Sudah seminggu setelah Soetano mengintrogasi Bram sampai sekarang tak kunjung ada titik terang. Pihak Bram seperti enggan untuk membicarakan ini ke jenjang yang lebih serius.
Ketika selesai makan siang Soetanoe menyuruh Felicia menelfon Bram.
"Fel sudah seminggu papah menunggu kabar dari Bram tapi kenapa dia masih saja gak ada memberimu kabar? apa dia enggan menikahimu?" tanya Soetanoe penasaran.
"Feli kurang tau pah terakhir komunikasi ketika dia kesini," ucap Felicia sedih.
"Kurang ajar beraninya dia mempermainkan kami, telfon dia sekarang," perintah Soetanoe geram.
"I.. iya pah," jawab Felicia takut lalu menelfon Bram dan nahas nomornya tidak bisa di hubungi.
"Gimana? gak diangkat?" tanya Soetanoe memprediksi.
"Bukan pah.. tapi nomornya gak aktif, gak tau sejak kapan," jawab Felicia dengan raut wajah sedih.
BRAK.. "APA?? SEKARANG KITA KE RUMAHNYA," ucap Soetanoe emosi dan menggebrak meja makan hingga kacanya retak.
"Pah tanganmu terluka sebaiknya di obati dulu," ucap Vina khawatir.
"Luka ini gak seberapa dibanding luka yang dibuat anak kesayanganmu itu, ayo ke rumah Bram sekarang," ajak Soetanoe dengan emosi yang menggebu.
"Tapi pah.." jawab Felicia terpotong.
"TAPI APA? JANGAN BILANG KAMU GAK TAU RUMAHNYA BRAM, IYA?" gertak Soetanoe.
"Ta... tau kok pah tapi apa gak sopan kalau kita kesana tanpa mengabari dulu," ucap Felicia mencari alibi.
"Ah gak penting pakai acara kabar-kabaran, Bram aja menghilang tanpa kabar dengan kondisimu berbadan dua, ikut Papah ke rumahnya sekarang atau anak buah Papah yang akan turun tangan mengatasi Bram dan keluarganya," ancam Soetanoe dengan emosi.
"Iya pah Felicia ikut.. ayo Mah," ajak Felicia menggandeng tangan Vina dengan wajah ketakutan.
Setelah 15 menit akhirnya sampai juga di Mansion Bram.
"Ini rumahnya? kamu gak salah rumah kan?" tanya Soetanoe tak percaya dengan rumah Bram yang sangat megah dan luas.
"Iya ini rumahnya Bram, kenapa papah malah gak percaya?" tanya Felicia heran.
"Karena papah fikir kekayaannya tak seberapa dengan kita," ucap Soetanoe dengan tak percaya.
"Papah ini ya masih bisa-bisanya mikir kekayaan, tadi ngajak kesini sambil marah-marah.. mana wibawamu pah? jangan karena dia anak orang kaya raya terus termaafkan kesalahannya," ucap Vina kesal.
"Benar mah.. papah cuma gak percaya aja, kalau masalah pertanggung jawaban Felicia ya itu tetep nomer 1, papah tetap minta mereka menikahi Felicia," ucap Soetanoe mantap lalu mereka masuk ke Mansion Bram.
Ting tong.. Bel mansion Bram.
"Maaf tuan dan nyonya mencari siapa? apakah sudah membuat janji sebelumnya?" tanya ART.
"Kami dari keluarga Soetanoe, kedatangan Kami kesini ingin bertemu dengan Bram dan orang tuanya karena ada hal penting yang dibahas, jadi tolong panggilkan majikan anda," ucap Soetanoe dengan wajah angkuh.
"Baik silahkan masuk dan duduk dulu," jawab ART mempersilahkan masuk lalu bergegas pergi.
Di ruang keluarga Bram mereka sedang bersantai ria.
"Permisi tuan dan nyonya ada tamu di depan katanya ingin membahas sesuatu yang penting beserta den Bram juga," ucap ART dengan hati-hati.
"Siapa dia bi?" tanya Wijaya terkejut.
"Mereka bilang katanya dari keluarga Soetanoe," ucap ART sambil menunduk.
"Soetanoe Grup? ada apa dia sampai datang kesini? Bram apa kamu membuat ulah?" tanya Wijaya mengintimidasi.
"Ya.. memang anak kamu membuat ulah sangat fatal terhadap putriku, maaf jika saya lancang langsung kesini karena saya sudah tidak sabar ingin berjumpa dengan anda," ucap Soetanoe tiba-tiba datang dan membuat semuanya terkejut.
"Pak Tanoe apa kabar? duduk dulu dan kita bicarakan ini sambil minum teh," ucap Wijaya mencoba menenangkan.
"Saya tidak ingin berbasa-basi bapak Wijaya terhormat, jika bukan karena ulah anak anda tidak mungkin saya bela-belain datang kemari," ucap Soetanoe penuh penekanan.
"Bram bisa dijelaskan ada apa ini dan kenapa Pak Tanoe sampai semarah ini padamu?" tanya Wijaya pada anaknya.
"APA? JADI KAMU BELUM MENGATAKAN APAPUN KEPADA ORANG TUAMU? KAMU MENGHINA SAYA? HAH!!" ucap Soetanoe dengan penuh emosi.
Mendengar Soetanoe berteriak membuat Vina dan Felicia berlari ke ruang keluarga untuk mengetahui apa yang terjadi.
"Pah ini dirumah orang jadi jangan marah-marah," bisik Vina.
"Biarkan mah.. biar dia tau bagaimana rasanya berurusan dengan papah, Bram kurang ajar mah, sampai sekarang dia tidak mengatakan apapun kepada orang tuanya, untung kita segera kesini, coba kalau menanti sampai berbulan-bulan bagaimana nasib Felicia nantinya?" ucap Soetanoe sambil melirik Bram tajam dan yang dilirik hanya menunduk takut.
"BRAM" gertak Wijaya dengan lantang.
"Iya Pah.." jawab Bram gugup.
"JELASIN INI SEMUA," gertak Wijaya dengan tatapan tajam.
"Pah.. Mah.. kedatangan orang tua Felicia kesini karena mereka meminta pertanggung jawaban Bram, karena Bram.. karena Bram sudah menghamili Felicia," ucap Bram gugup dan badannya bergetar.
"APA!!!" teriak Wijaya terkejut dan langsung menampar anaknya.
Plak.. Plak.. Plak.. "PANTAS SAJA MEREKA DATANG KESINI DENGAN WAJAH TAK BERSAHABAT KARENA KAMU MEMBUAT ANAKNYA HAMIL,KAMU SUDAH MERUSAK ANAK SEMATA WAYANGNYA, MERASA UDAH JAGOAN?" ucap Wijaya penuh emosi.
"Mari kita bicarakan ini sambil duduk, bi tolong buatkan minum untuk tamu kita biar kondisinya sedikit tenang," ucap Wina berusaha bersikap normal.
Lalu mereka duduk dan lagi-lagi Soetanoe tak bisa menahan amarah yang sudah membuncah karena Bram terus saja diam.
"Bagaimana ini pak Wijaya? anak saya butuh pertanggung jawaban karena semakin lama kandungannya semakin membesar, saya fikir Bram sudah menjelaskan semuanya pada anda tetapi anda dan keluarga enggan bertanggung jawab, ternyata Bram yang pengecut," sindir Soetanoe tersenyum sinis.
"Maafkan kami, memang posisinya saya dan suami tidak mengetahui apapun, pantas saja seminggu ini Bram lebih sering di rumah dan banyak diam, ternyata ini masalahnya.. jujur saya sebagai orang tua sangat malu terhadap kelakuan Bram, saya tidak menyangka kalau Bram sampai berbuat seperti ini," ucap Wijaya penuh penyesalan.
"Lantas bagaimana jalan keluarnya? tujuan kami datang kesini untuk itu," ucap Soetanoe ketus.
"Ya mereka harus menikah secepatnya pak Tanoe.. tidak ada jalan keluar lain, saya tidak mau Felicia menggugurkan kandungannya karena di dalam rahimnya ada calon cucu kami," ucap Wijaya dengan bijak.
"Begitu yang saya inginkan, kapan pernikahan di selenggarakan?" tanya Soetanoe terus mendesak.
"Besok," jawab Wijaya mantap.
"APA?? GAK," jawab Felicia dan Bram kompak.
"APANYA YANG GAK? KALIAN GAK MAU MENIKAH?" tanya Soetanoe tak percaya dan mereka menganggukan kepala bersamaan.
"APA-APAAN KAMU BRAM, JANGAN JADI COWOK PENGECUT, PAPAH SUDAH MENANGGUNG MALU DI HADAPAN KELUARGA PAK TANOE DAN SEKARANG KAMU TIDAK MAU MENIKAH DENGAN ANAKNYA? KOTORAN YANG KAMU LEMPAR KE KELUARGA KITA BELUM KAMU BERSIHKAN SUDAH KAU BUAT KOTORAN YANG BARU," gertak Wijaya mengepalkan kedua tangan.
"Pah tapi Bram belum siap menikah,kekasih Bram itu Thalia," tolak Bram.
"KAMU PACARAN DENGAN SIAPA TAPI MENGHAMILI SIAPA, PILIHANMU ADA 2, MENIKAH DENGAN ANAK PAK TANOE DAN TERUSKAN PERUSAHAAN PAPAH BESERTA FASILITAS YANG NANTI PAPAH BERI ATAU KAMU TETAP DENGAN KEKASIHMU TAPI SEMUA FASILITAS PAPAH CABUT DAN KAMU TIDAK ADA HAK APAPUN MENERUSKAN PERUSAHAAN LALU SILAHKAN PERGI DARI MANSION, HIDUPLAH DARI NOL," ancam Wijaya serius.
"Pah ini gak adil, kami tidak saling mencintai dan kami masing-masing memiliki kekasih," bela Bram tak terima.
"INI KEADILAN YANG HARUS PAPAH BERI UNTUK ANAK PAK TANOE, JIKA KAMU TIDAK BERKENAN SILAHKAN ANGKAT KAKI," gertak Wijaya.
"KALIAN TIDAK SALING MENCINTAI TAPI SAMPAI MEMILIKI ANAK," ucap Soetanoe tak kalah emosinya.
"Sabar pah.. jangan emosi terus nanti tensi kamu naik," ucap Vina menasehati.
"Papah gak bisa kalau gak emosi, bisa-bisanya Bram bicara seperti itu tanpa rasa bersalah, itu sama saja menginjak-injak harga diri Soetanoe," ucap Soetanoe dengan geram sambil melirik Bram dan keluarganya.
"Maafkan perkataan anak kami, ini semua karena kesalahan kami yang terlalu memanjakannya jadi anak kami selalu bicara seenaknya," ucap Wina dengan menelungkupkan tangan.
"Tolong tata kramanya jika berbicara dengan orang yang lebih tua, kemarin waktu di mansion kami juga seperti itu makanya kenapa Papahnya Felicia sangat marah," ucap Vina sedikit kesal.
"Besok kalian menikah, lebih cepat lebih baik dan saya tidak menerima bantahan apapun," ucap Wijaya tegas sambil memegang dadanya yang sesak.
Lalu Soetanoe beserta keluarga merasa puas akan hasil yang didapat lalu mereka pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments