Suara detak jantung Erli bagai genderang perang. Aliran darahnya mengalir lebih cepat bak air sungai yang meluap dikala hujan mengguyur bumi. Awalnya Erli menginginkan bermesraan dengan sang suami, karena sikap Rafan yang kasar Erli sudah tidak menginginkan hal itu lagi.
Bahkan Erli memalingkan wajahnya karena tidak ingin melihat wajah suami tercinta.
Kemarahan Erli membuat Rafan semakin gemas. Namun, dia tidak mau melakukan kewajibannya sebagai seorang suami, kedua tangan Erli di genggam erat oleh Rafan, dengan lembutnya dia berkata.
“Bukan aku tidak mau menyentuhmu! Yang ada dalam pikirkanmu hanya tentang kesalahanku dan kekeliruanku. Pernikahan kita ini memiliki dua sisi yang tidak kamu ketahui,” ungkap Rafan lirih.
Rafan kembali berbicara engan suara datarnya, “Berdosa jika aku sengaja melakukannya.”
“Terus aja mengelak dan mencari-cari alasan. Sudah simpan saja semua alibi kamu! Aku tidak ingin mendengar apa pun dari kamu, Mas. Terserah kamu mau apa dan dengan siapa saja,” sergah Erli.
Rafa mengembuskan napas beratnya dan tangan kiri pria itu mengelus perut buncit sang istri.
“Kalau dia sudah lahir, nanti kita bisa melaksanakan kewajiban kita yang telah tertunda lama,” ujar Rafan kali ini dia berbicara santai tanpa penekanan.
Erli menatap netra suaminya dalam-dalam, sejenak dua insan ini melupakan perjanjian mereka lima bulan yang lalu.
Apa maksud perkataannya? Aku tidak mengerti, sorot mata Erli yang sendu membuat Rafan semakin tertarik.
“Dengarkan ini baik-baik dan jangan asal ngejeplak!” kata Rafan lirih, “ada beberapa ulama yang berpendapat dengan hukum nikah, wanita hamil di luar nikah. Yang pertama hukumnya haram dan yang kedua hukumnya boleh, jadi aku tidak boleh sembarangan dalam berhubungan denganmu," imbuh Rafan lirih.
Kening Erli mengerut saat mendengar penjelasan Rafan, disela kebingungannya Erli bertanya kebenaran dari ucapan sang suami.
“Apa maksudmu, Mas? Jangan bilang pernikahan kita tidak sah dimata agama. Jika kau menyesal telah menikahi aku, sebaiknya katakan saja jangan berputar-putar membuat alasan.” Sorot mata Erli menajam.
“Ayo, duduk dan sandarkan tubuhmu!” perintah Rafan.
Rafan kembali mengurai hukum pernikahannya secara detail.
“Mayoritas ulama dari Imam Syafi’i dan Abu Hanifah berpendapat, tidak ada iddah bagi wanita yang hamil di luar nikah untuk melangsungkan pernikahan. Artinya, wanita yang hamil di luar nikah dapat dinikahkan sesegera mungkin tanpa harus menunggu kelahiran anaknya,” beber Rafan dengan bahasa yang mudah di pahami. Namun, sang istri masih kebingungan dengan maksud penjelasannya.
“Lantas, haramnya di mana? Tadi kamu bilang ada dua pendapat.” Erli mengernyitkan dahi.
“Tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, jika dia menuangkan air (maninya) pada tanaman orang lain, HR Abu Daud. Arti dari menyirami tanaman orang lain ialah. Jika pria itu menggauli istrinya yang tengah hamil anak orang lain dan membiarkan benihnya tumpah menyirami bayi yang ada di dalam kandungan wanita tersebut, baik itu wanita hamil di luar nikah ataupun seorang janda.” Rafan terus memberi pengertian terhadap istrinya.
Erli hanya terdiam menatap wajah Rafan, bagaikan manekin. Tubuh Erli mematung, kelopak matanya pun tidak berkedip cepat hanya bisa di hitung beberapa kedipan saja. Entah apa yang ada di dalam kepala Erli saat ini yang pasti dia masih menyerap semua ucapan suaminya.
“Kamu baik-baik saja bukan?” Rafan mengelus lengan kiri Erli.
“Ya, aku baik-baik saja." jawab Erli, "lalu, nasab bayi yang ada di dalam kandunganku bagaimana, Mas?" Erli menghela napas panjang.
Rafan mendekatkan diri dan menjawab pertanyaan dari sang istri, "Hukum Islam, menyebutkan bahwa. Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya. jadi Aku ada rencana, kelak saat dia lahir akan aku akui dia sebagai anakku dan hal ini sudah aku pikirkan matang-matang."
Mata Erli mengembun, butiran mutiara bening itu menetes dan beranak menitik dan menetes di punggung tangan Rafan.
"Kamu kenapa?"
Istrinya menggeleng pelan dan Isak tangis Erli semakin terdengar. Dengan tergagap-gagap Erli berbicara.
"T-tolong matikan lampunya! Aku ngantuk,” kata Erli seraya menarik selimut.
Rafan tersenyum tipis dan mengelus kepala sang istri.
“Maafkan aku, ya! Tadi aku juga sudah membentak-bentak kamu. Jujur, aku ... Aku sangat tertarik dengan kamu, tidak ada hal yang membuatku bosan mencintai dan menyayangimu.” Kecupan Rafan mendarat di kening Erli.
Mendengar pengakuan Rafan, Erli berbalik dan menatap serius suaminya, tangisannya juga terhenti dengan suara yang tercekat Erli bertanya.
"K-kamu sungguh-sungguh mencintaiku, Mas? Sejak kapan dan ... di mana rasa itu tumbuh?” Erli memberondong sang suami.
“Sudah tidur aku ngantuk. Jangan ganggu aku, ok!” ucap Rafan mengelak, “besok pagi sebelum berangkat ke sekolah aku harus ke restoran mengecek beberapa hal yang penting,” katanya pelan.
Erli membuka selimut yang menutupi wajah Rafan, “Ada masalah lagi, Mas?”
“Hmm, ada sejumlah uang dan barang yang hilang beberapa hari ini. Aku yakin pasti ada campur tangan orang dalam,” pungkas Rafan kalem.
Erli masih menatap Rafan dan tangan Erli yang sibuk memainkan rambut suaminya.
“Kenapa tidak meletakkan Kamera pengawas diberbagai tempat. Pasti mudah menangkap pelakunya,” ujar Erli pelan.
“Kamera pengawas ada di mana-mana, tetapi pelakunya sangat cerdik. Dan sangat mustahil memindahkan semua barang dalam kurun watu yang sangat singkat. Coba bantu aku menangkap kriminal itu,” tutur Rafan dengan sorot mata sayu dan tatapan itu yang membuat Erli kepincut.
“Bagaimana caraku untuk membantu menangkap pencuri sialan itu? Oh iya, beruang hutan itu tahu tidak masalah ini?” Erli meletakkan kepalanya di dada Rafan.
“Iya, dia tahu. Tapi kami berusaha menutupinya agar pelaku tidak merasa terancam dan hal itu akan lebih muda untuk mendapatkannya.”
Suami tercintanya itu mengelus lembut kepalannya dan Erli juga melakukan hal yang sama, hal ini membuat suasana hati Rafan kembali stabil.
Suara jangkrik yang merdu bak alunan orkestra musik klasik penghantar tidur, membuat kedua insan itu terlelap sampai sang fajar hampir menyingsing. Erli yang bangun terlebih dahulu melirik jam dan dia kembali meregangkan tubuhnya secara perlahan, penuh dengan kesabaran dia membangunkan Rafan.
“Mas, ayo kita mandi bareng!” bisik Erli mengajak suami tersayang. Kalimat itu terus dia ulangi sampai Rafan bangun dari tidurnya.
Seketika mata Rafan terbelalak mendengar perkataan istrinya, bergegas dia bangun menuju kamar mandi tanpa menunda-nunda lagi. Ketika hendak masuk ke kamar mandi Rafan berhenti dan melirik sang istri.
“Jangan kau pikir aku mudah terjerat. Aku tidak akan termakan rayuan mu,” tutur Rafan membanggakan dirinya sendiri.
“Cih, sombong! Jika aku berbuat seperti semalam. Aku yakin kamu akan tergoda saat ini juga,” tutur Erli dengan sombongnya.
...***...
Sepasang suami istri tersebut melaksanakan salat subuh berjamaah, begitu sangat gembira Erli mendapatkan suami Sholeh seperti Rafan. Dia juga tidak menyesali semua yang telah terjadi dalam hidupnya, walau terkadang dia membenci dirinya sendiri yang mudah percaya dengan orang.
“Terima kasih Mas, kamu sudah membimbing aku dan selalu pengertian segala hal yang aku lakukan, aku sangat beruntung mendapatkan suami seperti kamu.” Buliran-buliran bening keluar dan beranak membasahi pipi mulus Erli.
Jemari Rafan menyekat air mata istrinya dan di kecup ujung kepala Erli.
“Jangan banyak mengeluh, tetap semangat menjalani hidup bersama ku. Ingat, jika ada sesuatu yang mengganjal cepat utarakan denganku!” ujar Rafan, terlihat lengkungan di bibir tipisnya.
Suara kicauan burung menambah kehangatan suasana di pagi ini, Erli menyiapkan sarapan seperti biasa. Setelah semua selesai, menantu Zulaika memanggil semua orang untuk sarapan. Semua orang telah duduk mengitari meja makan. Zulaika, Rania dan Galang menatap heran Erli dan Rafan. Bagaimana tidak heran, pasalnya semalam sepasang suami istri itu bertengkar hebat, tapi pagi ini mereka terlihat baik-baik saja.
Rafan membuka suara saat merasakan kecanggungan diantara mereka, "Tolong antar Erli ke dokter kandungan ya, Bu!"
Segera Zulaika menelan makanannya dan menjawab perkataan Rafan, "Hmm, Iya. Nanti Ibu bawa Erli ke dr. Jenny."
Setelah kepergian Rafan. Erli dan Zulaika juga pergi bersama untuk memeriksa kondisi kandungan Erli, setibanya di depan klinik Zulaika berpamitan untuk membelikan buah yang di minta Rania. Erli membiarkan mertuanya pergi meninggalkannya di klinik.
Zulaika yang sedang asyik memilih buah dihampiri Marlita.
“Hai, Tante.” Gadis bermata sipit itu menyapa Zulaika dengan sangat ramah.
Zulaika yang merasa terganggu dengan kehadiran Marlita hanya bergumam, “Hmm ....”
Ish, ni orang. Disapa bukannya tersenyum malah bergumam kayak orang sedang sakit gigi aja! gerutu Marlita dalam hati.
“Lita bantu, ya, Tan?!” ucap Marlita seraya menyuguhkan senyuman.
“Tidak perlu,” jawab Zulaika dengan ketusnya.
Gadis itu sangat geram dengan perilaku ibu Rafan, hatinya terasa tersayat dikala wanita paru baya tersebut bersikap acuh dan cuek seperti saat ini.
“Tunggu Tan! Ada sesuatu yang harus Lita sampaikan kepada Tante,” pekik Marlita memberhentikan langkah ibu Rafan.
“Apa lagi? Aku harus menjemput Erli di klinik,” seru Zulaika terkekeh.
“Lita yakin Tante tidak tahu-menahu tentang masalah ini.” Marlita melangkah mendekati Zulaika.
“Jangan berputar-putar, cepat katakan apa yang hendak kau katakan!” Netra Zulaika membulat sempurna saat menatap wajah Marlita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Sakura_Merah
ulat keket...
2022-10-18
0
👑Meylani Putri Putti
nah sudah tahukan erlin
2022-08-13
0
Astuty Nuraeni
makasih ilmunya akak sayang,, semangat ❤❤❤❤
2022-08-02
0