Bab IIIl

    Sesudah kepulangan pak Agus dan Bu Sri, Lia tampak termenung sendiri.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang. Apa aku harus mencari keluarga ibu ya. Apa mereka mau menerima aku ya." Lia bermonolog sendiri.

Lia menatap foto kedua orang tuanya. Tak terasa air mata Lia menetes, rasa sesak di dadanya, kepergian kedua orang tuanya menyisakan duka yang luar biasa. Lia menangis sampai tertidur. Tak terasa waktu terus berjalan. Lia pun terbangun menjelang waktu sholat maghrib, buru-buru Lia bangun dan bersiap-siap untuk melaksanakan kewajiban nya sebagai umat Muslim. Tampak Lia sholat dengan khusyuk.

"Ya Allah ya Rabbi, ampunilah dosa kedua orang tuaku, dan terimalah amal ibadahnya. Amin amin." doa Lia menutup sholat magribnya.

Sesudah sholat, Lia kemudian menuju dapur untuk makan malam. Setelah santap malam, Lia kemudian membersihkan rumahnya. Keesokan paginya Lia terbangun, setelah sholat subuh Lia berzikir sampai pagi menjelang.

    Hari ini Lia bertekad hendak ke kota untuk mencari keluarga ibunya. Lalu Lia mendatangi rumah Pak Agus.

"Assalamualaikum, kulo nuwun Pakde, Bude." ucap Lia saat tiba di depan pintu rumah pak Agus.

"Waalaikumsallam..." Bu Sri yang menjawab dari dalam rumah.

"Eh kamu to Nduk. Dari rumah?" tanya Bu Sri.

"Inggih Bude." sahut Lia sambil mencium punggung tangan Bu Sri.

"Bude, pakde ada di rumah?"tanya Lia.

"Ada, sebentar bude panggilkan. Pak.. pak, ada Lia." panggil Bu Sri.

"Iya Bu, sebentar." sahut pak Agus dari dalam kamar.

Begitu pak Agus keluar Lia segera mencium tangan pak Agus sebagai hormatnya terhadap orang tua.

"Gimana kabarmu Nduk?" tanya pak Agus.

"Alhamdulillah sehat Pakde." ucap Lia.

"Alhamdulillah, gimana gimana ada yang bisa Pakde sama Budemu bantu?" tanya pak Agus.

"Iya Pakde, begini Pakde, Bude, Lia sudah memutuskan untuk memenuhi permintaan almarhumah Ibu untuk mencari keluarganya di kota. Dengan berbekal alamat yang ada di surat Ibu, Lia akan mencarinya Pakde." sahut Lia.

"Baiklah kalau memang itu rencanamu, Pakde sama Budemu akan mendukungmu. Semoga kamu berhasil menemukan mereka, Pakde hanya berpesan, kalau kamu gagal kembalilah ke sini Nduk, Pakde dan Bude mu masih ada di sini menantimu. Sebentar ya Nduk." kata pak Agus sambil berdiri meninggalkan Lia dan Bu Sri menuju kamarnya.

    Tak lama kemudian Pak Agus kembali sambil membawa kotak dan amplop.

"Nduk, bukalah kotak ini, mudah-mudahan bisa berguna. Di dalam kotak itu ada kalung milik ibumu. Kalung itu dititip kan ibumu ke Pakde dan ibumu berpesan supaya memberikannya kepadamu saat waktunya tiba. Dan sekarang menurut Pakde waktunya untukmu menerima semua ini. Dan di dalam amplop ini berisi uang tunai yang sudah disiapkan oleh orang tuamu untuk biaya kuliahmu. Mungkin bisa kamu gunakan untuk biaya hidupmu selama di kota." kata pak Agus sambil menyerahkan kotak dan amplop kepada Lia.

Sambil menangis Lia menerima kotak dan amplop tersebut. Bu Sri yang tak tega melihat keponakan nya menangis kemudian memeluk Lia sambil mengelus punggungnya untuk memberikan kekuatan.

"Sing sabar, sing kuat nggih Nduk. Jalanmu masih panjang. Banyak-banyak sholat dan berdoa, pasrah ke sama Gusti Allah. Supaya jalanmu di kota diberi kelancaran dan dijauhkan dari bahaya." Bu Sri memberikan Lia nasihat.

Kemudian pak Agus bertanya "Kapan rencanamu ke kota Nduk"

"Rencana Lia ke kota besok Pakde, kebetulan Wulan juga mau ke kota untuk melanjutkan kuliah, jadi sementara Lia bisa tinggal dengan Wulan, Pakde." jawab Lia.

"Baiklah Nduk, hati-hati nanti di jalan jangan lupa selalu kasih kabar ke Pakde dan Bude mu yo." kata pak Agus.

"Inggih Pakde, Lia nyuwun pangestu ne nggih Pakde, Bude, supaya apa yang diamanatkan almarhumah Ibu, bisa berhasil." kata Lia sambil bersimpuh di dekat kaki pak Agus dan Bu Sri.

Pak Agus mengelus kepala Lia, sambil menatap nanar ke atas menyembunyikan kesedihannya karena harus melepas keponakan nya yang sudah yatim piatu pergi ke kota seorang diri.

    Sebenarnya pak Agus berat melepaskan Lia ke kota tapi demi menjalankan amanah dari almarhumah adik ipar nya Pak Agus harus merelakannya. Pak Agus berharap semoga kehidupan Lia bisa beubah setelah bertemu dengan keluarga ibunya.

"Moga-moga Lia kuat ya Pak, dan semoga juga keluarga almarhumah ibunya mau menerima kehadiran Lia." ujar Bu Sri sambil menangis.

"Iyo Bu, kita doakan saja semoga apa yang menjadi keinginan almarhumah dapat dilaksanakan dengan baik sama Lia, dan keluarganya mau menerima Lia." jawab pak Agus menenangkan sambil merangkul istrinya.

Keesokan harinya setelah selesai mempersiapkan diri, Lia pun berangkat menuju tempat Wulan karena mereka akan pergi bersama-sama ke kota. Rencananya mereka hendak menggunakan moda transportasi kereta api.

"Assalamualaikum.." salam Lia begitu tiba di rumah Wulan.

"Waalaikumsallam, eh Lia, sudah siap berangkat toh Nduk. Mari masuk, duduk dulu, Wulan baru bersiap. Kereta nya jam 9 toh. O iyo, nanti sesampainya di kota hati-hati yo, kalau sama orang yang tidak kenal jangan ditanggepi. Banyak orang jahat tapi pura-pura baik, eh ternyata orang jahat. Jangan lupa sholat, mendekatkan diri sama Yang Kuasa supaya selalu dilindungi dari marabahaya. Kamu sama Wulan saling menjaga yo." nasihat bundanya Wulan.

"Inggih Bun." sahut Lia.

Tak berapa lama berselang muncullah Wulan yang sudah siap dengan travelbag nya.

"Li, sudah siap kan?" tanya Wulan. Lia mengangguk.

"Yuk, kita berangkat ke stasiun takut telat. Bun, Wulan sama Lia berangkat ya, mohon pangestu nya Bun, supaya kami bisa sukses. Bunda jaga kesehatan ya." ujar Wulan sambil memeluk Bunda nya.

Kemudian dilanjutkan dengan Lia yang memeluk Bunda Wulan.

    Lalu Lia dan Wulan berangkat menuju stasiun menggunakan taxi on line. Sesampainya di stasiun, mereka bergegas menuju kereta yang akan membawa mereka menuju kota.

Setelah menempuh perjalanan selama 9 jam mereka pun sampai di kota.

"Sebentar Li, aku hubungi oom ku yang akan menjemput kita." kata Wulan.

"Iya." sahut Lia.

"Hallo oom, ya ini Wulan. aku udah sampai di stasiun oom. Oooo, oom sudah ada di stasiun. Baik Wulan segera ke sana Oom." kata Wulan.

"Ayuk Li, om ku ternyata sudah menunggu di pintu selatan, yuk kita ke sana." ajak Wulan sambil menarik tangan Lia.

"Wulan... hai om di sini!" ada seseorang memanggil Wulan. Wulan menengok mencari asal suara yang tadi memanggil namanya.

"Hai Oom Adit! Apa kabar oom, Wulan kangen. Gimana kabarnya Dimas Oom?" cecar Wulan kepada Oom Aditnya yang merupakan satu-satunya adik dari Bundanya.

?Dan Dimas adalah sepupu nya yang usianya tidak berbeda jauh.

"O iya Oom kenalkan ini Lia, kawan Wulan dari kampung, dia bermaksud mencari keluarga kandung dari almarhumah ibunya." Wulan mengenalkan Lia pada Oom Adit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!