“Ayang ... bukan dia, tapi si dedek yang bikin Bunbun pingsan,” ujar Erli sembari menarik baju Rafan.
“Kamu ini bikin aku salah paham saja,” imbuh Rafan, “tolong maafkan Bapak, ya. Terima kasih sudah bantu istri Bapak. Kamu boleh pergi!” ucap Rafan kalem.
Haikal mengangguk pelan dan segera meninggalkan sepasang suami istri tersebut, di luar sana Haikal menggerutu tidak jelas. Remaja itu sedikit kesal dengan sikap Erli yang kekanak-kanakan, tetapi remaja itu tertawa geli saat mengingat ekspresi wajah ibu hamil tersebut.
Ok, kita tinggalkan Haikal remaja putra berprestasi di Sekolah Dewi Masitoh 23 dan kita kembali ke dalam sana.
“Kamu tidak pergi ke klinik?” Rafan melepas kopiahnya dan duduk di sebelah Erli.
“Sudah, coba tebak tadi saya melakukan pemeriksaan apa saja!” Mata Erli mengerling saat berbicara.
Rafan mengembuskan napas panjang seraya berkata, “Jangan main tebak-tebakan dulu, oke! Aku lagi banyak pikiran.” Kening suami Erli mengernyit dan pandangannya terfokus ke pada sang istri.
Erli meraih tasnya dan disodorkan foto hasil USG-nya tadi, “Kamu enggak asyik Mas, ” keluh Erli dengan bola mata yang berputar malas.
Raut wajah Rafan berubah sesaat melihat foto USG. Terlihat senyuman di bibir Rafan, dicium dan dipeluknya Erli. Sungguh sangat bahagia Rafan melihat wajah anaknya dan terlihat sangat lucu tingkah calon bapak tersebut, tiada hentinya dia mengucapkan rasa syukur.
“Kapan si dedek akan lahir? Dan dr. Jenny bilang apa saja? Kondisinya baik-baik saja bukan?!” Rafan memberondong istrinya dengan pertanyaan-pertanyaan.
Hal itu membuat Erli terkekeh tanpa sadar pelupuk matanya mengalirkan buliran air mata.
“Hei, kamu kenapa menangis? Apa ada yang sakit?” Lagi-lagi Rafan melontarkan pertanyaan sembari mengelus perut istrinya.
Erli menggeleng pelan sembari menyekat air matanya yang hendak terjatuh lagi, perlahan wanita itu turun dari bad UKS.
“Aku pulang ya, Mas?” ujar Erli dengan suara yang mendayu-dayu.
“Lah, kenapa pulang? Kamu ‘kan baru dateng. Jangan pulang sendiri, tunggu aku selesai mengajar dulu?!” Rafan melirik jam tangan yang ia kenakan. “Kurang setengah jam lagi, kelas selesai. Ayo, tunggu aku di kantor!”
Pria berusia tiga puluhan itu mengajak istrinya masuk ke kantor dan membiarkannya duduk santai di kursi yang selalu dia duduki sejak mengajar di sekolah ini.
“Ingat jangan keluar ke mana-mana! Setelah kelas selesai aku akan ajak kamu jalan-jalan,” ujar Rafan dengan senyuman tipis yang terselip di bibirnya.
Erli mengangguk mengiakan perkataan suaminya. Selepas kepergian sang suami, netra Erli menelisik semua barang yang tertata rapi di meja kerja Rafan, ada dua foto pernikahannya yang terpampang jelas di meja itu dan beberapa barang yang ia berikan kepada Rafan.
Erli tersenyum simpul melihat semua benda pemberiannya di pajang, Erli membuka laci terlihat sebuah kotak perhiasan yang berwarna merah jambu di dalam sana; Saat tangannya hendak membuka kotak tersebut seorang guru wanita masuk mengagetkannya.
“Istri Pak Rafan?” sapa Renata kalem.
Erli tersenyum tipis, “Iya ....”
“Pantas saja, Pak Rafan tidak mau diajak makan siang bersama. Rupanya dia penghalangnya,” kata Renata dengan nada yang sedikit ketus.
Apa maksud perkataan wanita ini? Apa dia ... sama seperti beruang hutan? tanya Erli dalam hatinya.
Lagi-lagi Renata melontarkan pertanyaan, “Sejak kapan Anda menunggunya di sini?”
Erli sangta tidak nyaman dengan tatapan sinis Renata, dia juga bingung dengan sikap rekan kerja suaminya tersebut. Namun, dia tetap bersikap ramah dan sopan saat menjawab pertanyaan Renata.
“Beberapa waktu yang lalu. Memang kenapa Mbak?” Erli membalas pertanyaan wanita yang berdiri di hadapannya.
“Hari ini perayaan ulang tahunku. Jadi kami semua mengadakan pesta makan siang, tapi ... semuanya berantakan karna keda-.” Ucapan Renata terhenti saat dia melihat kedatangan Rafan dari jendela.
Guru wanita itu meraih tasnya dan berlalu pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata-kata lagi.
“Dasar aneh bin ngeselin!” gerutu Erli dengan tangan yang mengepal seakan bersiap meninju Renata.
“Ayo, kita pulang!” Rafan menggandeng tangan Erli.
Kedua insan tersebut menyusuri lorong sekolah hingga mereka sampai di parkiran sekolah. Erli masuk ke dalam mobil tanpa bantuan Rafan, ketika Rafan menginjak pedal gas, Erli menanyakan hal yang mengganjal di hatinya sejak tadi.
“Hari ini kamu ada janji Mas?” lanjut Erli, “Kalau iya, kenapa kamu batalin?”
Rafan menatap istrinya sekilas dan mengatur kecepatan mobil yang ia kendarai.
“Kenapa kamu tiba-tiba nanyak hal itu!” tanya Rafan penuh penasaran.
Kedua tangan Erli sibuk memainkan ujung baju yang dia kenakan, “Hmm, tadi bekicot itu bilang kalau kalian ada acara makan siang bersama,” ujar Erli pelan.
“Bekicot?” Rafan melirik istrinya yang terlihat gelisah.
“Iya ... bekicot sawah! Dia bilang kamu membatalkan acara itu karna aku,” tutur Erli penuh semangat.
“Kamu ini asal saja menjuluki orang,” imbuh Rafan, “memang sejak awal aku malas ikut. Karna desakan Kepala Sekolah aku bilang ikut dan kebetulan kamu datang jadi aku bilang kalau mau antar kamu ke klinik,” ungkap Rafan panjang lebar.
“Masak sih? Tapi si bekicot sawah itu bilang kalau Mas itu ....” Ucapannya terhenti dan Erli memalingkan pandangannya ke luar jendela.
Rafan memberhentikan laju mobilnya dan dengan cepat dia membuka seat belt. Saat Elri berbalik kedua mata mereka saling bertatapan, jantung keduanya seakan ingin melompat keluar dan sepasang suami istri itu mematung saling menatap satu sama lain.
Mata mereka seakan berbisik seolah meminta untuk disentuh, saat ini dan di momen ini ada ruang di antara mereka yang terisi penuh dengan getaran cinta yang kuat yang menjadi ritme menarik satu sama lain ke dalam imajinasi yang bergerak liar.
Suara klakson kendaraan yang melintas menyadarkan mereka dari situasi yang syahdu, rasa canggung pun membuat mereka salah tingkah dan Rafan kembali membelokkan mobilnya masuk ke dalam keramaian kendaraan yang lalu lalang di jalan.
Walau sudah lama menjadi suaminya, tapi kenapa aku tetap canggung dan tidak nyaman seperti ini? Bukannya ini hak ku dan tidak dosa juga aku mendekatinya. Dasar begok! Seharusnya aku sosor saja tadi bibir ranumnya, gumam Rafan dalam hatinya. Disela kesibukannya memperhatikan jalan dia menatap Erli sebentar dan tersenyum tipis.
“Mas, aku mau makan tahu gejrot.” Erli menunjuk seorang pedagang kaki lima di bahu jalan.
Rafan membelokkan mobilnya dan berhenti tak jauh dari pedagang tahu gejrot pilihan Erli. Begitu sang istri turun Rafan membuka tasnya dan mengeluarkan semua buku dan beberapa barang yang ia bawa.
“Di mana benda itu berada? Seingatku aku letakan di tas, tapi kenapa tidak ada.” Rafan terkejut saat Erli membuka pintu mobil bergegas dia mengembalikan semua bukunya ke dalam tas.
Kening Erli mengerut melihat ekspresi suaminya, “Kamu cari apa Mas?”
Rafan mendongak menatap Erli dengan tergagap-gagap dia menjawab pertanyaan Erli.
“Eh ... i-itu pulpenku yang kamu belikan tidak ada.”
Pulpen? Dia itu lupa atau sedang ngigo sih? Jelas-jelas pulpennya dia sematkan di saku baju. Batin Erli.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
𝓓𝓮𝓪
cewe apa cowo tuh bayinya
2022-11-10
0
Lucyna
Rafan sepertinya kurang minum akua 😁
2022-08-15
1
👑Meylani Putri Putti
duh si erli bisa, saja mengatai orang
2022-08-13
1