Zulaika tertegun sejenak mendengar perkataan Marlita, walau dia tidak menyukai gadis itu, tetapi dia tidak menyangkal bahwa dia penasaran akan ucapan teman anaknya tersebut.
“Sebaiknya kita berbincang di cafe itu, Tan. Agar lebih nyaman,” ajak Marlita dan jari telunjuk gadis bermata sipit itu mengarah ke arah cafe di seberang jalan.
Zulaika mengangguk dan mengawali langkah menyeberang, setelah memesan minuman Zulaika membuka perbincangan terlebih dahulu.
“Cepat katakan! Hal penting yang ingin kau katakan tadi,” perintah Zulaika tanpa basa-basi.
“Sebentar Tan, kita tunggu teman Lita dulu. Karna dia yang tahu info penting itu,” kata Marlita meyakinkan Zulaika.
“Memang info apa yang membuat kamu gelisah ingin memberitahuku?” Zulaika membuka dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang.
“Berita ini ada kaitannya dengan menantu kesayangan Tante, itu. Wanita gila itu sudah menipu Tante dan Rafan,” hardik Marlita dengan suara beratnya.
Mata Zulaika melotot menatap wajah gadis yang duduk di hadapannya, “Jaga mulutmu! Jangan sampai tangan ini melayang dan merobek mulut lebar mu itu.” Zulaika beranjak dari tempat duduknya.
Disela perdebatan Marlita dengan Zulaika, seorang pemuda bertubuh kurus muncul tiba-tiba dan tanpa berkata apa pun pemuda tersebut menepuk bahu Zulaika beberapa kali.
Perlahan Zulaika memalingkan wajahnya dan menatap mata belok pemuda tersebut. Marlita tersenyum jahat setelah melihat ekspresi wajah Zulaika.
***
Ponsel Erli berdering, tangan kanannya merogoh ponselnya yang ada di dalam tas, terlihat notifikasi pesan dari sang mertua.
Ibu ada urusan mendadak, jika kamu pulang sendirian tidak masalah ‘kan. Pesan singkat dari Zulaika untuk menantunya.
Ketika Erli mau membalas pesan itu, seorang perawat memanggil namanya, “Nyonya Erliana Sameira!”
Erli mengangkat tangan kanan dan menyuguhkan senyuman, di dalam sana Dokter Jenny telah siap dengan berbagai alat.
“Pagi Dok,” sapa Erli dengan wajah sumringah.
“Pagi, apa ada keluhan apa saja selama bulan ini?” tanya dr. Jenny.
“Masih normal 'kah jika saya merasa mual di pagi hari Dok?” Tangan Erli mengelus pelan perutnya yang semakin membesar.
“Itu hanya mual saja atau disertai pusing?” Dr. Jenny kembali bertanya.
“Mual saja sih dan jika suami saya pergi rasa mual itu juga ikut hilang,” pungkas Erli lirih.
“Bawaan bayi itu, Silakan baringan!” titah dr. Jenny.
Dr. Jenny menempelkan alat pengukur detak jantung di perut Erli dan terdengar detak jantung bayinya. Istri Rafan tersebut tersenyum, butiran bening itu menitik membasahi pelipisnya.
“Detak jantungnya juga cukup bagus, apa perlu kita melakukan USG?” ucap dr. Jenny sembari menempelkan alat tensimeter atau lebih di kenal sfigmomanometer.
“Di usia kandungan tujuh bulan ini bisa di USG, Dok?” pertanyaan konyol Erli membuat dia terlihat bodoh.
Dr. Jenny tersenyum dan menjawab, “Sangat bisa, nanti kita akan lihat posisi bayi dan posisi plasentanya.”
Erli mengangguk setuju dengan saran dokter kandungannya, sejak hamil dua bulan Erli memeriksakan kondisi bayinya di sini. Tentunya selalu di temani Rafan dan jika suaminya itu tidak bisa, Zulaika akan menggantikan Rafan.
Sebelum pemeriksaan USG. Dr. Jenny meminta Erli untuk meminum dua gelas air mineral, hal ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas gambar janin yang akan dihasilkan USG. Minum banyak air akan meningkatkan kejernihan cairan ketuban sehingga bisa membantu USG melihat bayi dengan lebih jelas.
“Permisi, ya!” tutur dr. Jenny.
Lagi-lagi Erli tersenyum manis. Setelah mempersiapkan segalanya, dr. Jenny mengoleskan gel di perut Erli. Selanjutnya, transduser ditempelkan dan diputar di permukaan perut Erli untuk mendapatkan visualisasi janin yang baik.
“Eh, kelihatannya dia malu. Bisa dilihat, tangan kanan bayi Nyonya selalu menutupi bagian kelaminnya!” ucap dr. Jenny.
Erli hanya tersenyum simpul mendengar perkataan dr. Jenny.
“Saya tidak mempermasalahkan jenis kelaminnya, Dok. Yang penting bayi saya sehat dan lahir dengan selamat,” seru Erli lembut.
Dr. Jenny tersenyum sembari mengangguk pelan, “Aduh ... Hidungnya mancung sekali,” pungkas dr. Jenny.
“Mana Dok? Saya tidak bisa melihat dengan jelas!” ungkap Erli terkekeh.
Dr. Jenny berulang kali memutar transduser di seputaran are itu saja untuk mencari wajah sang jabang bayi, setelah kelihatan jari telunjuk dokter spesialis kandungan tersebut mengarah kebagian wajah bayi Erli.
Ya Allah, lindungi bayi hamba. Beri kepercayaan kami untuk mendidiknya sampai dewasa kelak, gumam Erli dalam hati.
“Oke, pemeriksaan kali ini cukup bagus dan posisi bayi juga berada diposisi yang tepat. Tetap jaga pola makannya dan jangan terlalu banyak mengonsumsi makanan yang berlemak!” Dr. Jenny memberi vitamin dan obat lainnya.
“Terima kasih, Dok. Saya permisi,” pamit Erli setelah menjabat tangan dr. Jenny.
Di depan ruangan dr. Jenny, Erli menoleh ke Kana dan ke kiri. “Kalau pulang dulu kayanya aku akan bosan, sebaiknya aku pergi melihat Ayang kebab dulu.” Erli melangkah cepat keluar dari klinik.
Tepat di depan klinik Erli menunggu taksi pesanannya, setelah menunggu beberapa saat taksi itu pun datang. Dengan kecepatan sedang mobil itu menyelip disela kendaraan lainnya, letak klinik Harapan Bunda tidak jauh dari sekolah tempat Rafan mengajar hanya memerlukan dua puluh menit saja untuk sampai di sekolah Dewi Masyitoh 23.
Begitu semangatnya Erli melangkahkan kaki masuk ke halaman sekolah, langkahnya berhenti saat berada di taman sekolah. Karena merasakan kram di perutnya Erli duduk di sebelah kolam ikan, terdengar suara napasnya yang tersengal-sengal.
Sang bayi pun bergerak begitu sangat aktif di dalam sana membuat Erli merasa bahagia. Namun, gerakan anaknya itu membuat perutnya terasa nyeri.
“Sayangnya Bunda, jangan terlalu kenceng nendang Bunda!” bisik Erli lirih.
Walau rasa itu lumayan menyiksa, tapi dia menikmati rasa itu dengan sholawat nabi dan berbagai zikir. Erli meyakini bahwa jika zikir dan sholawat dapat meringankan rasa nyeri yang dia rasakan saat ini.
Keringat Erli bercucuran detak jantungnya berdegup cukup cepat dan paru-paru Erli sedikit kesulitan menampung Oksigen yang dia hirup.
“Ya Allah kenapa denganku? Ya Allah ... bantulah hamba untuk tetap kuat sampai di kelas suami hamba!” pintanya dalam diam.
Perlahan-lahan Erli melangkahkan kakinya menyusuri jalan yang menuju kelas. Di mana suaminya mengajar, dari kejauhan salah satu murid melihat Erli yang berjalan sempoyongan. Segera murid tersebut berlari dan memapah istri gurunya, Erli menatap wajah murid laki-laki tersebut.
“Terima kasih ...,” ucap Erli lemah.
Remaja pria itu berteriak kencang sambil menyandarkan tubuh Erli di pilar bangunan sekolah.
“Lo apain istri Pak Rafan, Kal?” tanya Akbar penasaran.
“Jangan asal nuduh, cepat bantuin gue bawa beliau ke UKS!” cakap Haikal dengan kening yang mengerut.
Setelah membaringkan tubuh Erli, Haikal berlari ke ruang guru mencari Rafan dengan napas yang tersengal-sengal Haikal memberitahukan bahwa Erli pingsan. Kepanikan tampak jelas di wajah Rafan, begitu cepat langkah kakinya menuju UKS, sesampainya di ruang UKS. Istrinya Telah siuman dan terlihat lengkungan di bibir Erli yang berwarna merah jambu.
“Kamu tidak apa-apa ‘kan?”
Erli mengangguk cepat, “Dia, telah menyebabkan aku jatuh pingsan, Sayang!” seru Erli dengan wajah memelas.
Rafan Mengatupkan rahangnya setelah mendengar ucapan sang istri. Mata Rafan melirik tajam Haikal yang telah membawa istrinya ke UKS, kepala pria itu tertunduk sesaat melihat tatapan gurunya, rasa takut menyelimuti hati Haikal—murid yang memiliki IQ di atas rata-rata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
👑Meylani Putri Putti
lah kenapa begitu
2022-08-13
0
Astuty Nuraeni
di hipnotis?
2022-08-02
0
Mega
kasih keterangan mbok yang jelas, Er. kikikik, nanti Mamas salah paham, tuduh murid sembarangan. kikikikik
2022-07-31
0