanya.
"Bu Renata, saya ini sudah punya suami jadi tolong jangan menuduh saya macam macam karena saya sama sekali tidak tertarik dengan suami ibu." Nayra membantah tuduhan Renata.
"Kamu yakin, tapi banyak perempuan yang tertarik dengan suami saya bahkan mereka sampai rela menjadi pelakor." Ucapan Renata seakan akan menyindir Nayra, Nayra menjadi sedih wajahnya berubah menjadi suram.
"Sayangnya saya bukan perempuan yang ibu maksud, karena bagi saya lelaki terbaik hanya suami saya. meskipun suami saya tidak sehebat suami ibu, tapi suami saya orang yang jujur." Balas Nayra.
"Maksud kamu suami saya pembohong?" Renata merasa kata kata Nayra ditunjukan untuk Arfi suaminya.
"Mana saya tahu! Saya tidak akrab dengan suami ibu. maaf saya harus bekerja, saya tidak ada waktu untuk melihat drama rumah tangga kalian." Nayra kemudian pergi meninggalkan Renata dan Arfi.
"Arfi lihat, Nayra itu sangat tidak sopan. dengan sikapnya yang seperti itu, dia tidak pantas menjadi guru." Renata marah marah.
"Aku juga harus pergi bekerja." Arfi tidak ingin mendengarkan amarah Renata. sama seperti Nayra, ia memilih untuk pergi.
Kenapa sikap mereka bisa sama? akhir akhir ini aku perhatikan Arfi sering datang kesekolah Kevin. apa benar itu karena Nayra? Aku harus cari tahu, ada hubungan apa mereka? Renata mengapus air mata yang tiba tiba jatuh dipipinya.
Waktu untuk murid muridnya mulai belajar, masih kurang sepuluh menit lagi. Nayra memilih masuk kedalam ruangannya lalu ia mengunci pintu.
"Arfi, kenapa kamu tega membohongi aku? Kamu yang menyentuh aku lebih dulu, sehingga membuat aku merasa kita punya perasaan yang sama." Nayra menangis.
"Ini benar benar memalukan bisa bisanya aku membiarkan Arfi menyentuhku, aku hampir saja jadi pelakor. untunglah aku menolak lamaran Arfi. kalau tidak, mau ditaruh dimana mukaku?" Nayra masih menangis.
Nayra menghapus air matanya, ia mengambil cermin dari tasnya. air mata membuat make up tipis Nayra luntur.
Nayra kembali merias wajahnya. meskipun Nayra selalu menggunakan make up tipis, tapi setidaknya makeup itu bisa menutupi mata Nayra yang saat itu sebab karena habis menangis.
Nayra membuka pintu, ia terkejut melihat Arfi sedang berdiri didepan pintu. belum hilang rasa terkejutnya Arfi tiba tiba mendorong Nayra masuk kembali keruangannya, Arfi juga menutup dan mengunci ruangan itu.
Tubuh bagian belakang Nayra menempel tepat didinding, sementara Arfi berdiri dihadapan Nayra sambil memegang bahu Nayra.
Aku ini benar benar bodoh, kenapa aku senang Arfi datang keruanganku?
"Arfi, kamu mau apa?" Nayra berlaga marah.
"Dari tadi aku sudah bilang, aku mau bicara dengan mu." Arfi menatap Nayra dengan lembut, matanya memancarkan rasa cinta yang ada didalam hatinya.
"Aku juga sudah bilang, aku tidak mau." Nayra melihat kearah lain, ia tidak ingin menatap mata Arfi. Nayra takut hatinya akan luluh.
"Nay, tatap mata aku. aku sedang bicara denganmu." Arfi memegang dagu Nayra.
"Apa lagi yang mau kamu bicarakan?"
Seperti tersengat aliran listrik, tubuh Nayra sedikit gemetar saat Arfi menyentuh bagian wajahnya dan lagi lagi Nayra menuruti keinginan Arfi, Nayra menatap mata Arfi.
"Nay, aku..kangen." Arfi tiba tiba mencium bibir Nayra.
Nayra sempat terbuai dan ingin memejamkan mata tetapi ia teringat kata kata menyakitkan Renata.
Apa kamu mau jadi pelakor?
kata kata itu terngiang ngiang ditelinganya, Nayra mendorong dada Arfi.
Plak..
Nayra juga menampar pipi Arfi.
"Nay, kenapa kamu menamparku?" Arfi memegang pipinya yang merah karena tamparan Nayra.
"Karena kamu sudah berbuat yang tidak pantas. Arfi, aku tidak mau jadi pelakor. jadi tolong, tolong jangan dekati aku dan jangan sentuh aku lagi." Nayra seperti ingin menangis.
"Nay, kamu jangan merendahkan diri kamu sendiri. kamu bukan pelakor, kamu adalah perempuan yang aku cintai " Arfi memeluk Nayra.
"Arfi, aku harus mengajar." Nayra kembali mendorong dada Arfi hingga pelukannya terlepas.
"Tapi aku ingin kamu tetap disini." Arfi mencium lagi bibir Nayra.
Nayra berusaha memberontak, ia memukul mukul dada Arfi. Arfi tidak memperdulikan dadanya yang sakit karena dipukul Nayra, ia tetap mencium bibir Nayra.
Pertahanan Nayra akhirnya runtuh, ia berhenti memukul dada Arfi dan saat itu Arfi juga berhenti mencium Nayra, entah mengapa Nayra merasa kecewa padahal sejak tadi ia yang menolak Arfi.
Aku ini kenapa? apa benar yang dikatakan Arfi? bibir Arfi sudah membuat aku kecanduan? Nayra memegang bibirnya.
"Kenapa?"
"kurang?"
"Mau lagi?" Pertanyaan pertanyaan Arfi membuat Nayra sangat malu.
Arfi duduk disofa tanpa meminta persetujuan Nayra, ia menarik tangan Nayra sampai Nayra jatuh terduduk dipangkuannya.
Jarak wajah mereka sangat dekat, membuat Arfi dengan mudah mencium kembali bibir Nayra.
"Arfi, jangan lakukan ini." Lagi lagi Nayra mendorong dada Arfi.
"Kenapa sayang? bukankah kamu juga menginginkannya?" Arfi terus mencium bibir Nayra.
Nayra membalas ciuman Arfi dan tidak tahu sejak kapan kemeja Nayra sudah terlepas dan berada dibawah lantai, Arfi ingin membuka pengait bra yang Nayra pakai tetapi tiba tiba.
Tok..tok...tok...
Terdengar suara pintu diketuk.
"Menggangu saja!" Arfi merdecak kesal.
"Arfi, bagaimana ini? ada yang datang. kamu sebaiknya sembunyi." Nayra terlihat panik, ia buru buru mengambil kemejanya lalu memakainya.
"Tidak mau." Arfi menolak
"Arfi kamu bisa merusak nama baikku, cepatlah sembunyi." Nayra memohon.
"Oke, aku sembunyi dengan satu syarat." Arfi tersenyum licik.
"Syarat? syaratnya apa?"
"Apa ya?" Arfi kelihatan sedang berpikir.
"Arfi, sudah tidak ada waktu lagi, kamu pikirkan saja sambil sembunyi." Nayra menarik tangan Arfi berjalan sampai kedepan lemari.
"Kamu sembunyi disini." Nayra membuka pintu lemari.
"tapi kamu janji, kamu akan memenuhi syarat yang aku minta." Arfi masuk kedalam lemari.
"Iya, cerewet." Nayra berjalan kearah pintu.
Nayra kemudian membuka pintu.
"Bu Nayra, lama sekali?" Ternyata yang mengetuk pintu ibu Marni salah satu petugas kebersihan sekolah yang sudah mulai dekat dengan Nayra.
"Maaf bu Marni, saya sedang tidak enak badan. tadi saya sedang tiduran disofa." Nayra sudah pintar berbohong.
"Bu Nayra sakit? biar saya belikan obat. atau ibu mau kedokter." Ibu Marni khawatir.
"Tidak usah bu Marni, saya cuma perlu istirahat sebentar. mungkin saya kecapean." Nayra memegangi kepalanya yang tidak pusing.
"Ya sudah, ibu istirahat saja. saya akan bilang sama guru lain kalau ibu sakit, biar ada guru lain menggantikan ibu mengajar."
"Tidak usah saya cuma istirahat sebentar, sebentar lagi saya akan kekelas untuk mengajar." Nayra kembali menolak bantuan ibu Marni.
"Bu Nayra yakin?" Tanya ibu Marni
"Iya bu." Nayra merasa yakin.
"Kalau begitu saya pergi dulu, saya masih ada kerjaan. cepat sembuh ya bu." Ibu Marni kemudian meninggalkan ruangan Nayra.
Setelah ibu Marni pergi Nayra segera menutup pintu dan menguncinya.
Nayra berjalan kearah lemari lalu ia cepat cepat membuka pintu lemari
"Arfi kamu kenapa?" Nayra melihat Arfi terduduk lemas keringat dingin mengalir dari dahinya.
"Nay, aku sesak nafas didalam lemari ini. aku susah bernafas." Jawab Arfi.
"Apa! kalau begitu kita kedokter sekarang." Nayra cemas.
"Tidak, kedokter terlalu lama."
"Lalu apa yang harus aku lakukan?" Nayra kebingingan.
"Beri aku nafas buatan."
"Bukannya nafas buatan itu hanya untuk orang yang habis tenggelam ?" Nayra merasa permintaan Arfi aneh.
"Nay, nafas buatan itu juga untuk orang kesulitan bernafas, seperti aku."
"Tapi.." Nayra ragu ragu.
"Nay, apa lagi yang kamu tunggu. kita kan sudah sering melakukannya."
"Kamu ini, sakit sakit masih bisa berpikiran mesum." omel Nayra.
"Nay, cepat aku sudah tidak kuat." Suara Arfi terdengar serak.
Nayra mendekatkan wajahnya dengan wajah Arfi, Nayra memejamkan matanya lalu ia mencium bibir Arfi, Nayra mencium bibir Arfi dengan lembut.
Bodoh! kamu ini gampang sekali ditipu. Arfi tertawa dalam hati.
Nayra masih mencium bibir Arfi karena arfi diam saja Nayra terus mencium bibir Arfi. Nayra menunggu Arfi membalas ciumannya, tapi Arfi tetap diam hingga membuat Nayra terus bermain main dengan bibir Arfi.
Arfi tidak tahan terus berpura pura, Arfi akhirnya membalas ciuman Nayra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments