Januar mengusap wajahnya yang basah pelan, bagaikan sebuah gerakan slow motion dimata Mia- gadis berkemeja coklat itu tidak sadar mengigit handuk yang ada di genggamannya.
Air yang jatuh dan membasahi tubuh Januar, seakan terlihat memukau. Di tambah lagi kondisi setengah telanjang Januar saat ini- menampilkan tubuh atasnya yang begitu mempesona, sangat mempesona.
"Mia gosokin punggung Janu!"
Mia tersentak, entah kenapa kedua kakinya serasa bergerak dengan sendirinya- mendekat pada Januar yang saat ini tengah membelakanginya. Ada rasa ragu menyelimuti hati Mia, kala dirinya hendak menyentuh punggung kokoh anak asuhnya.
"Mia!"
"I-iya, Mia ambil sabun dulu,"
Tanpa menjawab, Januar tetap pada posisinya. Pria berkulit putih itu tersenyum samar, kala kedua tangan Mia mulai menari di kulit punggungnya. Sentuhan yang di berikan Sang Pengasuh, membuat kedua mata Januar terpejam- senyum di bibirnya tidak luntur sedikit pun.
Mia mengigit bibirnya pelan, detak jantungnya yang menggila membuat Mia mati matian menahan kedua kakinya sekuat mungkin. Mia semakin tersentak kala melihat Januar membalikan tubuhnya, posisi mereka yang hanya berjarak beberapa centi meter- membuat keduanya begitu sangat dekat.
"Depannya juga!"
Mia hanya mengangguk, dia mengarahkan tangannya kembali pada tubuh bagian depan Januar. Mia menunduk, dia sama sekali tidak menatap wajah Januar. Entah kenapa dirinya hanya patuh, semua yang Januar perintahkan akan segera Mia lakukan, termasuk-
"Mia buka celana Janu! Janu enggak bisa bukanya,"
Sudah Mia duga sebelumnya, tapi entah kenapa rasa malu itu masih menempel di wajahnya, padahal ini bukan pertama kalinya Mia melihat onderdil original milik Januar.
"I-iya, Janu jangan gerak gerak ya, biar Mia bisa bukanya."
Januar mengangguk, pria berusia hampir 25 tahun itu menurut. Tubuh tinggi tegapnya seketika tak bergerak, Januar membiarkan Mia melakukan tugasnya. Tanpa ingin berkata apa pun, Janu memilih untuk menatap pengasuhnya yang sudah berjongkok di bawahnya.
Tanpa sadar, satu tangan Januar bergerak- sentuhan lembut dia berikan Januar berikan di kepala Mia. Senyuman samar terlihat di bibirnya, senyuman tipis terkesan sendu.
"Kalau Mia memang enggak mau, jangan di paksa!"
Mia mematung, tatapannya sang pengasuh tidak pernah terlepas dari lantai. Mia terus saja menunduk, menghindari sesuatu yang beberapa kali dilihatnya.
"Tapi Janu enggak bisa buka celana sendiri. Maaf, kalau selama ini Mia sudah kesusahan karena Janu,"
Suara lirih Januar mencubit hati Almia, entah kenapa ada rasa bersalah didalam hatinya. Seharusnya dia tidak boleh setengah hati seperti ini, bukannya ini sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Mungkin Tuhan sudah mentakdirkan keduanya bertemu, agar Mia dapat merawat Januar setulus hati.
Mia mendongak, kedua matanya berembun kala melihat Januar memalingkan wajahnya ke arah lain. Pria itu malu, Mia yakin Januar pun tidak menginginkan posisi mereka sekarang ini. Keadaannya lah yang menuntut, Januar dan Mia harus kuat hati.
Mia mencoba menarik sudut bibirnya, setelah berhasil melepaskan celana boxer yang dipakai anak asuhnya- Mia segera bangkit. Kedua matanya menatap lekat pada Januar, tangannya perlahan terulur untuk menangkub wajah Sang Tuan Muda.
"Enggak apa apa, ini kan sudah jadi tugas Mia. Janu enggak perlu kayak gitu, Mia ada disini karena Janu butuh Mia. Mungkin kalau Janu bisa sendiri, Mia enggak bakalan di sini,"
Mia mencoba menenangkan Januar. Pria yang masih bertelanjang bulat itu enggan menatap pengasuhnya. Namun sentuhan lembut yang Mia berikan, membuat Januar menoleh. Kedua matanya berkedip pelan, kala melihat senyuman manis padanya.
"Apa Mia bakalan selamanya disini, sama janu?"
Mia membatu, gerakan tangannya terhenti- kedua matanya menatap tak berkedip pada Januar.
"Janu yakin enggak. Mia pasti bakalan ninggalin Janu, iya kan?"
Mia masih membatu, lidahnya kelu- dia tidak tahu harus berkata apa. Semua yang di ucapan Januar benar, dia tidak mungkin selamanya disini- menjadi pengasuh Sang Tuan Muda.
Dia juga harus menata hidupnya, menikah, memiliki anak, membangun keluarga kecil yang bahagia. Lalu kalau dirinya tidak ada, bagaimana nasib Januar?
"Janu mau Mia disini terus! berarti biar Mia bisa sama Janu terus, Mia harus jadi calon istri Janu. Kan kata Mia, calon istri itu harus nemenin Janu seumur hidupnya. Janu mau Mia selamanya di sini sama Janu!"
Tubuh Mia semakin membatu, kedua matanya membulat- bahkan Mia sampai lupa kalau Januar masih belum memakai handuknya. Ucapan anak asuhnya membuat lidah Mia kelu, tidak bisa bergerak sama sekali. Bagaimana tidak, ucapan Januar terdengar seperti lamaran untuknya. Lamaran yang sangat estetik sekali, melamar di kamar mandi dalam keadaan telanjang bulat.
Mia terkekeh pelan, dia menganggap semua kata yang Januar lontarkan hanya candaan semata. Mia kembali memasang wajah ramahnya, rasa terkejut yang tadi menghantam hatinya- sudah dia hempaskan sejauh mungkin.
"Mia enggak bakalan kemana pun, sebelum Janu sembuh. Ayo kita pakai baju! Janu pasti udah kedinginan kan?"
Mia membelitkan handuk di pinggang kokoh Januar, senyuman masih terpatri di bibirnya, tanpa ingin menatap pada Januar Tanpa Mia sadari kalau saat ini Januar terus saja menatap lekat padanya, dengan kedua tangan yang terkepal.
'Kalau begitu, Janu tidak akan pernah mau sembuh. Karena Janu mau Mia selamanya di sini!' tekadnya dalam hati.
CINI CIUM DULU 😘😘
**JANGAN BANG, PISSSS
HOLLA MET PAGI EPRIBADEH
JANGAN LUPA LIKE VOTE KOMEN HADIAH DAN FAVORITNYA
SEE YOU NEXT PART MUUUAAACCHH😘😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Nah kan tuan muda udah mulai ngotot tuh mau Mia..
2024-05-03
0
Qaisaa Nazarudin
Noh kan...🤣🤣🤣🤣🤣
2024-05-03
0
Gagas Permadi
haduuuuh 🤗🤗
2024-03-12
1